Brian Alexander, pria yang tidak begitu tampan, tetapi memiliki wajah yang menarik membuat para wanita dikampus sangat tergila-gila padanya. Sebagai pewaris perusahaan Golden satu-satunya Brian merasa hidupnya sudah sempurna namun sangat membosankan.
Segala hal sudah pernah ia lakukan, semua keinginannya selalu terpenuhi. Kuliah baginya hanya formalitas saja untuk menunjang bisnisnya. Setelah dari kampus, Brian biasa mengajak teman dekatnya Jack, Andrew dan Pras mampir ke tempat Billiar atau Bar. Meskipun di dalam Apartemen nya sendiri ada fasilitas semua itu.
Tinggal disebuah Apartemen mewah dengan fasilitas lengkap bukanlah hal istimewa bagi Brian, jika dibandingkan dengan seluruh harta kekayaannya yang melimpah. Tetapi semua itu kebahagian semu baginya, yang dia butuhkan adalah keluarganya.
Brian selalu dimanjakan dengan uang, pernah suatu saat ada kejadian dimana dia memukul teman sekolahnya dan melemparnya dengan batu hingga kepala korban harus dijahit, orang tua korban melaporkannya ke polisi, tetapi beberapa menit perkara sudah selesai dengan damai, karena orang tua Brian memberi uang yang banyak kepada keluarga korban. Bukan hanya salah Brian ketika dia sekarang menjadi sosok yang brutal sudah diatur, dari diawal orang tua selalu mendidiknya dengan uang.
Brian duduk termenung sambil menikmati Red Wine disebuah mini bar didalam apartemennya. Sedikit demi sedikit dia meneguknya. Tatapannya kosong, seolah tidak ada beban yang dia pikirkan. Lalu dia mengambil ponselnya dan menghubungi beberapa temannya.
Tak lama tiga kawannya datang sambil membawa beberapa makanan.
"Kita pesta lagi malam ini," ujar Jack.
"Pesta kacang atom?" Tanya Pras.
"Bos kenapa kau murung?" Tanya Andrew melihat wajah kusut Brian.
"Gara-gara ditolak Keysa,"
"Sembarangan kalau ngomong," sewot Brian.
"Tenang Bos, Keysa suatu saat akan jatuh kepelukanmu," ucap Jack.
"Kalian berisik, udah minumlah ini," Brian menyerahkan sisa Wine yang dia minum.
"Nah ini baru oke Bos," kata Andrew.
"Nona nya mana?"
"Panggil yang biasa Jack," suruh Brian.
Jack lalu menghubungi cewek panggilan untuk menemani mereka. Pras memutar sebuah musik, mereka kemudian saling berpasangan dan saling menikmati pesta kecilnya, Brian dengan posisi duduk dikamar sambil mencium-cium tubuh si cewek, Jack di sofa melakukan hal yang sama, Pras dimeja dekat pantry, sementara Andrew di kamar mandi. Sungguh pemandangan yang sangat aneh seperti dunia antah berantah. Pesta itu berlangsung semalaman.
Paginya Brian bangun sambil memegang kepala, dia merasa kepalanya sedikit pusing, mungkin karena efek minuman semalam. Lalu dia keluar mencari tiga kawannya. Brian menemukan kawannya tergeletak pada tidur dilantai.
"Lu semua kenapa pada tidur dilantai, kan ada kamar kosong?"
"Gue gak inget semalam tidur jam berapa," jawab Jack.
"Sama gue juga," sahut Andrew.
"Gue juga,"tambah Pras.
"Gue juga gak inget, mereka itu keluar jam berapa," ujar Jack.
" Ya sudah kalian mandi duluan, kita ke kampus,"
"Oke Bos,"
Bunyi ponsel Brian terdengar, sebuah notifikasi Bank muncul terkait tagihan pestanya semalam.
"Cuma sepuluh juta," gumamnya.
Brian dan semua kawannya telah siap berangkat ke kampus dengan menggunakan mobil sport mewah milik Brian.
Ditengah jalan Brian minta Jack yang saat ini menyetir mobilnya, untuk berhenti disebuah toko bunga. Brian meminta Pras untuk turun dan membeli bunga paling bagus.
"Ini udah paling mahal dan paling bagus, kata pemilik toko," kata Pras.
"Ya sudah kau pegang, awas kau sampai rusak," kata Brian.
Pras menuruti perintah Brian, sampai didepan kampus bunga itu dia pegang terus.
Begitu mereka turun dari mobil. Tiba-tiba sebuah mobil berhenti dekat mereka berdiri, terlihat Keysa keluar dari dalam. Keysa langsung memalingkan muka hendak pergi ke arah lain. Tapi Brian menghadangnya.
"Kenapa setiap kali ketemu, muka kamu selalu asem begitu?" Tanya Brian.
"Minggir jangan halangi aku," jawab Keysa.
"Aku cuma mau minta maaf," ucap Brian sambil menyerahkan seikat bunga yang tadi dia beli.
"Minta maaf untuk apa?"
"Untuk semua nya,"
"Tidak perlu," ketus Keysa.
"Ya udah aku tidak akan membiarkan kamu lewat,"
" Kamu mau aku teriak panggil satpam?"
"Teriak saja , belum tentu mereka peduli sama kamu,"
"To–" Keysa terhenti karena mulutnya disekap oleh Brian.
Keysa berusaha melepaskan tangan Brian.
"Apa-apaan kamu ini?" Keysa semakin kesal.
"Apa susahnya kamu terima bunga dari ku,",
"Ya sudah aku terima," Keysa langsung merampas bunga dari tangan Brian dan pergi meninggalkan Brian, tetapi tidak jauh dari situ, Keysa membuang bunga nya ke tong sampah. Melihat hal itu, hati Brian semakin memanas. Tangannya terkepal,matanya memerah saking marahnya. Dia sangat marah karena Keysa tidak menghargainya sedikitpun.
"Awas kamu Keysa, saya tidak akan pernah melepaskan mu," gerutu Brian.
Tiga teman Brian yang menyaksikan itu, hanya bisa melongo dan heran. Selama ini mereka dekat dengan Brian tidak pernah ada satu cewek pun yang berani menolak Brian, bahkan mereka selalu mengejar Brian, tetapi ini malah justru sebaliknya.
Dan satu hal yang menjadi pertanyaan teman-temannya, apa istimewanya Keysa sehingga Brian rela bertekuk lutut dihadapannya, bahkan dia tidak pernah jera mengejar Keysa meskipun harga dirinya terkoyak.
Setelah hati Brian mereda, dia membalikan badannya kearah teman-temannya.
"Ayo kita masuk," ajaknya berusaha menutupi rasa marahnya.
Sementara itu Keysa dengan muka kesalnya masuk kedalam ruang, dia langsung duduk dan mengeluarkan buku mata kuliah hari ini. Entah dia fokus atau tidak dengan penjelasan Dosen yang sejak tadi tak henti memberi penjelasan, karena sejak awal masuk kelas hingga selesai mata kuliah, sedikitpun Keysa tidak menunjukan semangatnya, entah dia harus marah atau sedih, semua berkecamuk dalam pikirannya. Terkadang dia ingin pergi tapi entah kemana. Dia merasa terkungkung oleh keadaan, keadaan yang membuatnya bingung akan jati dirinya yang sebenarnya. Segala kemewahan seolah menjeratnya tanpa dia tau harus memutus rantainya dari mana agar dia bisa lepas dan bebas.
Keysa sedikit gemetar ketika dia melihat pria tampan di depannya, dengan pikiran yang terus berkecamuk. "Yakin kamu tidak mengenaliku?" Tanya Pria itu. Keysa hanya menggelengkan kepala. Keysa melihat ke sekeliling ruangan memperhatikan satu per satu orang yang dan di sana, tetapi semuanya bergeming. Mungkin semua orang yang ada disini berada dalam perintah lelaki yang kini dihadapannya. Lelaki itu kemudian mengeluarkan sebuah benda dari dalam pakaiannya, sebuah kalung. Kerja mengamati kalung itu, persis dengan yang dipakainya. Lalu Keysa pun mengeluarkan kalung itu dari balik pakaiannya. "Kau?" Keysa berusaha mengucapkan sebuah nama, tetapi dia takut jika orang yang dihadapannya bukanlah orang yang dimaksud. "Sudah ingat sekarang?" Tanya lelaki itu. "Aku tidak yakin," "Siapa yang kau pikirkan? Katakan," tanya lelaki itu penasaran. "Percuma juga disebutkan, kamu mungkin tidak mengenalnya," "Coba saja," "Danish," Keysa terdiam sejenak, lidahnya terasa menyebutkan nama itu. "D
Keesokan harinya.Keysa akhirnya luluh, dia mengikuti apa yang diminta oleh Nathan. Dia menunggu apapun yang akan terjadi kedepannya. Namun Keysa yakin ada sesuatu dibalik semua ini, tapi apa? "Kenapa misteri ini begitu panjang sehingga aku sulit menemukan jawabannya?" Keysa mengeluh, sambil duduk termenung sendiri di dalam kamar.Menjelang malam, beberapa kendaraan berdatangan, Keysa mengintip dari balik tirai, tapi dia tidak bisa melihat dengan jelas siapa orang-orang yang baru saja datang di rumah itu, karena suasana diluar begitu gelap."Siapa mereka, dan ada urusan mereka datang kesini," Keysa hendak keluar dari kamar, namun ternyata pintunya dikunci dari luar. "Sial, aku terkurung disini," ucapnya, tubuh Keysa terkulai kemudian terduduk dengan menyandarkan tubuhnya ke pintu.
Pagi hari, suara kicauan burung terdengar dari celah kamar. Keysa menggeliat seiring dengan geliat mentari pagi yang berusaha masuk ke dalam kamar. Keysa menatap langit langitnya, dia baru ingat jika semalam bersama Nathan. Dengan cepat dia beranjak dari tempat tidur dan keluar dari kamar."Oh rupanya aku di rumah ini," Keysa masih ingat suasana rumah yang pernah dia datangi dulu.Kemudian dia perlahan mencari sosok Nathan ke arah ruang tengah, namun Nathan tidak ditemukan. Keysa kembali berjalan menuju pantry, tak kunjung menemukannya juga. Keysa kemudian duduk di sofa ruang tengah, memikirkan apa yang harus dia lakukan sekarang.Suara pintu rumah terdengar ada yang membuka, Keysa menoleh ke arah pintu dan muncul Nathan dengan membawa beberapa kantong sayuran dan segala kebutuhannya.
Setelah beberapa bulan magang di kantor Keenan, kini Kesya telah menyelesaikan tugasnya dengan baik, begitu juga dengan Rere. Mereka sama-sama mendapat nilai yang sangat memuaskan."Selamat ya Key," ucap Rere ketika mereka berada di kampus, mengambil surat kelulusan."Kamu juga Re," balas Keysa, kemudian mereka saling berpelukan erat. "Mulai detik ini pertarungan kita dimulai, masa depan kita ada didepan, kita harus berjuang Re," lanjut Keysa."Apa yang akan kamu lakukan sekarang Key," tanya Rere.Keysa melepaskan pelukannya, kemudian dia menyandarkan tubuhnya ke dinding di depan ruangan Dosen. "Entahlah Re, aku ikuti arus saja," Keysa menghela nafas."Gimana kalau kita liburan?"
Siapa Sarah?" Ekspresi wajah Elvina berubah, yang awalnya terlihat bergairah, kini mengernyitkan dahi. Pernyataan Elvina sontak membuat Billy diam sejenak. Kemudian dia mengangkat tubuhnya dan berbaring disamping Elvina yang memandangnya aneh sambil menunggu jawaban.Billy yang awalnya begitu bersemangat, tiba-tiba kehilangan gairahnya, meskipun yang dipikirkan saat itu dia bersama Sarah.Sudah sejak lama dia tidak memiliki hasrat untuk bercumbu dengan Elvina, karena memang dia tidak begitu mencintai Elvina sejak awal menikah, ditambah lagi karena Elvina yang tidak begitu memperhatikannya, yang ada dipikiran Elvina uang dan bersenang-senang diluar."Kamu salah dengar," Billy akhirnya membuka suara. Dia mengutuk dirinya kenapa sampai menyebutkan nama itu.
Kabar mengenai musibah kebakaran itu menyebar ke semua rekan pengusaha, hingga beritanya muncul di media sosial. Billy maupun Elvina sangat terpukul dengan kejadian itu, apalagi ketika mereka mendapat kabar jika pihak asuransi tidak bersedia untuk mengeluarkan sedikitpun dana untuk mengganti kerugian perusahaannya."Sial!" Teriak Billy sambil membanting sesuatu yang ada didekatnya. "Bagaimana pihak asuransi tidak mau menanggung semua ini, sudah jelas ini semua murni, tanpa sengaja kebakaran, kamu pikir siapa yang sengaja membakar semua ini?" Billy memandang tajam ke arah Rama yang baru saja melaporkan terkait informasi dari pihak asuransi."Maaf Bos, informasinya mereka ada bukti bahwa itu bukan murni kebakaran," ucap Rama dengan kepala tertunduk."Bukti apa yang mereka temukan di lokasi?"