Chapter: teror?Renjana merapatkan jaketnya, menahan dingin dan amarah sekaligus. Ia menatap punggung Sagara yang menjauh dengan sorot tajam, penuh tekad. Lalu ia menunduk, mengatur napas, dan melangkah pelan menjauh dari kerumunan. Tapi tidak benar-benar pergi.Ia bersembunyi kembali, kali ini lebih jauh dan hati-hati. Suasana di depan masih tegang. Kamera di tangannya bergetar, tapi kali ini bukan karena takut — melainkan karena dorongan kuat untuk menyelesaikan tugasnya.Ia mengambil beberapa foto dari kejauhan. Memastikan tidak ada cahaya flash, tidak ada suara mencurigakan. Merekam secuil demi secuil bukti yang bisa ia gunakan untuk artikelnya nanti.Jam menunjukkan pukul 23.47 ketika mobil-mobil itu satu per satu pergi. Sagara adalah yang terakhir naik ke dalam kendaraannya. Sekali pun ia tak menoleh ke belakang.Saat lokasi benar-benar sepi, Renjana berdiri dari persembunyian dan berjalan cepat ke area tempat mereka tadi berdiri. Ia menemukan puntung rokok, selembar kertas kontrak yang tampakn
Last Updated: 2025-05-05
Chapter: Bab 4 ~ Selalu Bertemu Pagi itu, mata Renjana masih sembab saat ia tiba di kantor. Namun seperti biasa, ia menarik napas panjang dan memaksa dirinya tersenyum tipis. Tidak ada yang boleh tahu betapa hancurnya dirinya semalam. Sesampainya di meja kerjanya, ia langsung menyalakan laptop dan mulai mencari-cari pekerjaan tambahan. Matanya berkabut, pikirannya berisik — namun ia tahu, ia tidak boleh diam. Saat itu, mata Renjana terpaku pada papan pengumuman internal. Ada pengumuman kecil: "Dibutuhkan relawan untuk liputan tambahan malam ini. Bonus lembur diberikan." Tanpa pikir panjang, Renjana berdiri dari kursinya dan langsung berjalan cepat ke ruangan atasannya. Tok. Tok. "Masuk," terdengar suara berat dari dalam. Renjana membuka pintu perlahan. Pak Adi, atasannya, sedang sibuk meneliti beberapa berkas. "Ada apa, Renjana?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangan. "Saya mau ambil tugas lembur malam ini, Pak," ucap Renjana cepat. Pak Adi akhirnya mendongak. Wajahnya tampak ragu. "Ini tuga
Last Updated: 2025-03-05
Chapter: Bab 3~rumah?Malam sudah larut ketika Renjana akhirnya tiba di depan rumah. Rumah itu kecil, cat temboknya mulai pudar, beberapa bagian pagar berkarat. Lampu teras redup, nyaris mati. Tapi di sinilah tempat yang disebutnya “rumah” — meski tak pernah benar-benar terasa seperti rumah baginya.Ia menarik napas panjang sebelum mengetuk pintu. Tak sampai satu menit, daun pintu dibuka kasar dari dalam. Sosok seorang wanita berusia setengah baya berdiri di ambang pintu, mengenakan daster lusuh, dengan wajah masam. Ibunya.Mata sang ibu langsung menyipit begitu melihat Renjana. Tanpa sapaan, tanpa senyum."Kamu pulang juga akhirnya," gumamnya ketus. "Kira-kira mau tidur di jalan, ya?"Renjana menunduk sedikit, menahan perih yang menguar dari nada suara itu. Ia masuk pelan, membiarkan ibunya berlalu ke dalam tanpa menunggunya.Bau masakan gosong tercium samar dari dapur. Rumah itu berantakan — piring kotor menumpuk di wastafel, baju berserakan di kursi ruang tamu. Renjana terbiasa dengan pemandangan in
Last Updated: 2025-03-05
Chapter: Bab 2 ~ undangan khusus Konferensi pers tentang pertemuan para pengusaha besar dan juga memperlihatkan inovasi yang mereka buat akhirnya selesai. Para jurnalis berhamburan keluar dari ruangan, sibuk mengejar deadline, mengetik cepat di ponsel atau menelepon kantor. Suasana ramai, namun bagi Renjana, dunia seolah menyempit. Ia berjalan perlahan, menuruni anak tangga kecil menuju lorong hotel. Pundaknya terasa pegal, pikirannya penuh. Tapi setidaknya — tugas utamanya hari ini sudah ia selesaikan. Atau begitulah pikirnya, sebelum sebuah sosok menghalangi jalannya. Sagara. Bersandar santai di dinding lorong, lengan terlipat di dada, seperti sengaja menunggu. Renjana berusaha bersikap biasa saja, menarik napas dalam-dalam. Ia mencoba melangkah melewati pria itu tanpa memulai percakapan, tapi suara Sagara menahan langkahnya. "Masih sama seperti dulu," gumamnya. Suaranya berat, rendah, namun penuh sindiran yang menusuk. "Berusaha keras kelihatan hebat, padahal cuma anak bawang." l
Last Updated: 2025-03-02
Chapter: Bab 1 ~ konferensi pers Langit abu-abu menaungi kota pagi itu. Gerimis tipis membasahi jalanan saat Renjana Ayudya turun dari bus, menenteng tas berisi buku catatan dan perekam suara. Ditangannya, kartu pers tergenggam erat — tanda resminya sebagai jurnalis muda Sentra Media. Hari ini, ia mendapat tugas pertamanya: menghadiri konferensi pers di Hotel Grand Marvell. Sebuah langkah kecil, tapi bagi Renjana, ini berarti dunia. Setibanya di kantor, Pak Arman, pemimpin redaksi, sudah menunggunya di meja. Tanpa banyak basa-basi, pria itu menyerahkan map berisi rundown acara. "Fokus ke isu utama. Dengarkan baik-baik. Jangan ragu bertanya,"katanya sambil menatap Renjana dengan serius. Renjana mengangguk cepat. "Siap, Pak." Beberapa menit kemudian, ia kembali keluar, melawan hembusan angin dingin yang menerpa wajahnya. Di dalam perjalanan menuju hotel, pikirannya sibuk membayangkan berbagai kemungkinan: siapa saja yang akan hadir, apa yang harus ia tanyakan, bagaimana nanti ia menulis berita pertama
Last Updated: 2025-03-02