Persaingan antara Fila dan Sasha semakin memanas kala anak baru pindahan dari Bandung mengacaukan semuanya. Saingan semakin sengit, saat keduanya jatuh pada lelaki yang sama. Lelaki yang merebut gelar mereka sebagai yang pertama dan kedua. Lalu, tembok yang dibangun oleh Sasha untuk tidak memikirkan lelaki, dan hanya fokus dengan deretan rumus yang memenuhi masa remajanya, harus hancur karena perhatian kecil lelaki itu. Fila yang bodo amat dengan perasaan. Mengorbankan hatinya untuk kesenangan kedua orang tuanya yang selalu ingin menomorsatukan dirinya untuk dipamerkan kepada tetangganya. Dan tidak memikirkan perasaannya. Rasa lelah semakin memuncak, dan menyerah adalah kata akhirnya. Bagaimana dengan kisah mereka?
View MoreKeinginanku hanya satu dan terlihat sangat mudah. Aku hanya ingin bahagia. Tapi, kenapa Tuhan sangat sulit untuk mewujudkannya? Apakah aku tidak diperbolehkan untuk bahagia? Apakah aku harus merasakan sakit dan menderita seumur hidupku?
Katanya, Tuhan itu adil. Dia adil terhadap hamba nya. Skenarionya terlalu indah dan sangat sulit ditebak. Namun, tidak untukku. Skenarionya buruk dan mudah ditebak.
Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah bahagia. Mungkin.
Dalam cahaya yang minim dan tertutup. Sudah dapat dipastikan jika seseorang yang berada di dalamnya akan tercekik karena pengap, minim udara.
Dia meringkuk dalam kedinginan dan juga ketakutan. Bibirnya bergetar hebat, wajah pucat pasi, bahkan suhu tubuhnya yang meninggi.
Perlahan, air matanya kembali menetes, seiring rasa sakit di seluruh tubuhnya bercampur menjadi satu.
"Bunda.... Aku mau ikut Bunda."
"DEN?! ADEN TEH GAK APA-APA DI DALAM?!"
Teriakan dari luar yang sejak dua jam yang lalu selalu mengganggu indera pendengarannya, membuatnya kembali menangis.
"Pak, cepat, pak! Anak majikan saya ada di dalam."
Dia dapat mendengar dengan jelas, bahwa seseorang berusaha untuk mengeluarkan dirinya dari ruangan gelap ini.
"ADEN?! ASTAGA, KENAPA KAMU BISA SEPERTI INI?"
Jia berteriak histeris kala melihat anak majikannya yang meringkuk dan menggumamkan, menyebut Bunda nya. Lantas, Jia menghampiri anak majikan sekaligus mantan sahabatnya itu dan memeluknya erat.
"Aku kangen Bunda. Kenapa Bunda tidak menjemput ku?" gumam anak kecil itu.
Dalam pelukan yang erat itu, Jia dapat merasakan bahwa anak majikannya menangis. Hatinya sangat teriris di saat mengetahui apa yang terjadi selama dia tidak ada di rumah ini.
Selama seminggu belakangan ini, Bi Jia izin untuk pulang ke kampung karena anak Kakak iparnya yang menikah.
Jia mengira bahwa tuan majikannya akan memperlakukan anaknya seperti biasa, karena sebelumnya tuan majikannya tidak pernah kasar, dan sekarang, pria itu memutuskan untuk pergi dari rumah ini, membawa seluruh barang-barangnya dan meninggalkan anaknya sendirian. Tanpa penjagaan siapapun.
Bayangkan saja, dalam usia dini, seorang anak berusia empat setengah tahun, harus merasakan sakit luar biasa, karena sikap Ayahnya.
Ibu dari anak majikannya sudah meninggal, lima menit setelah anak laki-laki ini lahir ke dunia.
Hidup tanpa seorang Ibu, bukanlah hal yang mudah. Sering diacuhkan oleh sang Ayah, karena urusan pekerjaan.
Untungnya, Jia dapat diterima bekerja di rumah besar ini, dan bisa mengasuh anak laki-laki kurang kasih sayang ini.
"Raja, dengerin Bibi, mau ya?"
Jia mengendurkan pelukannya, menangkup pipi chubby milik Raja, dan menghapus jejak air matanya.
"Ayah jahat, Bi. Ayah.... benci sama Raja. Ayah bilang, kalau Raja.... yang udah bikin Bunda pergi."
Raja terisak kuat. Menundukkan kepalanya, hingga poni rambutnya menutupi sebagian wajahnya.
Jia kembali menangis. Tidak kuasa menahan sesak di bagian dadanya yang terasa mencekik. Dengan kasar, Jia mengangkat dagu milik Raja, dan pandangan mereka bertemu.
"Raja artinya pemimpin. Seorang pemimpin tidak mungkin menundukkan kepalanya. Jika hal itu terjadi, seorang Raja tidak akan pernah dianggap sebagai seorang pemimpin karena dia tidak percaya diri."
"Raja. Dengerin kata Bibi. Raja itu bukan orang yang sudah membuat Bunda Raja pergi. Itu sudah kehendak Tuhan. Tidak ada yang bisa melarang Tuhan, untuk menentukan takdir seseorang."
Jia menghapus air mata anak kecil itu.
Dua orang yang sejak tadi berdiri mematung di depan pintu gudang belakang rumah itu, tidak kuasa menahan air mata mereka. Tidak menyangka bahwa anak tuan majikannya akan merasakan hal semenyakitkan seperti ini, di usainya yang masih terbilang sangat muda.
"Aku tidak menyangka, bahwa kepergian nyonya majikan, akan terjadinya hal seperti ini."
Salah satu diantara dua orang itu membuka suara. Menatap kedua orang itu dengan sorot luka.
"Itu sudah takdir. Tidak ada yang bisa menentukannya."
Yang satu lagi memberikan masukan. Tatapan nya tidak teralihkan sedikitpun.
"Sekarang, Raja ikut Bibi aja ke kampung, ya? Mau, kan?"
Raja mengangguk dengan cepat.
"Kalian beres kan seluruh barang-barang yang diperlukan oleh Raja. Jangan lupa bahwa kartu yang telah disiapkan oleh nyonya majikan yang dulu," perintah Jia kepada dua orang yang sejak tadi berdiri kaku.
"Baik."
Kedua orang itu pergi, menjalankan perintah Jia.
Jia bangkit, diikuti oleh Raja. Wanita berumur itu menggenggam tangan Raja dengan erat, seolah menyalurkan keberanian.
"Siap memulai kehidupan baru?" tanya Jia menatap kearah Raja yang sejak tadi menunduk.
"Siap!" jawab Raja dengan semangat, mengangkat kepalanya. Senyum manis merekah di bibir mungil anak itu.
Jia langsung mengangkat dan menggendong Raja di depan, dan segera meninggalkan gudang itu.
Sesampainya di dalam rumah, langkah Jia terhenti, membuat Raja membalikkan tubuhnya.
"Mau kemana kalian?"
Ayah Raja menatap tajam orang yang berada di hadapannya. Nada dingin dan terdengar menyeramkan, mampu membekukan siapapun. Termasuk Raja sendiri.
"Saya akan membawa Raja bersama saya!"
Heru mengangguk. Alasan yang bagus."Masuk ke kamar kamu sana. Besok sekolah, dan Papa nggak mau kamu absen di bulan pertama. Kalau bulan kedua mah, nggak papa," suruh Heru yang dibalas anggukan oleh Raja.Setelahnya, Heru pergi menuju kamarnya sendiri. Namun, mendengar suara Raja lagi, dirinya mengurungkan niatnya."Pa," panggil Raja. Dengan cepat, Heru membalikkan tubuhnya."Kenapa?" Raja menatap Papa nya dengan ragu."Apa yang mau kamu katakan? Jangan ragu, katakan saja. Daripada mengganggu pikiran kamu, dan kamu tidak bisa tidur dengan nyenyak." Suara Heru kembali mengudara."Papa.... tau rumah Ayah, tidak?"Heru menatap anaknya bingung. Kenapa mendadak bertanya tentang Ayahnya?"Memangnya kenapa?""Kamu rindu dengan Ayah kamu yang brengsek itu?"Kalimat itu sangat menusuk di hati Raja."Bukan. Raja cuma mau ambil foto Bunda aja. Kata Tante Alifah, Papa ng
"Maafkan saya, pak. Saya terpaksa melakukan itu karena istri anda yang keracunan makanan. Penyakit pasien yang mendadak kambuh, juga hantaman keras itu membuat istri anda tidak bisa bertahan dengan lama. Tadi, pasien sempat sadar sebentar, dan meminta kami untuk menyelamatkan anaknya, dibanding dirinya. Sedangkan bapak tadi mengatakan harus menyelamatkan istri bapak dibanding anaknya. Dan kami memutuskan untuk menyelamatkan anak anda, karena salah satu pembunuh darah istri anda yang bocor. Sekali lagi, saya dan tim saya minta maaf, pak."Dari penjelasan dokter tadi, satupun tidak ada yang bisa Rizal terima. Di satu sisi, dirinya sangat senang anak yang sejak lama ia tunggu, akhirnya lahir, namun dalam keadaan prematur. Sedangkan di sisi lain, dirinya sangat kecewa lantaran istrinya yang meninggalkan dirinya seorang diri, dengan bayi hasil dari pernikahannya dengan Widya.Kenapa takdir sangat kejam dengannya? Mengapa salah satu diantaranya harus pergi, sedangkan d
"Nggak tahu. Tadi gue ke kamar mandi sebentar. Pas gue balik, di sini cuma ada Rizal doang. Pas gue tanya Widya sama Jia ke mana. Katanya mereka mau ke kamar mandi. Tapi, setengah jam kita berdua nunggu, mereka nggak balik-balik." Heru menjelaskan dengan detail. "Gimana? Widya udah ketemu?" tanya Rizal dengan napas tidak beraturan. "Belum. Gue udah cari ke seluruh tempat di taman, tapi nggak ada." Heru menjawab. "WOI! JANGAN DIAM AJA, ITU DI TOLONGIN MBAK-MBAK NYA. KASIHAN DIA. SEBENTAR LAGI AMBULANS DATANG!" Teriakan dari arah jalan mengalihkan pandangan mereka. "Itu ada apa?" tanya Alifah ketika melihat banyaknya orang yang berlarian menuju jalan raya. Tidak menjawab pertanyaan Alifah, para lelaki itu berlari kencang, menerobos kerumunan massa yang mengumpul. "WIDYA!" teriak Ri
"Maksudnya apa? Jangan sembunyiin semuanya dari aku, aku bingung harus kayak mana." Raja menunduk dalam."Kamu memang orang yang sudah membuat Bunda kamu pergi, karena saat itu, Bunda kamu berjuang mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan kamu."Raja tertegun mendengar itu. Jadi, benar. Dirinya adalah orang yang sudah membuat Bunda nya pergi?"Tapi, semua itu tidak akan terjadi jika Mama kamu bertindak segila itu. Saat itu...."Flashback09 Juni 2006Alifah, Widya, Jia dan para lelaki lainnya, berjalan menemani Widya yang katanya tengah ngidam. Menginginkan jalan-jalan di sekitaran taman bersama-sama."Kalau nanti anak aku udah lahir, pasti kita nggak akan bisa kumpul kayak gini lagi. Pastinya aku bakal sibuk urus anak aku." Widya membuka suara."Nggak papa kali, Wid. Lagian, kita kan bisa datang ke rumah lo. Nggak usah sedih gitu, ah," hibur Alifah."Nah, benar yang di katakan Alifah. Nggak usah merasa
"Fisika adalah suatu pelajaran yang terdiri dari enam huruf.""Fisika adalah suatu pelajaran yang memahami arti emosi, pusing, dan sabar dalam waktu yang bersamaan."Jawaban ngawur lainnya masih terdengar, membuat guru itu bungkam."Kenapa diam, pak? Jawaban kami salah?" tanya Afri."Nggak. Jawaban kalian nggak ada yang salah, dan juga nggak ada yang benar," jawab pak Dewan."Terus, kenapa diam?" Kali ini Dafa yang bertanya."Saya diam karena saya bingung dengan jawaban kalian yang kelewat benar."Tawa mulai terdengar, hingga guru itu kembali bersuara."Baiklah. Saya akan menjelaskan apa itu fisika. Fisika sains atau ilmu alam yang mempelajari materi beserta gerak dan perilakunya dalam lingkup ruang dan waktu, bersamaan dengan konsep yang berkaitan seperti energi dan gaya. Sebagai salah satu ilmu sains paling dasar, tujuan utama fisika adalah memahami bagaimana alam semesta berkerja," jelas pak Dewan."Karena selam
"Thanks udah mau bantuin," ucap Raja."Nggak masalah kali. Lagian, kita kan teman," sahut Mervi."Mau mampir?" tawar Raja. Mereka menggeleng."Lain kali aja. Gua mau ke masjid dulu. Lo nggak ke masjid?" tanya Bian."Gue non-muslim," jawab Raja."Oh, sorry. Gua nggak tahu soal itu." Raut wajah Bian menjadi pias."Nggak masalah.""Kalau gitu kita duluan ya," ujar Marva. Raja mengangguk."Ntar malem jan lupa kumpul di warung tadi. Anggap aja perkenalan diri lo." Suara Ojal."Kalau nggak sibuk, gue ngumpul kok."***Makan malam telah tiba. Balak dan anak itu tampaknya tengah menikmati makan malam."Bagaimana keseharian kamu selama Papa nggak ada di rumah?" tanya Heru membuka percakapan.Raja terdiam cukup lama. "Nothing special, and very boring. But,
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments