Share

Chapter 7

"Thanks udah mau bantuin," ucap Raja.

"Nggak masalah kali. Lagian, kita kan teman," sahut Mervi.

"Mau mampir?" tawar Raja. Mereka menggeleng. 

"Lain kali aja. Gua mau ke masjid dulu. Lo nggak ke masjid?" tanya Bian. 

"Gue non-muslim," jawab Raja. 

"Oh, sorry. Gua nggak tahu soal itu." Raut wajah Bian menjadi pias. 

"Nggak masalah." 

"Kalau gitu kita duluan ya," ujar Marva. Raja mengangguk. 

"Ntar malem jan lupa kumpul di warung tadi. Anggap aja perkenalan diri lo." Suara Ojal. 

"Kalau nggak sibuk, gue ngumpul kok."

***

Makan malam telah tiba. Balak dan anak itu tampaknya tengah menikmati makan malam.

"Bagaimana keseharian kamu selama Papa nggak ada di rumah?" tanya Heru membuka percakapan.

Raja terdiam cukup lama. "Nothing special, and very boring. But, quite fun." 

"Any friends here?" 

"Yes. But not as cool as the ones over there."

Heru menyudahi makannya. 

"Mulai besok, kamu sudah mulai sekolah. Dan, nggak ada lagi kata mengantar kamu ke sekolah. Jangan membuat Papa malu." 

Setelah mengatakan itu, Heru melongos pergi, meninggalkan Raja yang masih termenung.

"Sekolah, sekolah dan sekolah. Sangat membosankan."

***

Pagi telah tiba. Sekolah SMA Gerhana mulai ramai akan anak murid yang mulai berdatangan. 

Tepat pukul delapan pagi, kegiatan pembelajaran sudah di mulai. Guru mulai masuk ke dalam kelas untuk mengajar.

Tapi tidak seperti kelas 10 IPS 3. Suasana yang hening, namun bukan karena belajar. Warga kelas sibuk pada benda pipih nya masing-masing.

"Ini memang nggak ada guru atau bagaimana?" 

Suara seorang lelaki bernama Nanda Ardiansyah, memecah keheningan.

"Mungkin gurunya lelah, mengajari kita yang sama sekali tidak mudah paham. Dan berakhir mengundurkan diri dan berakhir bunuh diri." 

Jawaban yang keluar dari mulut seorang lelaki bernama Afriansyah Mukti menimbulkan suara kebisingan.

"Afri kalau ngomong nggak ada benar-benarnya," celetuk Zahra.

"Ya, lagian udah berapa les kita kosong? Kalau memang nggak masuk, kenapa nggak kasih tahu aja coba. Menunggu itu nggak enak," sahut Saddam.

"SEMUANYA HARAP DIAM!" 

Suara bariton itu mengagetkan warga kelas. Seketika suasana menjadi kicep, lantaran tatapan tajam menatap mereka secara bergilir. 

"Kapan guru itu masuk?" bisik Zahra pada Aisyah. Teman sebangkunya.

"Nggak tau. Tiba-tiba aja nongol, kek jelangkung," jawab teman Zahra pelan agar tidak terdengar oleh guru di depan.

"Itu yang di belakang ngapain bisik-bisik? Nggak ada kerjaan lain?" tegur guru tersebut. 

Atensi mengarah pada Zahra dan Aisyah. Keduanya menunduk malu. Guru sialan! Umpat kedua perempuan itu.

"Perhatian semuanya. Harap diam dan jangan bersuara. Saya menyita waktu kalian sebentar," ujar guru itu bernama Dewan. 

"Hari ini kalian kedatangan teman baru," ujar guru itu. 

"Kamu yang di luar, silahkan masuk dan perkenalkan diri kamu ke teman-teman kamu." Pak Dewan kembali berucap.

Seorang lelaki dengan jaket berwarna biru itu masuk ke dalam kelas, dan mengundang perhatian para kaum cewek kelas tersebut.

"Harap semuanya diam dan jangan ada yang berbicara lagi!" perintah pak Dewan.

"Silahkan perkenalkan diri kamu." Lelaki itu mengangguk.

"Cukup panggil Raja. Pindahan Bandung." Perkenalan yang sangat singkat.

Pak Dewan terdiam cukup lama. Lalu berujar. "Nggak ada yang mau di sampaikan lagi ke teman-teman kamu?" 

Raja menggeleng sebagai jawaban. 

"Saya nggak kenal dengan mereka. Dan, mereka bukan teman saya, pak." 

Pak Dewan mengangguk saja. "Silahkan kamu duduk di samping—Fila mana?" tanya pak Dewan sesaat menyadari bahwa ada yang kurang.

"Fila nggak tau, pak," jawab salah satu siswi bernama Cahya.

"Fila ke toilet tadi, pak. Katanya kalau ada guru masuk, suruh izin dulu." 

Pak Dewan memanggut. 

"Kamu duduk di salah satu bangku kosong. Pastikan besok sepatu kamu berwarna hitam polos, bukan berwarna hitam putih. Paham?" 

Raja mengangguk malas lalu berjalan ke bangku kosong.

"Baiklah. Pelajaran kita kali ini tentang fisika. Ada yang tahu apa itu fisika?" tanya pak Dewan memulai pembelajaran.

"Fisika adalah cabang dari pelajaran IPA, pak," jawab Nanda.

"Bagus. Yang lainnya? Menurut pendapat kalian aja lah. Kira-kira, apa itu fisika?" 

Hening dan diam. Sangat mewakili suasana kelas tersebut.

"Auh! Nggak ada yang tahu? Macam mana kalian ini. Fisika aja nggak tahu?" tanya pak Dewan menggelengkan kepalanya.

"Kalau nggak ada yang menjawab, terpaksa saya akan menunjuk kalian satu persatu," ancam pak Dewan.

"Saya pak!" Zahra mengangkat tangannya ke atas.

"Ya, kamu. Apa yang kamu ketahui tentang fisika?" 

"Fisika adalah pelajaran menghitung buah jatuh," jawab Zahra dengan santai.

"Fisika adalah pelajaran menghitung buah jatuh? Memangnya fisika hanya menghitung buah jatuh saja?" 

"Yang lain?" 

"Fisika adalah sebuah pelajaran," kata Saddam.

"Fisika adalah pelajaran yang tidak saya sukai," ucap Dafa.

"Sangat jujur sekali ya, Dafa," sahut Aisyah.

"Siti Aisyah. Mana orangnya?" panggil pak Dewan.

"Saya pak!" Aisyah mengangkat tangannya ke atas.

"Apa yang kamu ketahui tentang fisika?" 

"Fisika adalah musuh bebuyutan saya setelah matematika," jawab Aisyah enteng. Tak lupa dengan senyuman andalannya.

"Yang lainnya?" 

"Fisika adalah sebuah pelajaran yang mengajarkan saya arti kegabutan yang sebenarnya." 

"Fisika adalah pelajaran tersulit setelah matematika."

"Fisika adalah ilmu yang mempelajari tentang pelajaran fisika."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status