Nadira masuk ke kamar suaminya, dengan rasa kecewa yang teramat. Ia merebahkan tubuh dan meringkuk seorang diri, yang ia rasakan tentu saja rasa kesal, karena ibu mertuanya bersikap tidak wajar seperti itu pada putranya.
Nadira gelisah, pikirannya melalang buana, bayangan akan ketidak nyamanan semakin menghantui pikirannya jika ia dan suami masih tetap tinggal di sana bersama mertuanya."Huh,"Nadira merasa gerah, padahal suhu di kamar AC itu seharusnya cukup membuat dirinya terasa dingin dan nyaman, ia turun dari ranjang, berjalan ke sana ke mari untuk mencari ketenangan, namun bukan malah tenang ia justru semakin berpikir buruk saja."Ah, tidak-tidak, aku tidak boleh berpikir buruk seperti ini! Benar, mungkin ibu mertua sedang kelelahan karena baru saja menyelesaikan tugas menikahkan putra bungsu nya, banyak sekali acara yang terjadi hingga sampai di titik ini, aku tidak boleh buruk sangka."Nadira akhirnya berdamai dengan dirinya sendiri, ia terus berusaha membujuk dan merayu hatinya agar jauh lebih baik, ia kembali ke atas ranjang dan tidur.Pukul 05:00 wibChandra keluar dari kamar bu Hesti setelah semalaman ia menemani ibunya tidur, Chandra berharap jika istrinya itu tidak marah dan memaafkan ibunya, perlahan Chandra membuka pintu kamar yang kebetulan tidak dikunci oleh Nadira, karena Nadira berharap kapanpun Chandra akan kembali ke kamarnya.Chandra menatap Nadira yang sedang tertidur pulas dengan piyama pendek yang ia kenakan, membuatnya merasa sangat gemas, perlahan Chandra mengecup bibir mungil Nadira hingga membuat Nadira terkejut dan terbangun."Mas!""Sssst, biarkan aku di sini, tidur bersamamu," bisik Chandra sangat dekat dengan wajah Nadira."Tapi bagaimana dengan ibu?" Nadira terlihat mencemaskan ibu mertuanya."Ibu sudah tidur, semalaman aku diminta untuk memijit tubuhnya, maafkan aku sayang, aku tidak kuasa menolak perintah Ibu, aku sendiri tidak tahu, mengapa Ibu sangat manja sekali," seru Chandra kesal."Mas, mungkin ibu belum siap melepaskan mu untukku, aku rasa kamu lebih baik kembali ke kamar ibu," suruh Nadira tidak ingin egois."Tidak, kau juga berhak atas diriku, apalagi ini adalah malam pertama kita." tolak Chandra dengan halus.Nadira masih memikirkan ibu mertua nya, ia tidak ingin jika sampai ibunya mengira bahwa ia telah merebut paksa Chandra darinya, tetapi Chandra juga tidak bisa membiarkan istrinya berada di dalam kamar pengantin seorang diri."Mas, aku mohon kembali lah ke kamar ibu," pinta Nadira lagi."Tidak, aku mau tidur di sini, aku mau menemani kamu." tolak Chandra, ia langsung mendekap tubuh Nadira.***"Terima kasih sayang," ucap Chandra tersenyum bahagia."Ya Mas, sama-sama," lirih Nadira yang masih berusaha mengatur nafas."Kau pasti lelah, ini masih pagi, ayo lanjut kan tidur mu." suruh Chandra, ia memeluk Nadira dan memintanya untuk tidur kembali.Tepat pukul 07:00 pagiBu Hesti terbangun dengan kecewa, karena ia sudah tidak melihat putranya lagi di sampingnya, ia menggerutu kesal dan menyibak selimut dengan kasar. Ia keluar dari kamar dan tatapannya tertuju pada pintu kamar Chandra."Pasti Chandra tidur di kamar itu bersama istrinya, tega sekali dia meninggalkan ibunya yang masih membutuhkan dirinya!" gerutu bu Hesti kesal.Saat sedang memperhatikan pintu kamar, Anita menyapa ibu mertuanya sembari membawakan makanan yang akan ia letakkan di meja makan."Selamat pagi Ibu, kau sudah bangun,""Ya, sudah.. Apa Chandra sudah bangun?""Belum Bu, sepertinya belum ada yang keluar dari kamar itu,""Sudah jam segini kok belum bangun, biar Ibu bangunkan mereka!""Eits, Bu... Jangan, mereka itu kan masih pengantin baru, jadi wajar lah bangun kesiangan, jangan di bangunkan, ya."Roy mencegah ketika ibunya hendak menghampiri kamar sang adik, karena tidak bisa berbuat sesuatu yang ia inginkan, akhirnya bu Hesti kembali ke kamarnya dengan perasaan kesal.Roy dan Anita hanya saling tatap satu sama lain, memperhatikan tingkah ibunya yang sangat aneh, tetapi mereka nampak acuh dan kembali pada aktifitas mereka masing-masing."Astaga! Mas, sudah jam berapa ini!"Nadira terbangun ketika mendengar suara berisik dari luar kamar, bu Hesti sengaja menyalakan musik dengan keras agar Nadira dan Chandra terganggu, dan apa yang ia lakukan itu akhirnya berhasil."Ada apa sayang," Chandra mengucek matanya, karena merasa masih mengantuk."Mas, kita kesiangan, ayo bangun Mas, aku malu, ini rumah ibu kamu, aku sangat malu karena bangun kesiangan," Nadira terlihat panik ketika ia menyadari jam sudah menunjukkan pukul 10:00 pagi."Tenang sayang, kak Roy dan mbak Anita dulu pas pengantin baru juga seharian malah nggak keluar kamar, tapi ibu biasa saja. Jangan terlalu khawatir." jelas Chandra melempar senyum.Tetapi Nadira tidak ingin tetap berada di kamar, ia harus bangun dan membersihkan diri, namun saat hendak menuruni ranjang, ada sebuah rasa yang teramat linu. Mungkin karena kali pertama Chandra menyentuhnya pagi tadi, hingga menimbulkan rasa nyeri."Au,"Nadira merintih sambil menahan rasa sakit. Chandra menyadari hal itu lalu dengan cepat ia meminta maaf dan membantu Nadira pergi ke kamar mandi.Kini Chandra dan Nadira sudah dalam keadaan rapi dan wangi, mereka keluar dari kamar dan disambut dengan keluarga yang sedang duduk di sofa."Sudah bangun akhirnya, ayo Chandra kita sarapan bareng," tiba-tiba bu Hesti meraih pergelangan tangan Chandra dan menuntunnya ke meja makan.Meninggalkan Nadira yang berada di belakangnya. Anita terlihat menyunggingkan senyum ketidaksukaan pada adik ipar nya itu, lalu pergi menyusul ibu mertuanya di meja makan. Begitu juga dengan Roy yang berjalan dengan tatapan fokus mengarah pada ponselnya."Sayang, ayo kita sarapan di sini," ajak Chandra memanggil Nadira."I-iya Mas." jawab Nadira gugupKini Nadira sudah berada di samping kanan Chandra, sementara di samping kiri suaminya ada sang ibu yang terlihat begitu bersemangat melayani putranya, Nadira bahkan tidak diizinkan menyiapkan makanan untuk suaminya oleh bu Hesti, di meja makan itu Nadira terlihat sangat kikuk dan tidak nyaman."Chandra sejak kecil saya layani dengan baik, saya rawat dan saya besarkan dengan penuh kasih sayang, saya berharap kalau Chandra akan berterima kasih pada saya dengan tidak menyia-nyiakan saya setelah menikah denganmu," celetuk bu Hesti menatap Nadira sinis."Bu, kenapa bicaranya seperti itu?" omel Chandra, ia kecewa ketika ibunya berkata demikian."Ibu berkata seperti itu agar istrimu tahu, bahwa bukan hanya dia yang membutuhkan dirimu, tetapi Ibu juga, jadi kamu tidak perlu marah." jawab bu Hesti ceplas ceplos.Nadira menelan saliva, tidak menyangka jika ternyata ia harus bersaing dengan ibu mertuanya sendiri terkait waktu dan cinta suaminya."Alhamdulillah pak, bu, operasinya berjalan dengan lancar meski tadi ada sedikit kendala karena ibu Nadira mengalami pendarahan tapi kami berhasil mengatasinya," ucao sang dokter."Syukurlah kalau begitu. Terima kasih banyak, dok. Terima kasih banyak atas kerja keras dokter semuanya yang sudah menangani operasi ini," ucap Wildan.Hatinya merasa sangat lega mendengar bahwa Nadira baik-baik saja. Begitu juga dengan Hesti dan juga Roy yang kini terlihat sedikit semringah."Lalu apa kita boleh melihat mereka, sok?" tanya Wildan yang sudah tak sabar untuk melihat Nadira."Emmm untuk saat ini sebaiknya jangan dijenguk dulu, ya. Kami akan memindahkan mereka ke ruangan perawatan dan nanti di sana kalian baru bisa menjenguknya," ucap sang dokter."Baik kalau begitu, dok. Sekali lagi terima kasih banyak." Roy menjabat tangan sang dokter begitupun dengan Wildan."Baik Pak sama-sama. Kalau begitu saya permisi dulu." Sang dokter pun kemudian melangkahkan kakinya pergi meninggalkan mereka.Tak lama
Nadira telah tiba di rumah sakit dan tengah bersiap untuk melakukan operasi. Ditemani oleh Hesti dan Roy, Nadira duduk di sebuah kursi tunggu menanti jadwal operasi yang akan dilaksanakan beberapa jam lagi."Wildan nggak ikut ke sini, Nadira?" tanya Roy pada Nadira.Seketika lamunan Nadira pun buyar mendengar pertanyaan dari Roy saat itu."Iya Nadira, nak Wildan kok nggak ikut menemani kamu di sini. Apa jangan-jangan dia marah karena kamu akan mendonorkan ginjal mu untuk Chandra?" tanya Hesti.Nadira pun segera meraih tangan Hesti yang saat itu berada di pangkuannya. Nadira mencoba menenangkan dan meluruskan pikiran Hesti yang sempat berpikir jauh tentang Wildan."Nggak begitu, Bu. Mas Wildan sama sekali nggak marah kok. Tadi dia bilang sedang ada urusan sebentar dan nanti dia akan kembali ke sini setelah urusannya selesai.""Kamu yakin dia tidak marah? Ibu takut dia marah. Ibu sudah sangat berhutang budi padanya. Ibu tidak ingin membuat nak Wildan kecewa," ucap Hesti."Nggak kok, Bu.
"Apa kamu serius mau mendonorkan ginjalmu pada Chandra?" tanya Hesti pada Nadira dengan kedua mata yang masih berkaca-kaca.Nadira pun mengangguk pelan. Sekilas Nadira melirik ke arah Wildan meski ia tak memberikan respon apapun."Baiklah kalau memang sudah ada pendonornya maka operasi untuk pak Chandra akan segera kami siapkan," ucap dokter yang menangani Chandra.Tak lama dokter dan perawat yang menangani Chandra pun lantas pergi meninggalkan mereka."Bu, mas Roy, aku tinggal sebentar ya. Aku mau bicara dulu dengan mas Wildan," ucap Nadira berpamitan.Setelah Hesti dan Roy mengizinkan, Nadira pun langsung berjalan menjauhi mereka bersama dengan Wildan.Sesaat Nadira masih terdiam dan belum mampu mengatakan sepatah kata apapun pada Wildan begitupun dengan Wildan yang masih terdiam.Perlahan Nadira memberanikan dirinya menggapai tangan Wildan. Kedua matanya mencoba menatap pada Wildan yang berdiri di depannya."Mas, aku mau minta izin padamu untuk mendonorkan satu ginjal ku pada mas C
Akhirnya Wildan pun keluar dan langsung disambut oleh Nadira dan juga Hesti yang sudah cukup lama menunggu di depan ruangan Chandra."Emmm M-mas, kamu sudah selesai?" tanya Nadira yang sedikit melirik ke arah Chandra dari pintu yang belum ditutup dengan sempurna oleh Wildan.Nadira merasa cukup lega saat melihat Chandra yang baik-baik dan masih duduk di atas ranjang.Meski sebenarnya Nadira tak ingin berprasangka buruk pada Wildan, tapi rasa khawatir dan cemas terus saja membelenggu di dalam hatinya saat Wildan dan Chandra berada di dalam satu ruangan yang sama."Iya aku sudah selesai. Emmm terima kasih karena kalian sudah mengizinkan aku berbicara berdua dengan Chandra," ucap Wildan."Iya santai saja, Wildan." Roy langsung menanggapi ucapan Wildan saat itu." Oh iya, Nadira, kita pulang sekarang yuk," ajak Wildan."Emmm t-tapi, Mas ...." Nadira menghentikan sejenak ucapannya."Nggak mungkin aku nolak ajakan mas Wildan pun pulang. Nanti yang ada mas Wildan malah berpikir bahwa aku leb
Chandra dan Nadira pun masuk ke dalam ruangan Chandra dan melihatnya yang tengah duduk di atas ranjang.Seketika Chandra pun menoleh ke arah Nadira dan Chandra yang mulai mendekatinya."Bagaimana kabarmu, Chandra?" tanya Wildan pada Chandra."Emmmm k-kabarku baik," jawab Chandra terbata.Ia masih tak percaya melihat kedatangan Chandra yang tiba-tiba apalagi ia datang bersama dengan Nadira.Mata Chandra pun sedikit melirik ke arah tangan Nadira yang tampak menggandeng tangan Wildan."Syukurlah kalau begitu. Aku sempat terkejut mengetahui keadaanmu yang cukup parah begini. Maaf ya karena aku baru bisa menjenguk mu," ucap Wildan lagi."I-iya, tidak apa-apa, kok. Tapi kenapa kamu datang ke sini? Apa kamu tidak bekerja?" tanya Chandra."Aku meliburkan diri untuk hari ini karena aku ingin menjenguk mu."Tak akan Wilda pun melepaskan pegangan tangan Nadira dan menoleh ke arah Nadira."Apa bisa aku bicara berdua saja dengan Chandra?" tanya Wildan pada Nadira."T-tapi, Mas." Nadira yang takut
"Sekali lagi aku tanya padamu, Nadira! Apa kamu masih mencintai Chandra?" tanya Wildan dengan nada suara bergetar.Nadira hanya bisa tertunduk di hadapan Wildan. Tangannya gemetaran dan kedua matanya berkaca-kaca.Perlahan butiran kristal dari kedua mata Nadira jatuh membasahi pipinya. "Aku minta maaf mas jika aku sudah membuatmu marah tapi aku tidak bisa membohongi perasaanku ini padamu.""Jadi maksud mu?" tanya Wildan cepat."Aku memang masih mencintai mas Wildan tapi aku sama sekali tidak pernah berpikir untuk menjalin hubungan kembali dengan mas Wildan. Aku tahu ini sangat menyakiti dirimu tapi asal kamu tahu, aku tidak pernah berniat untuk kembali dengan mas Chandra."Nadira meraih tangan Wildan perlahan. Tampak tak ada perlawanan dari Wildan saat itu. Tangan kekar Wildan kini ada digenggaman Nadira. Perlahan Nadia mengangkat tangan Wildan dan menariknya hingga ke dalam dadanya."Aku pastikan bahwa aku tidak akan kembali pada mas Chandra, Mas. Tolong kamu percaya padaku. Ini sem