Share

Bab 4

Author: Herlina Teddy
last update Last Updated: 2022-10-19 17:45:54

Duduk bersandar kursi kayu di pinggir rel kereta api, seorang calon dokter sedang menuggu kedatangan kereta api. Arsenio William Ardiman yang biasa dipanggil Arsen adalah seorang mahasiswa Falkutas Kedokteran yang sedang menjalankan magang koas di salah satu rumah sakit ternama di Jakarta.

Jujur, bukan keinginan dia menekuni kuliah jurusan beken itu, semua karena keinginan sang ayah yang berprofesi dokter sekaligus direktur utama rumah sakit tersebut. Kecintaannya terhadap fotografer yang diam-diam dia lakoni sekarang, mengantar dirinya di tempat tak lazim seperti ini untuk mengambil momen detik-detik kereta melintas.

Awalnya sorot mata mengarah ke atas langit yang terik di balik kacamata hitam sembari tangan menggenggam kamera mahalnya. Namun, perhatian dan pandangannya pun beralih ke arah kedatangan kereta yang terus menjerit dengan klakson yang mengganggu indra pendengaran. Tak biasanya kereta itu mengeluarkan suara berisik di tempat bukan lalu lalang mobil atau motor. Ini adalah lintasan tanpa hambatan di pinggir perumahan kumuh.

Sorot mata pun jatuh pada satu titik di mana ada seorang gadis yang menurutnya sedikit aneh dengan tingkah konyolnya. Berjalan di tengah tanpa mau mengindahkan suara teriakan kereta yang jarak semakin mendekati tubuhnya.

Karena rasa kemanusiaan yang tinggi, akhirnya Arsen berlari dan mendorong tubuh kurus itu sampai kedua tubuh mereka terhuyung jatuh ke pinggir rel. Nyaris. Keduanya hampir menjadi korban gilingan kereta panjang itu.

"Hai, sadar! Kenapa kau lakukan itu?" Pria berkaos abu-abu tersebut menepuk pipi wajah pucat gadis yang tak lain adalah Hana, gadis yang mencoba menghabiskan nyawa karena keputusasaannya.

Jiwa dokter dalam dirinya pun tumbuh ketika melihat pasien yang tergeletak lemah dengan luka siku tangan dan kaki yang mengeluarkan cairan merah pekat. Segera dia membopong gadis yang sudah tak sadarkan diri itu dan membawanya ke mobil. Hanya dua atau tiga orang dan dirinya yang tak sengaja bersembunyi, menonton adegan miris tersebut.

***

"Bagaimana kondisinya, Dok?"

"Setelah diperiksa, ada beberapa tulang di tulang rusuk belakang retak. Luka luar seperti yang ada di tangan dan kaki sudah dijahit. Kondisi fisik pasien bisa dibilang aman. Namun, psikis-nya sedikit tergoncang."

Pria itu mangut-mangut sembari memperhatikan tubuh yang sedang tertidur pulas di atas ranjang pasien.

"Saya dengar dari suster, ada janin di rahimnya. Apa janin itu aman, Dok?"

Arsen dengan leluasa bertanya pada dokter senior itu lantaran di rumah sakit inilah tempat dia seharusnya koas tadi pagi. Dia cukup mengenal dokter tersebut yang tak lain adalah sahabat papanya sendiri. Hanya saja tadi pagi, dia merasa kurang mood untuk melakukan aktifitas di rumah sakit sehingga dia harus berada di tempat dimana Hana mencoba meregangkan nyawanya.

"Aman, tapi harus diperhatikan lebih ekstra. Janinnya sangat lemah, kemungkinan besar bisa keguguran. Apalagi tadi ada guncangan yang besar saat dia terjatuh."

Dokter itu dengan sabar memberi penjelasan kepada calon dokter umum itu sambil menuliskan history pasien. Masih belum puas dengan segala informasi tentang kondisi gadis yang belum dikenalnya, Arsen terus melontarkan pertanyaan yang seharusnya dia ketahui sendiri. Pendidikan itu pernah dia dapatkan di bangku kuliah.

"Apa yang harus dilakukan untuk mempertahankan agar janinnya tetap bertahan? Maaf, saya bertanya banyak hal, soalnya saya sendiri tidak tahu kronologis kenapa gadis itu bisa ada di tengah rel dan mencoba melakukan bunuh diri."

Mendengar kalimat terakhir dari bibir itu, dokter senior berkacamata tersebut mengalihkan pandangan sekilas ke gadis yang sedang memejamkan mata lalu mata itu dilempar ke wajah Arsen, bisa terlihat dengan jelas, Arsen menyimpan rasa khawatir di dalam hatinya.

"Istirahat yang cukup dan akan saya beri obat untuk menguatkan. Tetapi tetap harus diperhatikan dosisnya. Si ibu harus dijaga mental dan emosinya, batinnya terguncang. Mungkin kalau ada masalah, bisa diselesaikan dengan kepala dingin."

"Baik, Dok. Terima kasih."

Bersamaan dengan kalimat terakhir, pria berjas putih itu pun pamit dan keluar dari ruang yang serba putih itu.

Pria yang menolong Hana pun berjalan menghampiri tubuh yang kini terkulai lemah di kasur. Selang infus yang menancap punggung tangan, membuat tubuhnya tidak kekurangan cairan. Luka di kaki dan tangan sudah diperban. Tidak ada luka yang serius kecuali luka di hatinya.

Arsen yang berdiri tak jauh dari kasur itu pun merasa iba dengan insiden yang baru saja disaksikan walau dia sendiri tidak tahu persis apa penyebab Hana melakukan perbuatan itu. Namun, mengetahui janin yang bersemayam di rahimnya dan wajah pucat, dia menarik kesimpulan ada masalah serius dalam hidupnya. Apalagi dia tak sengaja membaca isi pesan WA dari kontak yang diberi nama 'sayang'.

Di sana, dia membaca pesan terakhir Hana, menanyakan keberadaan sang kekasih yang tak mendapatkan balasan apapun. Bukan sengaja kepo membuka pesan di aplikasi hijau itu, dia hanya ingin mencari keluarga atau teman yang bisa dihubungi agar mereka mengetahui dan mendatangi pasien tersebut. Untung saja, ponsel Hana tidak terkunci dengan kode sandi, sehingga dia dengan leluasa membuka dan mencari tahu di benda pipih itu.

Tak lama Arsen membetulkan posisi berdiri sebelum gadis delapan belas tahun itu membuka mata perlahan. Menghela napas lega ketika Arsenio mendapati mata indah mengerjap beberapa kali dan menanyakan keberadaannya.

"Kamu ada di rumah sakit." Itulah jawaban Arsenio dan tak menemui sahutan apapun lagi setelahnya.

Tatapan mata Hana benar-benar kosong, tidak ada gairah untuk melanjutkan sebuah kehidupan. Tiba-tiba dia teringat kembali kepingan kejadian sebelum dia berada di tengah rel untuk melenyapkan penderitaannya. Dia putus asa, frustasi dan merasa tak berguna lagi. Dia pun merasa ji jik dengan tubuhnya, berulang kali dia mengutuk diri sendiri yang terlalu bodoh mempercayai semua gombalan dan rayuan Mahendra.

"Kenapa nolongin aku? Harusnya biarkan aku pergi." Suara parau terdengar, ia menangis lagi sambil meremas selimut putih dengan kuat, menahan amarah yang akan meletup kembali.

"Egois kalau kamu mau mati tetapi ngajak bayi yang ada di perutmu ikut mati bersamamu."

Jawaban bijak Arsen memang sedikit menusuk hatinya, tetapi dia bergeming dan tak mau melihat wajah lawan bicaranya. Dia tak sanggup menghadapi apapun yang ada di depan mata, terutama ibu yang sudah melahirkannya. Wanita senja yang belum tahu menahu keadaannya. Bahkan sesungguhnya jika boleh, ia tak ingin memberitahukan yang sejatinya akan membuat hati ibu terluka.

"Jika ingin mengakhiri hidupmu, tunggu sampai bayi yang ingin hidup itu dilahirkan."

Lagi, pria dua puluh dua tahun itu melemparkan kalimat yang menyentil hati kecil Hana. Bagaimana dia begitu tega mengakhiri hidup sementara ada mahluk lain yang ingin memulai hidupnya.

"Dia tak tahu apa masalahmu sehingga pada akhirnya kamu memilih untuk mengakhirinya dengan cara yang dilarang Tuhan. Tolong, jangan libatkan dia. Jika dia bisa memilih, bayi itu pun tak mau berada di rahim ibu yang pesimis sepertimu. Sempit akal."

Kalimat demi kalimat Arsen ucapkan tetapi hanya isakkan tangis yang dia dapatkan dari gadis bermata bundar. Lagi, Arsen mengungkapkan pernyataan dan setelah itu, kedua sahabat Hana pun dapat menjemputnya. Iya, Arsen menghubungi Annisa, teman chatting Hana terakhir selain kontak dengan nama 'sayang' itu.

"Maaf aku bukan ingin mencampuri urusanmu, hanya saja, aku sebagai dokter di sini sangat menghargai nyawa pasien. Banyak di antara pasien yang aku temui setiap hari, mereka berjuang untuk bisa tetap hidup. Sementara kamu, ingin mengakhirinya tanpa pikir panjang. Tidak memikirkan bagaimana perasaan orang di sekitar saat mereka kehilanganmu. Orangtua, saudara, kerabat, dan teman-temanmu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Herlina Teddy
jika ingin memberi masukan yang membangun, silakan komen di ulasan. lantaran saya jarang cek komentar teman2 di dalam cerita. saya tunggu ulasan yang membangun ya. thanks.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • 7 TAHUN SETELAH MENJANDA   S2 Bab 26C

    "Han! Hana!"Teriakan itu mengalihkan perhatian Hana dan Mahendra ke arah pintu. Kaki mereka maju sampai di depan pintu dan mendapatkan Clarisa yang baru pulang, entah dari mana. Namun, tak lama Mommy menarik tangannya seakan memaksa untuk mengikuti langkahnya. Ada satu pria yang berkacamata hitam, tak asing bagi mereka, pun ikut serta mereka keluar dari pagar."Kayak kenal laki-laki itu, siapa, ya?"Jari Hana menunjuk ke arah mereka sambil berusaha memeras otaknya untuk mengingat."Jonathan.""Jonathan?" Hana masih menerka alasan pria itu datang ke rumah. Siapa yang mau ditemuinya?"Jonathan itu sepupu aku, tapi jauh banget. Anaknya sepupu Mommy. Mommy dan mamanya sepupu tiri. Jadi hubungannya agak jauh, beda kakek.""Terus, dia ke sini, mau ngapain? Cari kamu? Lalu, ngapain dia ikut mereka keluar juga?"Sambil bersandar di dinding, Mahendra tersenyum geli dan mengerti arti dari sikap yang Mommy lakukan barusan. Beliau sengaja mengajak Clarisa ikut dengannya agar memberi ruang dan w

  • 7 TAHUN SETELAH MENJANDA   S2 Bab 26B

    "Aku bisa siapin sendiri, Mas. Kamu tidur lagi, deh. Besok kamu, kan, mau ke kantor. Aku nggak mau dengar dari Aldo kalau kamu tidur di sofa saat jam kerja."Pria itu berdecak dan langsung duduk di samping istri yang sedang bersandar di sofa kamar. Dia tersenyum kala memandang bayi mungil yang sedang menutup mata sambil mengisap susu. "Lahap banget." Dia menoel pipi mulus dan gembul itu dan enggan menanggapi omelan istrinya."Mas, tidur sana, aku bisa, kok.""Nggak apa-apa, Sayang."Sekilas dia mencium pelipis Hana lalu melanjutkan ucapannya. "Aku ingin merasakan menjadi ayah yang siap begadang. Hal yang tidak pernah aku alami saat Kai masih bayi.""Tapi kalau besok kamu ....""Tidak masalah kalau aku curi waktu untuk istirahat bentar di kantor. Tidak ada yang bisa mengatur termasuk Aldo. Aku bos di perusahaanku. Siapa yang berani pecat aku? Irma? Atau Aldo?""Tapi dengan kamu tidur di saat jam kantor

  • 7 TAHUN SETELAH MENJANDA   S2 Bab 26A

    "Kenapa? Nyeri lagi?""Aneh, nih. Sakitnya sudah mulai rutin dan jaraknya berdekatan. Prediksiku ini sudah mulai pembukaan.""Kita ke rumah sakit, ya?""Apa nggak tunggu sampe ...."Belum selesai berucap, Hana mengelus perutnya sambil menahan sakit."Tunggu? Sudah semakin intens gini, masih mau nunggu? Nggak, ayo sekarang aku antar ke rumah sakit. Kelahiran anak kedua biasanya lebih cepat dari anak pertama."Tak menunggu lama, Mahendra mengganti pakaian dan membawa tas keperluan Hana dan calon bayi yang sudah disiapkan jika sewaktu-waktu harus bergegas ke rumah sakit. Sementara Hana tidak mengganti baju karena sudah mengenakan daster."Aku mau proses kelahirannya normal, ya, Mas."Hana masih sempat me-request saat sudah duduk di jok depan, samping Mahendra. Sebelum menginjak pegal gas, sang suami menoleh dan mengelus pucuk kepalanya."Iya, mudah-mudahan bisa. Kita dengar apa kata Dokter Rissa saja. Beli

  • 7 TAHUN SETELAH MENJANDA   S2 Bab 25B

    "Ini kamu minum dulu, dong, Sayang. Pembukuan beginian semestinya Luna aja yang mengerjakan. Kamu harusnya istirahat yang cukup. Apalagi tadi malam, katanya nggak bisa tidur pulas karena punggungnya sakit."Segelas cangkir berisi susu hangat khusus untuk ibu hamil diletakkan di atas meja kamar. Hana tak menyadari kedatangan suaminya ke kamar karena terlalu fokus dengan laptop. Sejak pulang liburan dari Hongkong, mereka beraktifitas seperti biasa. Mahendra ke kantor dan Hana ke toko bakery. Tidak ada drama pulang telat, Mahendra selalu menjemput istrinya sesudah jam magrib. Lalu, mereka akan pulang bersama dan ibu tetap tinggal di ruko. Percuma terus mengajaknya untuk tinggal bersama, beliau akan tetap menolak dengan alasan yang sama."Ibu lebih nyaman tinggal di sini bersama Luna dan Sinta."Kalau sudah begitu, anak dan menantunya hanya bisa menghela napas pasrah. Namun, keadaan ibu tetap dipantau dari kamera pemindai yang dihubungkan dengan pons

  • 7 TAHUN SETELAH MENJANDA   S2 Bab 25A

    Bab 25Pesawat Airbus Garuda Indonesia mendarat dengan selamat di aspal Bandara Udara Internasional Hong Kong jam tujuh lewat dua puluh pagi hari. Waktu Jakarta dengan negara tersebut hanya berbeda satu jam lebih lambat.Mereka keluar dari pesawat menuju ke ruang pengambilan bagasi dan butuh waktu kurang lebih satu jam. Di sana mereka melakukan registrasi ulang dengan mengisi formulir. Setelahnya, mereka menggunakan transportasi MRT menuju Disneyland Resort Line dengan jarak kurang lebih 12.7KM. Tujuan pertama mereka adalah check in Hong Kong Disneyland Hotel yang sudah di-booking seminggu yang lalu di Jakarta. Lantaran belum jam 12, mereka tak bisa masuk ke kamar, koper dititipkan ke hotel.Di kota Lantau, Hong Kong Disneyland Hotel berada di tepi laut. Pemandangan itu sangat menenangkan hati. Hari kedua, mereka akan mengunjungi pantai itu, rencananya. Dengan antusias yang semakin menggebu, mereka berkendara berjarak empat menit menuju Hong Kong Disn

  • 7 TAHUN SETELAH MENJANDA   S2 Bab 24C

    "Aku sudah tanya dokter Rissa."Hana semakin melebarkan pupil mata ketika apa yang menjadi bahan pertanyaan di kepala sudah dijawab suaminya."Jangan kaget, aku nemu pertanyaan itu di bola matamu. Mata itu seolah berbicara denganku.""Lalu, apa lagi pertanyaan yang ada di mataku? Buktikan kalau kamu memang lihai membaca pertanyaan di mataku."Hana sengaja melotot agar suaminya bisa leluasa melihat kedalaman matanya. Tidak ada pertanyaan lain lagi, Hana hanya ingin mengetes apa jawaban suaminya.Pria itu tak langsung menyahut. Kedua matanya memicing, pura-pura fokus mencari pertanyaan di sana. Dia mengambil dagu dengan tangan kanan lalu menggeser tepat di depan wajahnya."Yang kulihat tidak apa pertanyaan apa-apa di sana, tetapi ada sebuah perintah."Hana yang tak bisa meredam gejolak yang bergemuruh di dada, pun melipat dahinya. Jarak wajah mereka tinggal satu jengkal. Itu yang membuat Hana hampir lupa cara bernapas yang

  • 7 TAHUN SETELAH MENJANDA   S2 Bab 24B

    Mahendra berucap setelah cangkir putih sedikit menjauhi mulutnya. Beberapa detik kemudian, dia meneguk lagi hingga minuman itu kandas."Kamu bisa andalkan aku tanpa menyewa mereka. Aku selalu siap ada untuk mereka. Kamu tak lupa, kan, tujuh tahun aku pernah menjadi —""Ya, ya. Jangan kamu lanjutkan, aku tak suka. Tapi saranku jangan menyalahgunakan niat baikmu yang dulu-dulu. Mereka ada aku sekarang. Aku tidak akan segan bertarung kepadamu jika —""Jika kamu tak ingin aku merebut Hana, maka perjuangkanlah. Jika sedikit saja kamu lengah, siapkan diri untuk merasakan kehilangannya."Entah bagaimana mereka ini. Padahal, Arsenio sudah sepakat untuk mengundurkan diri dan berhenti berjuang mengambil hati Hana. Namun, di sesi lain, dia akan kembali merebut jika Mahendra lengah dan gagal membuat Hana bahagia.Hal itu membuat Mahendra harus tetap waspada. Meski iya, sekarang seutuhnya raga Hana telah digenggam, tetapi tidak menutup kemungkinan wan

  • 7 TAHUN SETELAH MENJANDA   S2 Bab 24A (Extra part)

    "Time is money, Bro. Kuharap kamu bisa menghargai waktu."Seperti biasa, nada bicara ketus Mahendra terdengar, tetapi tidak membuat Arsen kaget. Dia sudah sering mendapati mata sinis, sikap dingin dan aura tak suka darinya.Percakapan mereka terjeda ketika seorang pelayan mengantar menu. Arsenio memesan cappunico panas. Lalu, orang itu pergi meninggalkan meja."Ada apa kamu memanggilku?"Tak ingin mengatakan alasan keterlambatan karena mengurusi pasiennya, Arsen langsung ke permasalahannya. Dia sedikit heran dengan isi pesan Mahendra di aplikasi hijau yang dikirim tadi pagi. "Apa ada waktu hari ini? Temui aku di kafe cinta rasa jam 1 siang nanti."Kendati belum tentu Arsen menyetujui janji temu itu, isi pesannya terkesan mengharuskan."Tentang istriku, Hana.""Ya. Ada apa?"Dalam beberapa detik keheningan itu tercipta dan mereka saling melempar pandang. Namun, sedikit berbeda sinar mata yang diberikan

  • 7 TAHUN SETELAH MENJANDA   S2 Bab 23C

    Suara yang menggebu-gebu membuat Hana takut. Dia belum paham sepenuhnya, tetapi mencoba mengerti ucapan itu. Dia menarik kesimpulan sendiri jika Nadhira adalah penggemar suaminya, tetapi sejak kapan? Selama bersama Mahendra, dia belum pernah merasa mendapat saingan kecuali Elena."Andai kau mati, akulah yang akan mengganti posisimu!"Di akhir kalimat itu, Nadhira tertawa terbahak-bahak, menggelegar ruangan sempit itu. Wanita itu meronta saat tubuhnya ditahan untuk maju. Dia ingin meraih dan menjambak rambut Hana lagi seperti saat di dapur tempo lalu. Melihat situasi tak memungkinkan, petugas menarik paksa tubuh tersangka dengan sigap. "Maaf, Bapak Ibu."Petugas memberi isyarat agar mereka boleh keluar dan tersangka akan dikembalikan ke sel karena situasi mulai kacau. Mahendra mengangguk paham dan segera membawa Hana keluar dari sana."Kau memang pantas mati, aku pasti akan senang sekali."Samar-samar terdengar lagi kicauan Nadhira yang diakhiri dengan tawaan yang sangat menakutkan."

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status