Debbie menelan ludah dengan sukar, lidahnya mendadak menjadi kelu. Ia merasa menjadi semakin gugup dengan kedekatan antara dirinya dan Eric. “Mengapa kamu mempermainkanku, seperti ini? Apakah kamu pikir aku ini wanita yang tidak mempunyai perasaann?”
Eric menjentikan jarinya tepat di depan wajah Debbie. “Sadarlah! Jangan bermimpi aku akan menyukai wanita sepertimu, karena kau bukan wanita yang bisa memikat hatiku. Mungkin tubuhmu bisa membuatku luluh, karena kita berada di tempat yang tidak ada wanita lainnya.”
Debbie yang tadinya merasa terpengaruh dengan kedekatan Eric. Berubah menjadi amarah. Dengan nada suara yang bergetar, karena emosi. Ia mengatakan kepada Eric dirinya tidak sudi menjadi obyek seksualitas pria itu.
Entah mendapatkan keberanian dari mana Debbie mengulurkan tangan mendorong kasar tubuh Eric. Dan pria itu hanya memberikan tatapan mengejek saja kepadanya. Ia juga membiarkan Debbie berlalu pergi begitu saja dari hadapan pria itu.
Dengan langkah kaki cepat Debbie menaiki tangga menuju kamarnya. Sesampai di kamar ia langsug merebahkan badan di atas tempat tidur. Namun, karena fikirannya yang tidak tenang membuat ia tidak dapat memejamkan mata.
Bangkit dari berbaringnya Debbie melangkahkan kaki menuju balkon. Berdiri di dekat pagar pembatas balkon dilihatnya langit yang bersinar cerah dengan udara malam yang terasa segar dan dingin menusuk, karena ia hanya memakai gaun tidurnya saja.
Dialihkannya tatapan ke arah jauh ia melihat ada sebuah danau. Yang tampak berkilau terkena pantulan cahaya bulan.
‘Mengapa Eric mengajak istrinya pergi ke tempat seperti ini? Sungguh bukan pilihan yang romantis untuk pergi berlibur. Dasar pria kaku dan dingin,’ gumam Debbie.
“Dan aku tidak memerlukan pendapat dari wanita frigid, seperti dirimu! Siapa kamu yang beraninya berkata seperti itu tentangku!” bisik Eric tepat di telinga Debbie.
Tubuh Debbie menjadi kaku, ia tidak berani bergerak. Badannya yang tadinya terasa dingin sekarang tidak lagi, karena pelukan erat tangan Eric di tubuhnya. Ia merasakan embusan hangat nafas Eric di lehernya. Yang membuat ia merasakan denyir hangat di perut.
“Ma-maaf, saya tidak bermaksud mencela Anda. Hanya saja ini bukanlah tempat yang romantis untuk berlibur dengan wanita yang Anda cintai,” lirih Debbie.
Dengan gerakan pelan Eric memutar tubuh Debbie mengadap dirinya. Ia bahkan dengan sengaja membuat tubuh mereka bergesekan lembut.
Tangan Eric terulur untuk mengusap lembut pipi Debbie dan bergerak ke bibirnya. Jari Eric menekan bibir merah alami Debbie, hingga terbuka.
“Apa yang kau pikirkan? Apa kau mengharap bibirku menggantikan jariku? Dan kenapa detak jantungmu terdengar nyaring? Kau tidak dapat berbohong kepadaku, kalau kedekatan kita mempengaruhimu,” bisik Eric dengan nada suara mengejek.
Debbie menelan ludah dengan sukar, ia benci harus mengakui apa yang dikatakan Eric memang benar. Dan ia lebih memilih untuk berbohong saja.
Dibasahinya bibir yang terasa kering dengan lidah. Walau ia tau tindakannya itu bisa disalah artikan Eric hendak menggoda pria itu. “Kau salah! Aku hanya merasa takut kita berada di tempat yang terpencil ini hanya berdua saja. Siapa yang akan membantuku, kalau mencelakaiku?”
Eric merendahkan kepalanya, ia menggigit lembut telinga Debbie. Satu tangannya bermain di perut Debbie. Mengusapnya dengan lembut sengaja menggoda wanita itu.
“Kau membuatku terluka dengan pandanganmu kepada diriku begitu kejamnya. Aku tidak akan menyakiti wanita, kalau mereka tidak membuatku marah atau kecewa. Aku akan memberikan kesenangan dan kenikmatan kepada wanita yang tepat.” Eric secara mendadak mendorong Debbie sampai wanita itu terjatuh ke lantai.
Mata Debbie dan Eric bertemu. Mata Debbie menyiratkan rasa terkejut bercampur marah. “Kau memang pria yang kejam! Yang merasa senang mempermainkan perasaan wanita, seolah kau mengganggapnya hanyalah boneka tanpa perasaan.
Eric mengangkat satu alisnya, kemudian berbalik pergi berjalan menuju balkon bagian kamarnya berada. Lalu menghilang di balik pintu kamarnya yang tertutup rapat.
Bangkit dari terduduknya Debbie menyesalkan dirinya. Yang sudah ke balkon, hingga ia harus bertemu dengan Eric lagi.
‘Aku harus menghindari Eric. Pria itu tidak baik untuk kesehatan jantungku,’ batin Debbie.
Dengan langkah pelan ia memasuki kamarnya kembali ia membaringkan badan di atas kasur. Bunyi binatang malam terdengar memecah keheningan. Membuat bulu kuduk Debbie berdiri. Ada rasa takut di hatinya. Karena ia wanita yang lahir dan dibesarkan di kota.
‘Apakah Eric bersedia mengantarkanku ke tempat yang jauh lebih beradab daripada tempat yang sunyi ini?’ batin Debbie.
Berulang kali ia menghela nafas dengan kasar. Tidak tau apa yang akan terjadi dengan esok. Hidupnya yang terbiasa teratur dengan jadwal yang jelas. Sekarang ia harus menebak-nebak apa yang akan terjadi dengan esok,
Lama kelamaan kantuk menyerangnya jua. Hingga ia terlelap dan terbangun oleh suara ketukan di pintu kamarnya.
“Bangunlah, Pemalas! Kau yang harus menyiapkan sarapan untuk kita berdua,” tegur suara dengan nada bariton.
Debbie membuka matanya dan ia menjadi terkejut. Saat melihat jam dinding yang menunjukan waktu sudah pukul 10 pagi. ‘Astaga! Bagaimana bisa aku bangun kesiangan?’
“Tunggu sebentar! Saya akan cuci muka dahulu,” sahut Debbie dengan suara serak.
Beberapa menit berselang Debbie sudah berada di dapur. Namun, ia tidak melihat keberadaan Eric. Ia hanya melihat cangkir bekas kopi, serta piring bekas sarapan.
‘Syukurlah! Eric sudah sarapan aku tidak perlu menyiapkan sarapan untuknya,’ gumam Debbie.
Dibuatnya sarapan untuk dirinya sendiri, kemudian ia langsung menyantapnya di dapur. Ia tidak merasa perlu makan di ruang makan.
Selesai sarapan Debbie memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar rumah tersebut. Karena ia tidak memiliki ide apa yang harus dilakukannya di tempat yang terpencil tersebut.
“Apakah kau berani berenang tanpa memakai pakaian denganku?” tanya sebuah suara tiba-tiba saja yang mengejutkan Debbie.
Menggunakan kakinya Debbie menendang lutut Eric. Hingga dirinya berhasil terbebas dari Eric. Dengan nafas yang memburu dan mata menyala karena emosi Debbie menatap tajam Eric. “Simpan jauh-jauh fikiran itu dari kepalamu! Aku tidak akan pernah secara suka rela bersedia kau sentuh.”Eric mengerucutkan bibirnya, ia memandang Debbie dengan santai ia berkata, “Mengapa tidak? Kau begitu menyedihkan hingga membuatku merasa kasian kepadamu. Sekarang berhentilah berpura-pura kau tidak menyukainya.”Wajah Debbie berubah menjadi merah rasa marah dan malu bercampur menjadi satu. Ia tidak mengerti mengapa begitu lihainya Eric bermain kata. Akan tetapi, mengapa juga ia harus merasa heran? Bukankah bosnya itu memiliki sifat yang tidak mudah ditebaknya. Hal itu baru diketahuinya hanya beberapa jam setelah mereka berada di pulau terpencil ini.Jentikan jari Eric tepat di depan wajah menyadarkan Debbie dari lamunannya. Ia menggembungkan pipi dan mengempiskannya kembali. “Saya tidak akan mendebatnya kar
Mata Debbie membulat tidak percaya mendengar apa yang barusan dikatakan Eric. Sementara mulutnya terbuka. “Saya tidak tau, kalau di balik sikap dingin Bapak, ternyata Bapak adalah seorang pria yang mesum!”Mendengar apa yang dikatakan oleh Debbie, Eric tersenyum sinis. Dengann tatapan matanya lekat tertuju pada wajah Debbie. “Aku hanya menawarkan saja kalau kau mau bergabung berenang denganku. Karena tempat ini adalah miliku dan tidak ada yang bisa masuk secara sembarang, maka aku terbiasa untuk berenang tanpa memakai apa pun.”Eric membalikan badan dan mulai melepas pakaian yang dipakainya. “Aku juga perlu memberitahukan kepadamu, kalau aku lebih menyukai wanita yang berisi. Sementara kau terlihat sangat kurus sama sekali tidak memikat hatiku.”Eric langsung saja menceburkan dirinya ke air danau yang terlihat biru kehijauan. Danau itu terlihat begitu dalam dan dingin.Debbie mengawasi dalam diam apa yang dikatakan Eric barusan. Ia masih memikirkan apa yang baru saja pria itu katakan.
Debbie menelan ludah dengan sukar, lidahnya mendadak menjadi kelu. Ia merasa menjadi semakin gugup dengan kedekatan antara dirinya dan Eric. “Mengapa kamu mempermainkanku, seperti ini? Apakah kamu pikir aku ini wanita yang tidak mempunyai perasaann?”Eric menjentikan jarinya tepat di depan wajah Debbie. “Sadarlah! Jangan bermimpi aku akan menyukai wanita sepertimu, karena kau bukan wanita yang bisa memikat hatiku. Mungkin tubuhmu bisa membuatku luluh, karena kita berada di tempat yang tidak ada wanita lainnya.”Debbie yang tadinya merasa terpengaruh dengan kedekatan Eric. Berubah menjadi amarah. Dengan nada suara yang bergetar, karena emosi. Ia mengatakan kepada Eric dirinya tidak sudi menjadi obyek seksualitas pria itu.Entah mendapatkan keberanian dari mana Debbie mengulurkan tangan mendorong kasar tubuh Eric. Dan pria itu hanya memberikan tatapan mengejek saja kepadanya. Ia juga membiarkan Debbie berlalu pergi begitu saja dari hadapan pria itu.Dengan langkah kaki cepat Debbie mena
Tangan Debbie terulur mencoba menjauhkan kepala Eric dengan bibir, serta lidahnya yang bermain di telinganya. “Eric, kau tidak bisa melakukan hal ini padaku.”Tangan Debbie yang terulur untuk mendorong Eric menjauh, justru membuat bagian dadanya menjadi terbuka. Dan hal itu tidak disia-siakan oleh Eric dengan memberikan ciuman dari leher, hingga bagian dada Debbie. Eric bahkan ikut masuk bathub tersebut dengan dirinya berada begitu rapat tubuh Debbie.Suara lenguhan lolos dari bibir Debbie yang langsung di tutup oleh Eric dengan mulutnya. Walaupun dirinya berada dalam bathub dengan air yang sudah menjadi dingin.“Shh! Apa yang kau mau?” bisik Eric dengan suara serak.Meski begitu Eric keluar dari bathub ia berjalan mengambil jubah mandi yang tergantung pada gantungan. Ia berjalan kembali mendekati bathub diserahkannya jubah mandi tersebut kepada Debbie.“Cepat turun saya sudah menyiapkan makan malam untuk kita!” tandas Eric.“Baiklah!” sahut Debbie.Ia tidak langsung keluar dari bathu
Debbie mencoba untuk mendorong Eric menjauh darinya. Namun, pria itu terlalu kokoh baginya. “A-apa yang Bapak katakan? Saya tidak pernah bermaksud untuk menggoda, tetapi Bapaklah yang menggoda saya!”Satu tangan Eric bergerak menyingkap rambut Debbie ke samping. Memperlihatkan tanda yang sudah dibuatnya. Diusapnya dengan lembut tanda itu. “Kapan aku membuat tanda ini? Mengapa aku tidak menyadarinya?”Debbie membelalakkan mata kepada Eric. Ia tidak mengerti bisa-bisanya pria itu berkata seperti tadi. Namun, ia tidak menjadi marah karena hal itu. Melainkan karena kedekatan Eric yang sangat mempengaruhi dirinya.“P-pak, tolong jangan begini!” lirih Debbie menahan gairah yang ditimbulkan oleh bosnya itu.“Melakukan apa? Ini?” Eric menundukkan kepala, lidahnya bermain di bekas merah yang telah ia buat. Lidahnya terus bergerak menelusuri menggoda bagian dada Debbie.Wanita itu bahkan tidak menyadari, jika tangan Eric dengan mahirnya melepas kancing kemeja yang dipakainya. Lalu menyingkirkan
Dengan kasar Eric mendorong Debbie, hingga terjatuh dari pangkuannya. Mata pria itu menatap dingin sekretarisnya. “Awasi langkahmu! Jangan coba untuk menggoda saya.”Dengan wajah bersemu merah, karena merasa malu Debbie bangkit dari terduduknya di lantai. Ia berjalan melewati pilot yang menatapnya dengan senyum di bibir.Sesampai di kamar mandi Debbie langsung saja buang air kecil. Setelah selesai dia mematut dirinya di depan cermin. Dilihatnya pantulan wajah yang bersemu merah, ia juga melihat ada tanda merah di lehernya.‘Sial! Kenapa bisa sampai pak Eric meninggalkan tanda di leherku? Bagaimana, kalau istrinya mengetahui dan marah? Ia akan menjadi sasaran amukan dari wanita itu,’ batin Trisha.Digerainya rambut pirangnya untuk menutupi tanda merah yang dibuat Eric. Setelah dirasa penampilannya menjadi rapi kembali, ia berjalan keluar dari toilet tersebut.Dilihatnya kursi yang tadinya diduduki oleh Eric sudah kosong. Dialihkannya tatapan ke arah pramugari yang berdiri tidak jauh di