/ Romansa / Istri Kedua Sang Presdir / Bab 32. Permintaan Maaf

공유

Bab 32. Permintaan Maaf

작가: Wijaya Kusuma
last update 최신 업데이트: 2025-06-11 21:10:26

Pagi menyapa dengan langit abu-abu dan gerimis halus membasahi jendela besar rumah bergaya megah itu.

Di ruang makan, Keandra duduk sendiri di kursi kepala meja, menikmati sarapan dalam diam. Hanya denting garpu dan pisau yang sesekali menyentuh piring, menciptakan nada sunyi yang dingin.

Di depannya, koran pagi terbuka separuh. Secangkir kopi hitam masih mengepul, namun tak disentuh.

Wajah Keandra tenang, tapi ada semburat ketegangan di balik sorot matanya. Kemeja putih yang dikenakannya tampak rapi, terlalu rapi untuk pagi yang tenang.

Langkah tergesa dari arah dapur terdengar. Seorang pelayan muda datang dengan raut panik, menunduk dalam-dalam.

"Maaf, Tuan Keandra..."

Keandra mengangkat wajah. "Ada apa?"

"Tuan Daniswara... beliau datang. Beliau sudah di gerbang."

Keandra mengangkat alis, sejenak terdiam. Lalu dengan nada datar namun tegas, ia berkata, "Biarkan dia masuk. Ini rumahku."

Pelayan itu menunduk lagi dan segera pergi. Tak lama kemudian, suara langkah sepatu tongkat yang
이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요
잠긴 챕터

최신 챕터

  • Istri Kedua Sang Presdir   67. Pelayan Suami & Madu

    Keandra tak menjawab apa yang Neina katakan padanya barusan. Membiarkan Neina, dengan menatap tajam ke arah wanita yang sedang berdiri di antara mereka menikmati hidangan makan malam sepasang suami istri yang indah. Menurut mereka. Neina mengabaikan tatapan tak bersahabat dari Keandra yang mengintimidasinya itu. Tetap berdiri tenang, bersiap menunggu perintah yang kapan saja memintanya untuk dilayani. Ia dengan langkah kecil dan hati-hati sebab tak ingin buat kesalahan, bergerak menuju lemari penyimpanan. Jemarinya yang ramping meraih sebotol wine merah tua, lalu kembali mendekat ke meja.“Izinkan saya menuangkan wine, Pak, Bu,” suara Neina terdengar pelan, nyaris berbisik, memecah keheningan yang sedikit mencekam.Keandra, sang kepala keluarga, mendorong gelas kristalnya sedikit ke depan. Matanya yang tajam menatap Neina tanpa ekspresi. “Isi penuh,” perintahnya singkat.“Baik, Pak.” Neina menunduk, berusaha menyembunyikan getaran halus di tangannya. Anggur merah itu mengalir perl

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 66. Pelayan di Meja Makan

    Neina melangkah menuju ruang makan dengan dada yang terasa penuh. Hatinya masih berdebar keras, bukan hanya karena apa yang ia lihat tadi, tapi juga karena perintah Keandra yang tidak bisa membuat dirinya menolak. Biasanya, pelayan lain yang bertugas melayani Keandra. Jangankan untuk meminta dirinya melayani, melihat Neina di hadapannya pun enggan Keandra lakukan. Tapi kali ini, ia sendiri yang harus mengurusnya.“Nona Neina,” suara Bibi Raras yang sejak tadi merasa simpati dan memperhatikan Neina. Membuatnya berhenti melangkah.“Iya, Bu.”“Kamu kenapa? Mukamu pucat sekali,” tanya Bu Raras sambil merapikan serbet di meja.Neina menggeleng. “Enggak apa-apa, Bu Raras. Aku baik-baik saja.” Terlihat jelas keraguan di mata Neina yang dapat ditebak oleh wanita senja itu. “Saya tahu, ada sesuatu yang terjadi, Nona.” Bi Raras menebak langsung apa yang membuat dirinya menjadi penasaran. Neina tahu, tak akan bisa menyembunyikan resah yang muncul di hatinya itu.“Pak Keandra minta saya sendi

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 65. Harus Melayani

    “Hati-hati, Sayang.” Suara lembut penuh kasih dan perhatian, yang tidak pernah Neina dengar dari seorang Keandra. Suara itu, suara yang tak pernah Neina dengar dari seorang Keandra Dipta Sakti, selain kata tajam, penuh kebencian yang ditunjukkan saat berhadapan dengan Neina. Neina yang melihat sikap kedua pasangan yang baru tiba itu hanya mampu membuang muka ke arah lain, berusaha keras mengabaikan rasa perih yang tiba-tiba melilit. Entah, perasaan apa yang terjadi padanya itu. Ia tak mungkin memiliki rasa yang tak seharusnya terjadi dalam diri. Tapi, ia sudah berjanji pada Daniswara, Kakek Keandra, jika akan memenuhi permintaannya. Terkait Keandra sudah menyelamatkannya atau belum. Ia tersadar, saat sebuah suara tajam itu terucap dari bibir seorang Keandra, pria yang menjadi suami sekaligus bosnya. “Apa kau tidak bisa bekerja dengan benar?” Suara yang terdengar itu begitu tajam. Terdengar sangat kesal dan penuh kebencian, seolah Neina adalah hama yang mengganggu.“Sayang. Siap

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 64. Persiapan Penyambutan

    Hujan belum juga berhenti ketika Neina berdiri di depan wastafel besar di dapur rumah itu. Rumah mewah yang dindingnya penuh lukisan mahal dan lantainya berkilau seperti museum, seolah mengejek kesederhanaan hatinya. Tangan wanita yang pulang lebih cepat dari biasanya itu sibuk membersihkan sisa sayuran segar di bawah keran air, sementara kepalanya penuh dengan suara-suara yang berputar – suara Felix, suara Keandra, suara hatinya sendiri yang terus berdebat tanpa henti. “Dia hanya kasihan padamu, Neina. Jangan berpikir yang tidak-tidak. Itu tak baik.” Neina menguatkan hatinya sendiri.Di meja dapur, bahan-bahan impor tertata rapi: daging sapi premium, rempah segar, keju, anggur putih. Neina sudah menulis menu di kertas kecil, ditempel di pintu kulkas dengan magnet. Beef Wellington, Creamy Potato Gratin, dan Ratatouille. Menu Eropa, katanya. Sesuai permintaan Keandra untuk menyenangkan lidah Olivia, wanita yang bahkan Neina belum pernah duduk satu meja dengannya sebagai ‘nyonya ru

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 63. Permintaan Keandra

    Neina menarik napas panjang, mencoba menutup rapat gemuruh di dadanya. Ia tahu, pada akhirnya harus mendengar pertanyaan itu juga.“Beliau pulang sama Bu Olivia?”Pertanyaan itu lebih mirip pengakuan, keluar begitu saja dari bibir Neina, membuat ruang sempit itu terasa sesak. Ya, dia akan dihadapkan dengan istri sesungguhnya oleh pria yang berstatus menjadi suaminya. Felix terdiam. Ia mengangguk pelan, seperti tak tega. “Ya. Bu Olivia pulang sama Pak Keandra.”Hening menetes di antara mereka. Di luar, hujan mengetuk kaca jendela dengan ritme tak beraturan. Neina meremas jemarinya di pangkuan, tapi wajahnya tetap datar. Tak boleh ada air mata di sini. Tidak sekarang.“Baguslah,” jawab Neina akhirnya, suaranya serak. “Kalau begitu rumah tidak akan sepi lagi.”Felix menarik napas. Ia membuka mulut, menutupnya lagi. Ada banyak yang ingin ia ucapkan — kalimat penghibur, barangkali — tapi ia tahu tak akan berguna. Lalu, perlahan ia bertanya, seolah ingin memastikan.“Kamu… baik-baik saja?

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 62. Sebuah Kabar

    "Udah. Nggak ada diskusi. Tidak sedang rapat. Ayo, ke mobil. Kamu pulang sama saya. Saya antar."Felix meraih tangan Neina. Awalnya Neina berusaha menarik tangannya, namun genggaman Felix hangat, tegas, dan meyakinkan. Akhirnya, ia pasrah, membiarkan dirinya digiring melewati trotoar becek, menembus hujan menuju mobil hitam Felix yang lampunya masih menyala di pinggir jalan.Felix dengan sigap membuka pintu penumpang, mempersilakan Neina masuk duluan. Begitu Neina duduk, Felix menutup pintu, lalu berlari memutar ke sisi kemudi, masuk dengan napas terengah-engah.Di dalam mobil, wangi parfum mobil beradu dengan aroma basah hujan dan sisa air mata. Felix segera menyalakan pemanas, lalu menarik sekotak tisu dari laci dashboard, menyerahkannya pada Neina. "Lap wajahmu. Nggak lucu kalau kamu masuk angin. Besok Pak Daniswara nyari saya gara-gara kamu sakit. Saya yang disalahkan," ucap Felix sambil menyalakan lampu hazard.Neina mengambil tisu, pelan-pelan menyeka pipi dan hidungnya yang m

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status