Share

Bab 3

Author: lovelypurple
last update Last Updated: 2025-05-29 15:09:31

“Enggak,” elak Alya cepat.

Arka tak menanggapi. Ia hanya berkata pelan sebelum pergi, “Kamu boleh menyesal. Tapi jangan mundur di tengah jalan.”

Pintu ditutup kembali. Alya berdiri mematung. Dalam perutnya, ada rasa perih yang tak bisa dijelaskan.

Tapi ia tahu satu hal—ia sudah memilih jalan ini. Dan sekarang, tak ada jalan kembali.

Pagi itu, cahaya matahari menembus tirai apartemen yang mahal dan asing bagi Alya. Ia bangun lebih awal dari biasanya, merasa janggal berada di tempat yang bukan miliknya.

Tapi pagi ini, bukan hanya apartemen yang asing—hidupnya pun terasa seperti milik orang lain.

Setelah sarapan ringan yang disiapkan asisten rumah tangga Arka, Alya diajak ke kantor pengacara oleh manajer Arka.

Di dalam ruang modern yang penuh aroma kopi dan kertas hukum, Arka sudah menunggu dengan jas abu-abu yang membuatnya tampak lebih dingin daripada kemarin.

"Sudah siap?" tanya Arka, tanpa basa-basi.

Alya mengangguk, menelan kecemasan yang mengganjal di kerongkongan.

Pengacara mereka, pria paruh baya bernama Pak Jatmiko, menyodorkan dua berkas yang sudah ditandai dengan sticky note.

Kontrak pernikahan. Tertulis jelas di sana: masa berlaku satu tahun, larangan menyentuh satu sama lain secara personal tanpa kesepakatan, larangan membocorkan isi perjanjian, dan kewajiban tampil sebagai pasangan harmonis di depan publik.

“Setelah satu tahun, kalian akan cerai dengan alasan ‘ketidakcocokan’, dan semua urusan hukum akan diurus oleh kantor kami,” jelas Pak Jatmiko.

Alya membaca setiap pasal dengan saksama. Hatinya menjerit saat membaca bagian: “Tidak ada klaim warisan, harta, atau hak pasangan.”

Ini bukan cinta. Ini bisnis, seperti yang dikatakan Arka. Tapi ia harus tetap tenang. Demi Risa.

“Kalau kamu keberatan, masih bisa mundur sekarang,” kata Arka tenang, seolah ini hanya kontrak film.

Alya menatap pria itu dalam-dalam. Tatapannya tajam, tapi ada sesuatu yang terselip di balik ketenangannya—beban yang tak ia ungkap.

Ia mengambil pena, dan dengan tangan gemetar... tanda tangannya mendarat di bagian bawah kontrak.

Arka menyusul, tanpa ragu.

Dengan suara klik dari pulpen terakhir, pernikahan kontrak mereka resmi dimulai.

“Selamat,” kata Pak Jatmiko. “Kalian sekarang pasangan suami istri. Di mata hukum.”

Alya menghela napas panjang. Rasanya seperti masuk ke dunia yang tak bisa ia prediksi. Tapi ini jalannya sekarang. Dan ia harus belajar bertahan.

Malam itu, keheningan menyelimuti apartemen mewah yang kini menjadi tempat tinggal mereka berdua.

Alya berdiri di depan pintu kamar barunya, masih memandangi interior yang terasa terlalu mewah untuk dirinya.

Ia melirik ke arah dapur terbuka yang menyatu dengan ruang keluarga, lalu ke kamar Arka yang berada di seberangnya. Pintu kamar pria itu tertutup rapat.

Dengan langkah pelan, Alya masuk ke kamarnya. Ruangan itu sudah disiapkan lengkap—kasur empuk, meja kerja, lemari besar, dan kamar mandi dalam.

Semua terlihat rapi, terlalu rapi untuk ukuran sebuah rumah. Ia membuka koper kecilnya dan mulai menata beberapa pakaian seadanya ke dalam lemari.

Beberapa menit kemudian, terdengar ketukan pelan.

Tok. Tok.

Alya membuka pintu dan mendapati Arka berdiri dengan dua cangkir teh hangat.

“Aku nggak tahu kamu lebih suka teh atau kopi. Jadi aku pilih yang aman,” ucap Arka datar, tapi nadanya lebih ramah dari sebelumnya.

Alya menerima cangkir itu dengan pelan, “Makasih.”

Mereka berdiri di ambang pintu, sunyi untuk beberapa saat. Lalu Arka bersandar di kusen pintu, menatap langit-langit.

“Kamu nggak perlu takut,” katanya tiba-tiba. “Kontrak kita jelas. Kita cuma serumah, bukan pasangan beneran.”

Alya mengangguk kecil. “Aku tahu.”

Arka menoleh padanya. “Besok konferensi pers. Akan ada banyak kamera. Banyak mata. Kita harus kelihatan saling cinta. Tapi... malam ini, kamu bisa jadi dirimu sendiri.”

Alya tersenyum tipis, "Makasih."

Setelah itu, Arka berbalik, melangkah kembali ke kamarnya. Dan untuk pertama kalinya sejak kekacauan itu dimulai, Alya merasa sedikit tenang.

Meski dunia luar menuntut mereka berpura-pura, setidaknya di balik pintu ini, ada batas yang tetap dihormati.

Pagi menjelang dengan langit mendung menggantung di atas Jakarta. Alya terbangun lebih awal, tubuhnya masih kaku di tempat tidur asing.

Ia memandang sekeliling, mencoba meyakinkan diri bahwa semua ini bukan mimpi aneh—bahwa ia memang sekarang tinggal di apartemen seorang selebriti, sebagai istri kontrak.

Di meja rias, sudah tersedia beberapa produk kecantikan dan peralatan make-up yang tampak baru. Di sebelahnya, tergantung gaun putih sederhana namun elegan, serta sepatu hak rendah berwarna senada.

Arka benar-benar serius soal tampil di depan publik, pikir Alya sambil menarik napas panjang.

Tok! Tok!

“Boleh masuk?” suara Arka terdengar dari luar pintu.

Alya buru-buru mengenakan hoodie sebelum membuka pintu.

“Pagi,” sapa Arka. Ia tampak rapi dengan setelan kasual berwarna krem, rambutnya disisir rapi.

“Aku udah minta penata rias dan stylist datang jam sembilan. Tapi kalau kamu nggak nyaman, kamu bisa dandan sendiri. Nggak usah dipaksa.”

Alya menatapnya, sedikit terkejut dengan nada Arka yang tak seketus biasanya. Ia mengangguk pelan. “Oke.”

Arka lalu mengulurkan map biru, “Ini dokumen pernikahan kita. Legal, sudah dicap. Dan ini juga jadwal konferensi pers hari ini. Mulai jam satu siang, tapi kita harus sampai di lokasi jam dua belas.”

Alya menerima map itu, menatap halaman-halaman yang memuat nama mereka berdua. Ia nyaris tak percaya—hanya dalam hitungan hari, hidupnya berubah drastis.

“Dan satu lagi,” ujar Arka sebelum berbalik. “Mulai sekarang, kita harus saling jaga di depan media. Tapi kalau kamu ngerasa nggak sanggup, bilang dari awal. Aku nggak akan maksa.”

Alya mengangguk lagi, kali ini lebih mantap. “Aku akan usahakan. Demi adikku.”

Arka tersenyum tipis. “Kalau begitu, selamat datang di dunia di dunia pura-pura.”

Alya mematut diri di depan cermin besar di kamar mandi apartemen Arka. Penata rias yang datang, seorang wanita ramah bernama Mbak Rina, bekerja dengan cekatan.

Wajah Alya tampak lebih segar, namun tidak berlebihan. Hanya sapuan foundation ringan, eyeliner tipis, dan lipstik nude yang menonjolkan kesan elegan.

“Aku suka gaya natural begini,” ujar Alya sambil tersenyum canggung ke cermin.

Mbak Rina mengangguk. “Mas Arka bilang kamu nggak suka make-up berat. Dia minta yang sederhana tapi tetap anggun.”

Alya terdiam sesaat. Ia tak menyangka Arka sampai memerhatikan detail seperti itu.

“Terima kasih, Mbak,” ucapnya pelan.

Di ruang tamu, seorang pria stylist sedang menyetrika jas yang akan dipakai Arka.

Sementara itu, Arka sendiri duduk di meja makan, memeriksa berkas dari agensinya. Saat Alya keluar dari kamar, langkah Arka terhenti.

Ia berdiri, menatap Alya sejenak, lalu mengangguk kecil. “Kamu kelihatan… cocok.”

Alya sedikit salah tingkah, tapi berusaha tetap tenang. “Terima kasih. Kamu juga kelihatan… siap diwawancara.”

Arka menyeringai. “Sudah biasa. Tapi kamu nggak perlu terlalu khawatir. Kita hanya perlu terlihat bahagia. Jawab seperlunya. Aku akan tangani sisanya.”

Alya mengangguk. Jantungnya berdegup cepat. Ia tahu ini bukan hanya soal tampil di depan media, tapi soal memulai kebohongan besar di depan dunia.

“Dan satu lagi,” kata Arka sambil menyerahkan sebuah jam tangan mewah. “Hadiah untuk istri baruku. Supaya kamu nggak telat.”

Alya terdiam, menatap jam itu. Mewah. Mahal. Tapi terasa berat. Sebab ini bukan hadiah cinta—melainkan simbol dari sebuah perjanjian.

Ia meraihnya pelan, lalu berkata, “Aku akan jaga waktuku. Seperti aku akan jaga rahasia kita.”

Arka menatapnya dengan sorot mata sulit ditebak. “Bagus.”

Dan dengan itu, mereka bersiap menuju sorotan kamera yang akan mengubah hidup mereka untuk selamanya.

Setelah Arka sampai kamarnya, pria itu tiba-tiba mendapat panggilan telepon.

Wajah pria itu mengernyit ketika melihat siapa yang menghubunginya.

Dengan ragu-ragu, ia mengangkat teleponnya.

“How are you darling?” ucap seseorang yang menghubungi Arka.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • 365 Hari Jadi Istrimu   Bab 13

    Beberapa jam kemudian....Di kamar kos kecil daerah Tebet, Rio duduk di depan laptop.Jari-jarinya menari di atas papan ketik. Di dinding seberangnya, foto-foto Alya dan Risa terpampang tapi, dipetakan dengan catatan dan benang penghubung.Wajahnya terpampang di layar sebuah halaman blog penulis yang dikelolanya dengan teliti selama dua tahun terakhir.Anehnya, bukan nama Rio yang terpampang di sana. Tapi justru nama Revan Kai yang terpampang di sanaRio bukan orang baru dalam dunia tulis. Ia pernah menjadi asisten editor di sebuah penerbit, sebelum dipecat karena dituduh mencuri naskah dan memanipulasi data penulis.Kemudian hidupnya hancur. Namanya tercoreng.Bahkan Alya, satu-satunya orang yang ia pikir akan membelanya, malah memilih menjauh.Namun dari kehancuran itulah lahirlah Revan Kai —nama pena yang Rio gunakan untuk menerbitkan karya-karyanya.Ia mempelajari psikologi pembaca. Ia tahu bagaimana menyusun kisah sedih yang terasa nyata.Ia tahu cara menyentuh sisi rapuh peremp

  • 365 Hari Jadi Istrimu   Bab 12

    Ketegangan di co-working space di Kuningan Jakarta terasa mencekam. Ruangan modern yang biasanya dipenuhi pekerja kreatif, kini berubah menjadi arena senyap penuh ketegangan. Rio —yang selama ini menyamar sebagai Revan, duduk dikursi tengah ruangan. Rahangnya mengeras dan matanya liar menatap sekeliling di balik masker dan topi. Di tangannya, sebuah map naskah terbuka. Tapi bukan naskah yang ia lihat, melainkan satu halaman besar bertuliskan, kami tahu siapa kamu. Jari-jarinya mengepal pelan, dingin. Ia sadar, ini bukan sekedar ancaman. Ini bukti bahwa keberadaannya terendus. Rio mencoba tenang. Ia duduk dengan tegak dan menatap ruangan yang terlalu rapi untuk dibiarkan tanpa pengawasan. Dibalik kaca satu arah, Rey memantau Rio dengan tatapan tajam. Rey kemudian memberi isyarat pada dua anggota timnya yang menyamar sebagai staf kantor. Mereka bergerak mendekati Rio secara alami seolah ingin menawarkan kopi. Tapi gerakan mereka penuh perhitungan. Rio menyadari bahwa

  • 365 Hari Jadi Istrimu   Bab 11

    Sudah hampir seminggu Alya tenggelam dalam proyek penyuntingan novel thriller dari kantor lamanya. Klien kali ini adalah seorang penulis baru, menggunakan nama pena D.R.—misterius dan agak tertutup. Naskahnya gelap dan intens, tetapi sangat rapi dan membuat penasaran.Alya beberapa kali harus berdiskusi langsung lewat Zoom dengan perwakilan tim penulis—seorang pria bernama Revan. Dalam pertemuan online, Revan selalu mengenakan masker medis dan topi, dengan alasan sedang dalam pemulihan sakit paru. Sikapnya tenang, sopan, tapi Alya merasa... aneh.Setiap kali Revan berbicara, ada nada suara yang mengusik ingatannya. Seolah ia pernah mendengar suara itu, di masa lalu yang sudah ia kubur dalam-dalam.Suatu malam, setelah sesi diskusi, Alya keluar dari ruang kerja dan menemukan Arka sedang duduk di balkon dengan laptop di pangkuannya.“Kamu belum tidur?” tanya Alya, duduk di sebelahnya.“Belum. Deadline sinopsis dua episode lagi.” Arka melirik sekilas, lalu menutup laptop. “Proyek kamu gi

  • 365 Hari Jadi Istrimu   Bab 10

    Keesokan harinya, Alya terbangun lebih pagi dari biasanya. Ia merasa sedikit lebih tenang, walau bayang-bayang suara lelaki misterius di minimarket itu terus menghantui pikirannya.Agar bisa mengalihkan pikirannya, Alya pun memutuskan untuk kembali kerja dan meneriwa proyek lagi sebagai editor lepas.Namun, sebelum itu ia harus terlebih dahulu meminta izin pada Arka. Walaupun pernikahan mereka hanya kontrak, tapi sudah sewajarnya ia meminta izin pada suaminya.Suatu malam, saat mereka duduk Santai di ruang Tengah sambil menonton drama yang sedang hits, Alya membuka suara.“Ka… aku ditawari proyek penyuntingan naskah dari kantor lama,” katanya pelan. “Editor senior ngontak aku tadi siang. Mereka lagi kekurangan editor untuk novel thriller yang harus selesai bulan depan.”Arka menoleh, “Kamu mau ambil?”Alya mengangguk, “Aku butuh distraksi. Pingin sibuk lagi. Biar nggak terlalu banyak pikiran, Dan… aku ingin merasa berguna lagi.”Arka terdiam sejenak, lalu mengangguk. “Oke. Tapi kamu k

  • 365 Hari Jadi Istrimu   Bab 9

    Pagi hari di rumah keluarga Mahendra terasa tenang. Mama Arka sedang menyiram bunga, dan suara televisi dari ruang keluarga terdengar samar. Alya turun dari kamar tamu dengan sweater hangat dan celana kain santai.“Pagi, Ma,” sapa Alya sambil berjalan menuju dapur.“Pagi, sayang. Arka masih tidur ya?” tanya Mama sambil tersenyum lembut.Alya mengangguk. “Kayaknya baru tidur subuh. Semalam katanya ngedit skrip acara.”Mama mengangguk-angguk, lalu kembali merapikan pot tanaman.Alya menuang air putih ke dalam gelas dan berdiri sejenak di dekat jendela dapur. Rumah keluarga Arka terletak di kawasan elite yang cukup sepi, tapi sejak tadi ia merasa... aneh.Ada perasaan tidak nyaman yang sejak tadi mengusik. Semalam, saat Arka tertidur lebih dulu, Alya melihat notifikasi pesan dari akun anonim di media sosialnya:“Kamu bisa pura-pura di depan mereka. Tapi aku tahu siapa kamu sebenarnya.”Alya awalnya mengira itu hanya akun haters biasa. Tapi kini, ia merasa seperti sedang diawasi.Setelah

  • 365 Hari Jadi Istrimu   Bab 8

    Keesokan harinya, suasana di apartemen Alya dan Arka sedikit berbeda. Arka baru saja menyelesaikan wawancara daring dengan sebuah media internasional saat ponselnya berdering.Ia menatap layar sejenak ─nama yang muncul membuat ekpresinya berubah.“Mama,” gumamnya.Ia mengangkat telepon, menautkan alis, “Halo, Ma?”Suara dijung sana terdengar tenang, tapi tegas.“Arka Mahendra. Kenapa Mama harus tahu dari media kalau anak Mama udah menikah?”Arka memijat pelipisnya. “Ma, aku bisa jelaskan─”Namun, perkataan Arka dipotong, “Tolong jelaskan langsung. Papa kamu juga mau bicara. Dan... bawa istrimu. Kami ingin bertemu.”Klik. Sambungan terputus. Arka menatap layar ponsel kosong dengan ekspresi rumit.Beberapa jam kemudian, Alya duduk di sofa dengan ekspresi panik. Ia menatap Arka yang berdiri di depan jendela, memandangi kota Jakarta dengan tangan di silangkan.“Jadi... kita akan ke rumah orang tuamu?” tanya Alya pelan.Arka menoleh dan mengangguk, “Mereka tahu dari media. Dan mereka bukan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status