Share

Part 4 Awal mula

Author: Asnafa
last update Last Updated: 2021-09-12 18:44:20

Beberapa minggu yang lalu...

Saat pertama kali melihatnya, jantungku tak henti berdebar, terlebih lagi ketika pria itu tersenyum, diriku hilang kendali bersama senyumnya. Setiap kali dia melintas di hadapanku, seolah inilah wujud jiwaku yang hilang dan muncul kembali bersamanya. Aku sadar, sebagai wanita tidak memiliki standar kecantikan di atas rata-rata, namun pendirianku tak akan pernah berubah, walaupun perbedaan usia di antara kita cukup jauh, hal itu tidak akan menggoyahkanku untuk menggapainya dalam genggamanku.

...

Di balik jendela kamar, Ira melihat seseorang melintas di hadapan rumahnya dengan ransel menggantung di punggung pria tersebut.

"Haha...aku sangat menyukainya," cetus Ira dari balik jendela.

 Ira tersenyum girang melihat pria yang dia idam-idamkan selama ini, melintas di depan rumahnya.

Dia berjalan menuju dapur setelah melihat kejadian singkat yang berhasil membuat jantungnya seketika berdebar, tak lupa senyum di wajahnya belum terhapus hingga saat ini.

"Hmm... senyam-senyum," ledek Ibu tengah memasak, menoleh ke arah Ira sekilas.

"Hehe... Ibu masak apa?" jawab Ira malu-malu sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Kasmaran ni?," ledek Ibu.

"Enggak Bu...Aku mau makan saja," jawab Ira seraya mengambil piring beserta nasi dan lauk pauknya.

"Nih!"

Ibu meletakan sayuran di atas piring Ira, masakan panas, langsung dari wajan.

"Ibu...kebanyakan!," rengek Ira.

"Sudah makan saja, biar cepat tinggi, kamu harus banyak makan sayur Ira."

"Gak enak Bu!" rengek Ira.

"Kamu sudah remaja, makan sayur sangat penting untuk kesehatanmu, nanti yang repot juga siapa, Kalau penyakit datang gara-gara kamu enggak makan sayur, bla bla....." jelas Ibu.

Tak ingin mendengar ocehan tak berguna, Ira segera menyela.

"Iya-iya, aku makan," jawab Ira dengan wajah masamnya.

Dia berjalan menuju kamar seraya menatap kembali jalanan yang di lalui pria tadi.

"15:00, aku akan menunggunya," ucap Ira dengan senyum khasnya.

...

Waktu menunjukkan Pukul 06:30, Ira segera bersiap dengan perlengkapan yang akan di bawanya menuju sekolah.

"Ibu! Aku berangkat dulu!" teriak Ira seraya memakai sepatu dengan cepat, dia segera berlari menuju ke sekolah.

"Ira, ini ketinggalan!" Teriak Ibu, berlari keluar mengejar Ira, namun gadis itu berlari bagai kilat, hingga tak terlihat lagi bayangan tubuhnya.

"Huh! Anak itu," ucap Ibu sambil menghela nafas.

***

Hari terasa panas setiap harinya, di caci karena miskin bukanlah hal yang menyakitkan lagi aku rasakan. Sudah tahu aku miskin, sangat lucu bukan jika mereka terus mengatakan aku miskin? Aku tak butuh di sadarkan oleh kalian, aku juga tak butuh kasihani kalian, aku sadar bagaimana keadaanku sekarang, tapi terima kasih atas pengertian kalian semua, kalian sudah repot-repot menyediakan waktu, tenaga dan pikiran hanya untuk memikirkanku.

Dia berjalan menyusuri gang kecil di pesisir kota, bau pembuangan sangat menusuk hidung hingga dia menahan nafas sekejap, bau tak sedap memang tak mengenakan, namun inilah yang menjadi ciri khas kawasan kumuh ini.

"Harus cepat," batin Ira mulai mempercepat lajunya.

...

Sesampainya di rumah, dia membaringkan tubuh di atas ranjang, sesaat dia merasakan tubuh yang lelah ini perlahan mulai merasakan titik kenyamanannya, perlahan kantuk mulai menjalar, namun tiba-tiba dia teringat akan suatu hal.

"14:45," gumam Ira seraya menatap jarum jam di kamarnya.

Waktu terasa begitu lambat, andai saja waktu bisa berputar lebih cepat.

"Sebentar lagi."

Dia terkekeh kecil menunggu saatnya tiba, namun terlihat di luar sana hari semakin gelap, membuat Ira merasa sedikit khawatir.

"Ira, jemuran!" teriak Ibu.

Heira attalia , itulah namaku, si manja Alva Rendra itulah adikku, hidup satu keluarga di gubuk ini memang tidak begitu menyenangkan, keributan sering terjadi di kala hujan datang, bocor di mana-mana hingga tak bisa tidur semalaman sudah biasa aku rasakan.

Ira segera keluar memenuhi panggilan Sang Ibu.

"Mendung." Ira menatap langit yang mulai menghitam.

"Apakah dia akan lewat kesini?," batinnya, seraya mengambil satu persatu pakaian dari atas tali.

Stt...

Pria itu melintas tepat di hadapannya, berlari dengan gagah dan memesona, itulah yang ada di pikiran Ira sekarang.

"Pangeranku."

Ira seketika terpana melihat pria berjaket hitam melintas di hadapannya. Perlahan hujan turun, dia masih dalam posisinya melihat pria itu hingga tak terlihat lagi punggung gagahnya .

"Ira!" Teriak Ibu.

"Iya Bu, sebentar!" jawab Ira seraya membawa pakaian yang baru dia ambil ke dalam rumahnya.

Tiba di dalam rumah, adik satu-satunya tengah bermain game di kursi rumah tanpa menghiraukan Sang Kakak yang kerepotan membawa pakaian.

"Woy!" teriak Ira.

"Apa?" jawab Alva tanpa melirik Sang Kakak, hanya fokus pada game nya.

"Nih! Bawa ke kamar," perintah Ira sambil melemparkan sekeranjang pakaian.

"Kakak saja yang bawa," jawab Alva ketus.

"Cepat bawa!" perintah Ira, kemudian pergi.

"Ibu! Liat Kakak enggak mau di suruh," keluh Alva, namun tak ada yang mendengarnya.

Tak mendapat respon dari siapa pun, dengan terpaksa dia membawa keranjang pakaian tersebut ke dalam kamar.

"Huh! sudahlah."

...

Seorang gadis SMA masih setia terbaring menatap jalanan kecil di depan sana dari dalam kamar. Hujan deras perlahan mulai mereda, suasana terasa begitu sejuk di sertai suara angin yang berhembus pelan, menambah kenyamanan dalam ruangan sempit ini.

"Dingin," ucap Ira.

Dia melangkah kan kaki menuju dapur, berharap ada apa saja yang bisa mencairkan tubuh yang terasa membeku ini.

Tak...tak...

Dia mengambil gelas seraya menumpahkan air mendidih di atasnya.

"Ada yang kurang," ucap Ira.

Dia menggeledah setiap tempat, berharap apa yang ada di pikirannya berubah dalam bentuk nyata. Alhasil setelah sekian menit mencari, dia tak menemukan apa pun.

"Bu! Teh di mana?" teriak Ira dari dapur.

"Beli saja, teh habis sama Alva kemarin!" teriak Ibu entah dari mana.

Ira merogoh saku celananya, dia lihat tiga butir koin bertuliskan lima ratus di tangannya.

"Cukup."

Ira segera melangkah menuju ke luar, meninggalkan segelas air tergeletak begitu saja di dapur.

...

DI WARUNG...

"Mas, teh satu," ucap Ira.

"Tunggu sebentar," jawab Mas Edo.

Ira merapikan sedikit rambut yang terkena percikan hujan, berlari bagai kilat adalah solusinya saat pergi ke tempat ini. Sesaat dia lihat bangku di warung ini, bersih dan kosong, dia langsung duduk menunggu mas Edo menyiapkan barangnya.

Stt...

"Mas, kopi satu di seduh."

Seketika Ira menatap asal suara menggema itu, sambil berusaha melihat wajahnya dengan rasa penasaran yang menggebu-gebu.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • My First Love is Paman (TAMAT)   season 2 part 27 side story

    Dalam malam yang sunyi Raymond duduk di meja kerja, dia membuka lembaran kertas lalu menulis pelan dengan tinta hitam. Tak akan ada orang yang tahu bagaimana perasannya, tak akan ada yang tahu bagaimana sulitnya membunuh rasa cinta, melalui tulisan ringan ini dia ungkapkan segala beban dalam hati yang tak mungkin bisa tercurahkan, kalimat demi kalimat yang indah hanya untuk seseorang yang tak akan mungkin bisa dia gapai.Untukmu malaikat kecilMenurutmu bagaimana cinta ituApakah menyenangkan atau tidak?Selama bertahun-tahun mulutku selalu ingin mengungkapkannya.Fiolyn atau Ayya, aku harus memanggilmu bagaimana?Tingkahmu yang tak jelas, bertindak bodoh dan berusaha kuat, aku tak menginginkan kau melakukan itu semua.Jika aku harus menuruti egoku aku ingin kau hidup sepeti wanita pada umumnya.Normal dan bahagia.Namun aku tahu semua penderitaanmu memang berasal dariku, jika kau ingin marah maka marahlah, aku selalu menunggu kau melakukan itu, agar aku bisa mengurangi sedikit bebanm

  • My First Love is Paman (TAMAT)   season 2 part 26 side story

    Ira wanita itu diam di ujung ranjang sambil meremas jari-jemarinya, rasa gugup sedang melandanya saat ini. Walaupun ini bukan yang pertama kali, akan tetapi jika malam ini di habiskan penuh hasrat seperti waktu itu, mereka benar-benar akan melakukannya dengan kesadaran penuh.Ira sebenarnya tidak tahu apa yang akan terjadi dimalam ini, pernikahan yang diawali dengan kesepakatan dan bukan cinta akankah memiliki alur yang sama?“Atau pura-pura tidur saja ya,” gumam Ira sambil menoleh menatap bantal.Perlahan dia mengambil selimut lalu merangkak menaiki ranjang, namun ketika Ira sedang merangkak tiba-tiba derap kaki terdengar mendekat dari balik pintu. Segera dia membenarkan posisi secepat mungkin, berbaring membelakangi menutup dirinya penuh dengan selimut.Cklek…Pintu terbuka, Pria yang sudah menjalin ikatan resmi dengan Ira itu memasuki ruangan kemudian mengunci pintu.Tak-tak…Suara itu semakin terdengar jelas, Ira berusaha tidak gugup dengan diam tak bergerak seperti tertidur pulas

  • My First Love is Paman (TAMAT)   season 2 part 25 pernikahan (end)

    Keesokan hari, Ira tengah duduk mematung. Sejak pagi dia telah diseret untuk melakukan persiapan pernikahan, tubuhnya terasa telah diobrak abrik oleh satu penata rias dan dua penata busana. Ira sekaan boneka yang bisa dimainkan sesuka hati mereka.Dengan wajah tak berekspresi sedikitpun, Ira malah harus menyaksikan kejutan lain lagi. Alfa adik satu-satunya itu datang menghampiri dengan setelan jas hitam datang bersama wanita yang terkenal dengan tingkah gilanya. Lisya, wanita itu membawa Alfa untuk menemui Ira."Kakak selamat atas pernikahannya," Alfa memberi selamat dengan malu-malu, ada rasa bersalah yang mendalam kala melihat sang kakak memakai kebaya untuk akad.Ira hanya bisa menatap nanar sang adik. Ingin rasanya dia terkejut namun semua kejutan itu datang terlalu cepat hingga Ira hanya bisa melamun tak percaya."Hai, Ibu mertua, aku membawa hadiah yang cocok kan untuk pernikahanmu," ucap Lisya dari belakang Alfa."Aku akan pergi, jelaskanlah pada kakakmu agar tak ada kesalahpah

  • My First Love is Paman (TAMAT)   season 2 part 24 rencana tak masuk akal

    Tak ada pengharapan yang lebih besar daripada ini. Ira memohon sekuat mungkin, berharap ada malaikat yang datang dalam situasi mencekam ini. CkckckckHendel toilet seperti dipaksa terbuka, bergerak tak tentu dengan bunyi besinya."BUKA!" Teriak dari luar sembari memukul-mukul pintu. Ira tak bisa bertahan lagi, kesadarannya hampir hilang seiring ketakutan menjalar. Nafasnya terengah kala desakan demi desakan terdengar dari luar."Hggg..." Nafas semakin sulit keluar, semakin sesak dan sesak.Di situasi menegangkan yang terjadi, suara dobrakan dari pintu kamar samar terdengar."Ra! Kamu di dalam?" Terdengar seperti itu samar-samar.Ira perlahan membuka matanya, ingin dia berteriak, ada dia di dalam sana, namun jangankan untuk berbicara, bernafas saja sudah teramat sulit. Kesadaran terasa hampir hilang, Ira memeluk dirinya di sudut, memasrahkan semua keadaan pada Tuhan....Di ranjang rumah sakit, Ira terbaring dengan kondisi buruk. Peristiwa percobaan pelecehan yang di rencanakan Bram d

  • My First Love is Paman (TAMAT)   season 2 part 23 pria misterius

    Pembicaraan singkat telah selesai begitu saja meninggalkan rasa canggung di antara Ira dan juga Lingga. Sepanjang perjalanan, mata wanita cantik itu terus tertuju pada jendela. Seolah-olah ada pikiran yang membebani dirinya. Perjalanan terasa singkat hingga tak terasa Ira dan Zed telah tiba di hotel. Hari ini berjalan melelahkan, bukan tentang bagaimana Zed bahagia, namun tentang dirinya sendiri yang tak bisa melupakan masa lalu. Lingga, pria itu memanglah baik, kesalahpahaman dimasa lalu yang telah dijelaskan rinci dan pengorbanan saat ini telah menggoyahkan tekad Ira.Sambil melihat Zed disampingnya, Ira tersenyum."Sekarang bagaimana? Aku semakin takut untuk bertemu dengannya," batin Ira sembari melihat Zed. Wajah manis dan menggemaskan itu sangat mirip dengan Lingga. "Aku harus mulai menjauhinya."...Esok menjemput, Zed tampak lebih semangat memulai hari, dengan setelan kaos dan celana selutut, Zed telah siap bertemu sang ayah."Mama! Ayo kita berangkat!" Panggil Zed sembari m

  • My First Love is Paman (TAMAT)   season 2 part 22 tentang hubungan ini

    Ira tersenyum dan mengambil bola dari tangan Zed. "Baiklah," ujarnya sambil melempar bola ke Zed. Zed tertawa dan menerima bola itu, kemudian melempar kembali ke Ira.Namun, Ira tidak pernah melempar bola ke arah Lingga. Meski Lingga mencoba untuk bergabung dalam permainan, Ira selalu melempar bola ke arah Zed atau menghindari Lingga dengan lemparan yang lebih jauh. Lingga cukup memahami sikap tersebut dan tidak memaksakan diri untuk ikut bermain.Setelah bermain sejenak, Ira mengajak Zed untuk pulang. Wanita itu merasa lega dan bersyukur bahwa dia masih bisa merasa dekat dengan Zed, dan bahwa Zed masih membutuhkan kehadirannya sebagai ibu. Meski masih ada kekhawatiran, Ira tahu bahwa dia akan selalu berusaha untuk menjadi ibu yang terbaik bagi Zed....Di hotel HL&B Zed telah tertidur di pangkuan Ira. Disaat itu Arkana memberi saran."Nak, bagaimana kalau kamu menginap saja disini, Zed sudah kelelahan." Ira melihat wajah putranya yang nyenyak dalam pangkuan. Ya Zed pasti kelelahan,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status