Lita bangun terlambat setelah semalaman tidak bisa tidur karena memikirkan tentang semua hal yang terjadi tiba-tiba. Pikirannya dipenuhi oleh ingatan saat ia pertama kali bertemu Ardan.
Meski sudah semalaman memikirkan tentang apa yang harus dilakukannya, Lita tidak menemukan solusi selain mengundurkan diri dan menghilang dari kota itu.
‘Kalau aku menghilang tiba-tiba, apa semua akan lebih baik? Apa bocah itu akan mencari ku?’ gumam Lita dalam hati sambil memandangi jalanan melalui kaca bus trans.
Ia sebenarnya enggan berangkat bekerja karena masih tidak siap jika pria itu melakukan hal seperti kemarin. Namun ia tidak bisa izin begitu saja karena hari ini ada rapat dengan para editor.
Perempuan itu turun dari bus lalu melangkah dengan perasaan cemas. Ekspresinya semakin buruk begitu ia memasuki tempatnya bekerja.
“Selamat pagi Litara.”
Lita menoleh ke arah sumber suara. “Pagi Gio.”
Pria itu mengernyitkan keningnya. “Pagi begini
Hembusan angin sore itu membawa aroma hujan. Tidak lama setelah itu gerimis turun. Namun kedua orang itu tidak beranjak dari tempatnya duduk.Meski tidak terkena air hujan langsung, percikan air yang terbawa angin tetap mengenai keduanya. Udara yang semakin dingin itu mulai merasuk ke pori-pori kulit.Ardan memandang ke arah lain dengan ekspresi kosong. Ia kembali teringat percakapan putranya dan Lita beberapa saat yang lalu.Kenyataan bahwa Alen lebih ingin bersama Lita semakin membuatnya tersadar bahwa perannya sebagai ayah selama ini sangatlah buruk.Kalimat yang diucapkan oleh Alen menjadi lebih terasa menyakitkan karena ia sangat menyayangi putranya. Namun meski hatinya terluka, Ardan tetap menginginkan hal yang terbaik untuk putranya.Lita mengeratkan tangannya tanpa bisa menjawab perkataan Ardan. Ia hanya menatap wajah pria itu dengan ekspresi cemas.“Jangan memberitahu Alen dulu, aku akan berbicara dengannya di waktu yang sudah ditentukan. Kita lakukan seperti biasa sampai wak
Selama beberapa hari Lita terus memikirkan apa yang sudah dikatakan oleh Alen. Meski sikap Alen kembali seperti semula, perempuan itu masih merasa cemas.Ia masih belum mengatakan apa pun ke Ardan. Namun seminggu setelah liburan itu Lita akhirnya mulai memikirkan niatnya untuk berhenti bekerja supaya fokus mengurus Alen saja.Tentu saja ia masih perlu menyelesaikan pekerjaan yang ada dan membuat keadaan stabil lebih dulu. Ia tidak bisa begitu saja meninggalkan tanggungjawabnya pada orang lain.Lita menghela nafas lagi. Ia meijat dahinya pelan. Sikapnya itu sejak tadi diperhatikan oleh Ardan, tapi perempuan itu tidak menyadarinya.Ardan sendiri sempat merasa Lita dan Alen menjadi agak berbeda setelah berkunjung ke taman hiburan minggu lalu, tapi pria itu tidak sempat bertanya.Tidak hanya tentang itu. Kejadian-kejadian sebelumnya pun tidak dibicarakan lagi dan dibiarkan menumpuk begitu saja. Hal tersebut membuat Ardan merasa canggung untuk memulai percakapan.“Apa ada masalah?” tanya A
Suasana sore hari di taman hiburan itu menjadi mendung tiba-tiba. Bianglala itu masih tidak bergerak. Semuanya seolah terhenti di saat yang bersamaan.“Alen? Apa maksud mu?” tanya Lita tergagap.Bocah kecil itu tersenyum tapi ekspresinya terlihat sangat sedih. Alen terlihat ragu, seperti sedang memikirkan apakah ia akan melanjutkan perkataannya atau tidak.Matanya mulai berkaca-kaca karena membayangkan kehidupan dimana Lita harus pergi dari hidupnya.Melihat mata Alen yang berkaca-kaca, Lita pindah tempat duduk di samping Alen. Ia membelai lembut kepala bocah itu, mencoba menenangkannya meski ia sendiri sebenarnya sedang merasa tidak tenang.“Alen, apa kamu mendengar ucapan mama saat di penginapan waktu itu?” tanya Lita mencoba memastikan.Alen mengangguk. Namun kali ini ia tidak berani menatap wajah Lita. Ia lebih memilih mengamati sepatu putih yang sedang dipakainya.“Sayang, kamu salah paham. Mama berkata begitu karena marah, maksud mama tidak seperti yang kamu pikirkan.”Bocah kec
Esok harinya Alen bangun pagi sekali karena bersemangat untuk jalan-jalan. Seperti yang sudah dijanjikan oleh Lita, mereka akan pergi ke taman hiburan lagi.Keduanya diantar oleh Zan. Meski awalnya menolak, Lita tidak bisa mengabaikan permintaan Ardan yang ingin menjaga keamanan putranya.Pukul 10 pagi mereka bertiga sampai di taman hiburan L Fantasy di Bandung. Suasana ditempat hiburan itu sudah ramai seperti biasa. Namun cuaca hari itu lebih cerah daripada sebelumnya.Lita sudah melihat prakiraan cuaca sehingga ia sudah menyiapkan topi dan kipas kecil jika nanti Alen kepanasan.“Zan, kamu ikut masuk atau ada hal lain yang ingin kamu lakukan?”“Om Zan pergi saja ya? aku ingin disini berdua saja dengan mama,” sela Alen sebelum Zan menjawab.“Alen, tidak boleh begitu,” ucap Lita yang kemudian mengelus kepala Alen pelan. Namun bocah kecil itu hanya menggembungkan pipinya.Zan yang melihat itu tertawa. “Tidak apa-apa, saya sepertinya akan mengunjungi kerabat saya disini. Tapi tolong jaga
Lita sengaja berangkat lebih lambat dari biasanya supaya bisa menemani Alen sarapan dan mengantarnya ke playgroup.Ia juga pulang lebih awal meski seharusnya masih lembur untuk menyelesaikan pekerjaan. Perempuan itu ingin menemani Alen makan malam sampai bocah kecil itu tidur.Sebagai ganti waktu yang ia gunakan untuk Alen, Lita harus kembali mengerjakan pekerjaannya setelah ‘putranya’ tidur.Perempuan itu mengurangi waktu istirahatnya karena tidak ingin membuat Alen merasa sendiri. Baginya itulah hal terpenting yang harus dilakukannya.Hal itu berlangsung hingga beberapa hari. Tidur setelah jam 2 dini hari lalu bangun pukul 5, kemudian langsung bersiap. Lita menjalani rutinitas itu dan mengabaikan rasa lelah yang mulai menumpuk pada tubuhnya.Tatapan matanya fokus dengan layar di depannya sedangkan tangannya menari lincah di atas keyboard putih. Lita bahkan tidak sadar jika sejak tadi seseorang sedang mengamatinya dari belakang.Pria itu mengamati jam di tangannya lalu masuk ke dalam
Lita, Ardan dan Alen kembali ke Jakarta pada malam hari setelah hujan reda. Suasana hening dalam perjalanan menyelimuti keluarga kecil itu.“Kamu baik-baik saja?” tanya Lita yang menangkap perubahan suasana hati Alen.Bocah kecil di samping Lita itu tersenyum. “Ya aku hanya masih merasa mengantuk.”“Tapi kamu sudah tidur cukup lama loh.”“Hmmm, tapi aku masih mengantuk.”Ardan melirk dari spion tengah lalu kembali fokus menyetir. “Kamu bisa tidur lagi.”“Ya…”Suasana kembali menjadi hening. Lita akhirnya memilih memejamkan matanya karena tidak tau harus bebicara apa.Setelah ia mengungkapkan amarahnya ke Ardan sore tadi, Lita tetap berada di luar ruangan dekat kolam ikan di penginapan itu. Perempuan bermata coklat itu baru kembali begitu matahari tenggelam.Ia tidak tau harus berkata apa kepada Ardan, jadi ia memilih diam seolah tidak terjadi apa pun. Tidak seperti yang dikhawatirkannya, Ardan juga tidak membahas hal itu lebih lanjut. Sikap pria itu tetap sama seperti biasa.Sesampain