Home / Romansa / Malam Terlarang Dengan Calon Kakak Ipar / Bab 6 : Obsesi Sang Psikopat

Share

Bab 6 : Obsesi Sang Psikopat

Author: Backin_parade
last update Last Updated: 2025-02-04 20:20:13

Damian menghampiri Nayra dan langsung menarik tangan wanita itu.

"Sekali lagi, kamu yang datang ke tempat saya."

"Saya calon adik ipar kamu."

"Silakan kamu menikah dengan Julian, itu bukan urusan saya."

Ingin rasanya Nayra melakukan sesuatu pada wajah Damian yang arogan itu. Tapi kini tangannya justru gemetar karena ketakutan.

"Apa mau kamu sebenarnya? Kita tidak pernah saling kenal sebelumnya."

"Saya? Saya hanya ingin mengambil milik saya."

"Saya bukan milik kamu!" tandas Nayra.

"Tapi tubuh kamu milik saya."

"Psikopat gila!"

Nayra menepis kasar tangan Damian. Tangan Damian kemudian merogoh saku celana, mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang di hadapan Nayra. Nayra tak peduli, ia membuka pintu dengan kasar.

"Julian..."

Pergerakan Nayra terhenti, ia menoleh ke tempat Damian.

"Ini saya..."

Damian tersenyum tipis seolah tengah ingin mengejek Nayra.

"Saya hanya ingin bilang—"

Ucapan Damian terhenti ketika Nayra kembali menutup pintu dan mendekatinya. Damian kemudian mencondongkan tubuhnya, memposisikan wajahnya berhadapan langsung dengan wajah tertekan Nayra. Sekali lagi ia tersenyum, seolah tengah bermain teka-teki tentang apa yang ia inginkan.

Tangan Nayra yang gemetar terangkat, meraih tali yang mengikat bathrobe yang dikenakan oleh Damian. Ia tahu apa yang diinginkan oleh pria itu. Ia tahu ancaman itu tidak akan berakhir sampai di sana. Tapi Nayra tak ingin hancur seperti ini. Ia belum siap jika Julian harus tahu sekarang. Nayra menarik tali bathrobe itu hingga terbuka. Sebuah seringaian kemudian muncul di wajah Damian.

"Istri kamu..."

Nayra meraih wajah Damian, memejamkan matanya dan mencium bibir pria itu.

"Dia cantik."

Damian tersenyum, membuang ponselnya ke lantai dan menggunakan tangannya untuk menahan salah satu rahang Nayra. Ia mendorong tubuh Nayra hingga menempel pada pintu. Meraup bibirnya yang manis, memagutnya dengan rakus seolah-olah apa yang ada pada wanita itu adalah miliknya.

Ketika keduanya kembali bertemu pandang, Damian kembali tersenyum dan seolah berbicara dengan matanya hingga Nayra berjalan menuju ranjang. Damian memungut ponselnya, melihat sambungan telepon sudah berakhir. Ia menyusul Nayra sembari membuang bathrobe yang masih tersangkut di bahunya. Ponsel terlempar ke atas ranjang, Damian duduk di tepi ranjang dan menarik pinggang Nayra sehingga wanita itu duduk menyerong di atas pangkuannya.

"Mau bagaimana lagi. Kita sudah memulai, mustahil untuk diakhiri."

Damian menyingkirkan rambut yang menutupi leher Nayra. Ia kemudian menenggelamkan wajahnya pada leher Nayra. Menghirup aroma tubuh wanita itu yang terasa manis, menyapukan permukaan bibirnya pada kulit leher yang membuat Nayra bereaksi.

Tubuh Nayra tersentak ketika ia merasakan gigi Damian menyapa lehernya, menyematkan tanda kepemilikan di sana. Namun, ketika Damian lengah, Nayra meraih dasi pria itu yang tergeletak di tepi ranjang.

Damian kembali memandang Nayra dengan tatapan yang lebih lembut. "Hati saya sedang kacau, kamu harus menghibur saya."

Satu tangan Nayra menyentuh dada Damian, bergerak ke atas dengan lembut. Sedikit dorongan Nayra berikan hingga Damian dengan suka rela berbaring di ranjang. Tapi saat itulah Nayra tiba-tiba melilitkan dasi yang ia ambil pada leher Damian dan langsung mencekik pria itu. Nayra sengaja menduduki perut Damian untuk menghalangi pergerakan laki-laki itu.

"Kamu pikir saya perempuan murahan yang akan selalu melayani kamu setiap kamu butuh! Dasar psikopat gila!"

Nayra menarik dua ujung dasi itu ke arah berlawanan dengan kuat. Mulanya Damian melawan, tapi setelahnya ia justru tertawa meski lehernya sedang tercekik dan kesulitan untuk bernapas. Nayra berusaha tak peduli, justru menganggap itu sebagai kesempatan. Nayra terus mencekik Damian hingga Damian terbatuk karena kehabisan napas. Tapi tetap saja, meski seperti orang terkena asma, Damian tetap tertawa.

Nayra kemudian menghentikan aksinya, merasa heran dengan orang gila di hadapannya dan lilitan pada leher Damian otomatis melonggar. Pria itu memandang Nayra dengan sisa senyum tipis di wajahnya.

"Tidak jadi bunuh saya? Kalau saya tidak mati hari, kamu akan menyesal. Selagi ada kesempatan, silakan bunuh saya."

Tangan Nayra sedikit gemetar. Tak peduli seberapa besar keinginannya untuk menyingkirkan Damian, ia tidak berani untuk membunuh orang.

"Tolong biarkan saya pergi."

"Kalau kamu pergi seperti ini, saya akan menderita sendirian. Bunuh saya jika kamu mau."

Air mata tiba-tiba terjatuh dan membasahi dada Damian. Nayra tak menangis, hanya saja ia tengah putus asa dan ketakutan. Ia ingin membunuh pria itu tapi ia tak memiliki keberanian untuk melakukan hal itu. Ia ingin pria gila berhenti menjadi gila.

"Aneh, kamu justru terlihat cantik saat menangis."

Tangan Nayra yang gemetar terangkat dan menampar wajah Damian, bukan hanya sekali tapi tiga kali dengan tamparan yang keras seolah ia tengah berusaha untuk menyadarkan pria gila itu.

"Kalau Julian tahu, kamu akan mati," ujar Nayra dengan putus asa.

"Bukan saya, tapi Julian yang akan mati. Kamu pikir saya belum pernah membunuh orang?" Sudut bibir Damian tersungging.

"Keturunan terakhir keluarga Sylvester bukan orang suci."

Damian langsung bangkit, hampir membuat Nayra terjatuh ke belakang jika saja Damian tidak segera meraih pinggang wanita itu. Damian menarik dasi di lehernya dan membanting Nayra ke samping menggunakan satu tangannya. Ia kemudian mengangkat kedua tangan Nayra di atas kepala lalu mengingatnya.

"Kamu tidak sadar, saya tinggal lama di luar negeri."

Keduanya sempat terdiam dan saling pandang hingga getar ponsel Damian mengalihkan perhatian pria itu. Damian meraih ponselnya, tapi kala itu Nayra beringsut ke samping, mengambil vas bunga. Dan saat Damian kembali menghadap ke arahnya, Nayra langsung menghantamkan vas bunga itu pada kepala Damian. Membuat ponsel di tangan Damian terjatuh.

Nayra tampak kaget ketika vas bunga di tangannya hancur setelah mengenai kepala Damian. Ia tidak memiliki niat untuk mencelakai Damian, ia hanya ingin memberikan rasa sakit agar perhatian pria itu teralihkan. Darah segar tiba-tiba mengalir ke bagian samping wajah Damian, darah yang lumayan banyak dan pada akhirnya membuat Nayra panik.

"D-Damian?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Malam Terlarang Dengan Calon Kakak Ipar   Bab 81 : Bukan Akhir Yang Kau Janjikan

    Julian menyusuri jalan setapak yang menurun sembari sesekali memeriksa keadaan di belakangnya. Ia berniat menghubungi seseorang, tapi karena tidak berhati-hati ponselnya justru terjatuh di tumpukan dedaunan kering yang kemudian menyembunyikan benda pipih itu."Sial! Ada-ada aja sih!" gerutu Julian. Ia pun bergegas mencari ponselnya.Tak butuh waktu lama bagi Julian untuk mendapatkan kembali ponselnya. Namun, ketika ia bangkit, ia tak sengaja menangkap bayangan seseorang yang berdiri di atas melalui layar ponselnya. Perlahan Julian menoleh. Netranya membulat begitu ia melihat Damian tengah menodongkan senapan ke arahnya."Bajingan," gumam Julian.Dorr!Satu tembakan memekakkan telinga dan langsung menarik perhatian Haedar serta Nayra yang sebelumnya kembali memeriksa rumah."Haedar!" Nayra bergegas menghampiri Haedar."Kita susul Damian sekarang, bayi saya nggak ada di sini."Keduanya segera berlari memasuki hutan. Julian refleks menunduk sembari melindungi kepalanya. Tapi alih-alih l

  • Malam Terlarang Dengan Calon Kakak Ipar   Bab 80 : Seorang Buruan

    Dua minggu setelah Julian menghilang. Damian kembali mendatangi rumah Julian yang kini sudah kosong. Damian memasuki paviliun di mana Nayra terkurung selama satu tahun terakhir. Sungguh, ia merasa sangat bodoh. Selama satu tahun ia habiskan untuk mencurigai Julian tanpa berusaha untuk mengungkap kejahatan Julian dengan serius.Kasus penculikan Julian sedang diselidiki pihak kepolisian, mereka juga turut membantu pencarian Julian yang kini membawa bayi Nayra."Damian." Nayra datang dengan langkah terburu-buru."Julian barusan telepon aku," ujar Nayra setengah panik."Dia mengatakan sesuatu?"Nayra mengangguk. "Dia minta kita mencabut laporan. Anak kita ada sama dia sekarang.""Itu tidak akan merubah keadaan," gumam Damian."Julian nggak akan berbuat nekad, kan?"Damian kemudian menggandeng tangan Nayra. "Dia tidak akan melakukan hal yang pada akhirnya akan merugikan dirinya sendiri."Damian lantas membawa Nayra pergi. Setelah pemakaman Veronica, Julian langsung kabur dengan membawa an

  • Malam Terlarang Dengan Calon Kakak Ipar   Bab 79 : Kebenaran Dan Karma

    Veronica menunggu kedatangan Damian di bandara. Tapi karena hujan, ia berteduh di dalam mobilnya yang terparkir di pinggir jalan. Veronica ingin memastikan jika Damian benar-benar pergi meninggalkan Jakarta hari itu.Setelah menunggu cukup lama pada akhirnya yang ditunggu-tunggu oleh Veronica tiba. Wanita itu baru menyadari keberadaan Damian setelah Damian turun dari mobil."Bajingan itu, seharusnya dia sudah mati sejak dulu," desis Veronica penuh kebencian.Begitu besar kebencian Veronica terhadap Damian hingga ia ingin menyingkirkan Damian saat itu juga. Veronica menyalakan mesin mobil, berniat untuk menabrak Damian. Akan tetapi keberadaan sosok yang berlari menerobos hujan dan melewati mobilnya berhasil menyita perhatian Veronica."Nayra?"Veronica tampak terkejut. Orang yang katanya sudah menghilang tiba-tiba muncul. Sudut bibir wanita itu tersungging."Bagus dia di sini, kalian bisa mati bersama."Tanpa pikir panjang, Veronica langsung menginjak gas. Mengemudi dengan kecepatan ya

  • Malam Terlarang Dengan Calon Kakak Ipar   Bab 78 : Tak Bisa Membiarkannya Pergi

    Hari itu Julian pulang lebih awal dengan senyum yang membuat wajahnya terlihat lebih bahagia. Seperti hari-hari sebelumnya, ia akan langsung mengunjungi Nayra saat pulang. Dan saat ia tiba di paviliun, Nayra tengah merajut. Menjadi tahanan selama satu tahun bukan berarti Nayra tak pernah berusaha untuk melarikan diri. Nayra kerap mencoba untuk kabur, tapi dari semua usahanya tak membuahkan hasil apapun dan kini ia tak berkutik setelah Julian membawa kelemahannya."Mana bayi aku?" tegur Nayra dengan dingin.Dengan senyumnya, Julian duduk di hadapan Nayra. Memang ada bayi di rumah Julian dan itu adalah bayi Nayra yang lahir beberapa bulan yang lalu dan itulah alasan kenapa Nayra tak bisa melarikan diri. Alih-alih melakukan persalinan di rumah sakit, Julian membiarkan Nayra melakukan persalinan di paviliun sehingga bayi yang dilahirkan Nayra belum terdaftar dan bahkan Nayra sendiri tak bisa memberikan nama untuk bayinya. Julian tak mengizinkan Nayra untuk merawat bayinya. Sesekali Juli

  • Malam Terlarang Dengan Calon Kakak Ipar   Bab 77 : Kepergian Damian

    Zizan memasuki sebuah pusat perbelanjaan dengan mengenakan topi untuk menyamarkan wajahnya. Ia mengikuti Julian yang memasuki swalayan. Menuruti perintah Damian, Zizan berusaha memastikan apa saja yang dibeli oleh Julian. Zizan berusaha untuk terlihat sibuk ketika Julian tampak tengah memilah barang. Tapi yang membuat Zizan heran adalah ketika ia melihat barang-barang yang berjajar di rak di hadapan Julian."Susu bayi? Tuh orang ngapain beli susu bayi? Emangnya punya bayi?" batin Zizan bertanya-tanya dalam hati.Dan benar saja Julian hanya membeli susu formula untuk bayi. Dari sana, Julian naik ke lantai atas dan Zizan terus mengikuti Julian hingga pria itu memasuki sebuah restoran yang berada di gedung pusat perbelanjaan itu.Kala itu Julian mendatangi seorang wanita yang tengah duduk sendirian. Zizan pun segera mencari tempat duduk terdekat tapi tetap aman."Mama udah lama?" tegur Julian seraya duduk.Veronica tersenyum tipis, tampak prihatin dengan keadaan putranya saat ini."Mama

  • Malam Terlarang Dengan Calon Kakak Ipar   Bab 76 : Si Pengecut Yang Sebenarnya

    Malam itu Julian memasuki sebuah restoran ternama karena undangan dari Suganda. Namun, langkah pincang Julian terhenti ketika ia menemukan bahwa bukan hanya Suganda yang ada di sana, melainkan juga Damian."Julian, kamu sudah datang," tegur Suganda.Julian mendekat dan langsung melayangkan protes. "Papa nggak bilang kalau Papa ngundang orang lain.""Kamu duduk dulu.""Perjalanan dari sini ke area parkir cukup jauh, jangan sia-siakan perjuangan kaki cacat kamu untuk bisa sampai di sini," sarkas Damian dengan tenang.Julian menatap tajam, tapi Suganda segera menengahi."Kalian di sini untuk makan malam, papa tidak ingin ada pertengkaran. Julian, kamu duduk."Dengan wajah terpaksa, Julian pun pada akhirnya duduk berhadapan dengan Damian. Meski Damian terus menatapnya, ia enggan untuk membalas dan lebih memilih untuk berpaling."Papa ngapain ngajak makan malam, aku udah biasa makan sendirian," ujar Julian."Damian yang meminta papa mengundang kamu."Dengan begitu pandangan keduanya kembal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status