Share

09.06
09.06
Author: Sasha

Chapter 1

Keinginanku hanya satu dan terlihat sangat mudah. Aku hanya ingin bahagia. Tapi, kenapa Tuhan sangat sulit untuk mewujudkannya? Apakah aku tidak diperbolehkan untuk bahagia? Apakah aku harus merasakan sakit dan menderita seumur hidupku?

Katanya, Tuhan itu adil. Dia adil terhadap hamba nya. Skenarionya terlalu indah dan sangat sulit ditebak. Namun, tidak untukku. Skenarionya buruk dan mudah ditebak.

Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah bahagia. Mungkin.

Dalam cahaya yang minim dan tertutup. Sudah dapat dipastikan jika seseorang yang berada di dalamnya akan tercekik karena pengap, minim udara.

Dia meringkuk dalam kedinginan dan juga ketakutan. Bibirnya bergetar hebat, wajah pucat pasi, bahkan suhu tubuhnya yang meninggi.

Perlahan, air matanya kembali menetes, seiring rasa sakit di seluruh tubuhnya bercampur menjadi satu.

"Bunda.... Aku mau ikut Bunda."

"DEN?! ADEN TEH GAK APA-APA DI DALAM?!"

Teriakan dari luar yang sejak dua jam yang lalu selalu mengganggu indera pendengarannya, membuatnya kembali menangis.

"Pak, cepat, pak! Anak majikan saya ada di dalam."

Dia dapat mendengar dengan jelas, bahwa seseorang berusaha untuk mengeluarkan dirinya dari ruangan gelap ini.

"ADEN?! ASTAGA, KENAPA KAMU BISA SEPERTI INI?"

Jia berteriak histeris kala melihat anak majikannya yang meringkuk dan menggumamkan, menyebut Bunda nya. Lantas, Jia menghampiri anak majikan sekaligus mantan sahabatnya itu dan memeluknya erat.

"Aku kangen Bunda. Kenapa Bunda tidak menjemput ku?" gumam anak kecil itu.

Dalam pelukan yang erat itu, Jia dapat merasakan bahwa anak majikannya menangis. Hatinya sangat teriris di saat mengetahui apa yang terjadi selama dia tidak ada di rumah ini.

Selama seminggu belakangan ini, Bi Jia izin untuk pulang ke kampung karena anak Kakak iparnya yang menikah.

Jia mengira bahwa tuan majikannya akan memperlakukan anaknya seperti biasa, karena sebelumnya tuan majikannya tidak pernah kasar, dan sekarang, pria itu memutuskan untuk pergi dari rumah ini, membawa seluruh barang-barangnya dan meninggalkan anaknya sendirian. Tanpa penjagaan siapapun.

Bayangkan saja, dalam usia dini, seorang anak berusia empat setengah tahun, harus merasakan sakit luar biasa, karena sikap Ayahnya.

Ibu dari anak majikannya sudah meninggal, lima menit setelah anak laki-laki ini lahir ke dunia.

Hidup tanpa seorang Ibu, bukanlah hal yang mudah. Sering diacuhkan oleh sang Ayah, karena urusan pekerjaan.

Untungnya, Jia dapat diterima bekerja di rumah besar ini, dan bisa mengasuh anak laki-laki kurang kasih sayang ini.

"Raja, dengerin Bibi, mau ya?"

Jia mengendurkan pelukannya, menangkup pipi chubby milik Raja, dan menghapus jejak air matanya.

"Ayah jahat, Bi. Ayah.... benci sama Raja. Ayah bilang, kalau Raja.... yang udah bikin Bunda pergi."

Raja terisak kuat. Menundukkan kepalanya, hingga poni rambutnya menutupi sebagian wajahnya.

Jia kembali menangis. Tidak kuasa menahan sesak di bagian dadanya yang terasa mencekik. Dengan kasar, Jia mengangkat dagu milik Raja, dan pandangan mereka bertemu.

"Raja artinya pemimpin. Seorang pemimpin tidak mungkin menundukkan kepalanya. Jika hal itu terjadi, seorang Raja tidak akan pernah dianggap sebagai seorang pemimpin karena dia tidak percaya diri."

"Raja. Dengerin kata Bibi. Raja itu bukan orang yang sudah membuat Bunda Raja pergi. Itu sudah kehendak Tuhan. Tidak ada yang bisa melarang Tuhan, untuk menentukan takdir seseorang."

Jia menghapus air mata anak kecil itu.

Dua orang yang sejak tadi berdiri mematung di depan pintu gudang belakang rumah itu, tidak kuasa menahan air mata mereka. Tidak menyangka bahwa anak tuan majikannya akan merasakan hal semenyakitkan seperti ini, di usainya yang masih terbilang sangat muda.

"Aku tidak menyangka, bahwa kepergian nyonya majikan, akan terjadinya hal seperti ini."

Salah satu diantara dua orang itu membuka suara. Menatap kedua orang itu dengan sorot luka.

"Itu sudah takdir. Tidak ada yang bisa menentukannya."

Yang satu lagi memberikan masukan. Tatapan nya tidak teralihkan sedikitpun.

"Sekarang, Raja ikut Bibi aja ke kampung, ya? Mau, kan?"

Raja mengangguk dengan cepat.

"Kalian beres kan seluruh barang-barang yang diperlukan oleh Raja. Jangan lupa bahwa kartu yang telah disiapkan oleh nyonya majikan yang dulu," perintah Jia kepada dua orang yang sejak tadi berdiri kaku.

"Baik."

Kedua orang itu pergi, menjalankan perintah Jia.

Jia bangkit, diikuti oleh Raja. Wanita berumur itu menggenggam tangan Raja dengan erat, seolah menyalurkan keberanian.

"Siap memulai kehidupan baru?" tanya Jia menatap kearah Raja yang sejak tadi menunduk.

"Siap!" jawab Raja dengan semangat, mengangkat kepalanya. Senyum manis merekah di bibir mungil anak itu.

Jia langsung mengangkat dan menggendong Raja di depan, dan segera meninggalkan gudang itu.

Sesampainya di dalam rumah, langkah Jia terhenti, membuat Raja membalikkan tubuhnya.

"Mau kemana kalian?"

Ayah Raja menatap tajam orang yang berada di hadapannya. Nada dingin dan terdengar menyeramkan, mampu membekukan siapapun. Termasuk Raja sendiri.

"Saya akan membawa Raja bersama saya!"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
awal yang bagus.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status