Share

II. Kebersamaan

"Assalamualaikum ma, pa. Anita pulang." langkah Anita memasuki rumah yang didominasi warna putih diikuti Habib di belakangnya, keduanya sampai saat waktu sudah hampir menjelang magrib."

Waalaikumsalam." Radiga muncul dengan setelan sudah siap akan pergi ke masjid.

Anita menyalami sang papa begitu pula dengan Habib. "Udah mau ke masjid, pa?" perempuan itu bertanya kepada laki-laki yang sangat disayanginya itu.

"Sebentar lagi, Ta. Nunggu Adit, masih pakaian, baru pulang dia."

Anita mengangguk. "Mama mana, pa?"

"Mamamu di kamar, Ta. Udah siap-siap nunggu azan untuk salat." Anita yang mendengar itu mengangguk.

"Ta, aku mau ikut papa sama Adit ke masjid ya. Kamu cepet naik mandi dan salat." ujar Habib membuat Anita tersenyum mengangguk. "Pa, aku ke atas." ujar perempuan itu pamit lalu melangkah menuju tangga lantai dua rumahnya.

"Gimana bib, klien kamu lancar semuakan?" tanya Radiga setelah Anita pergi.

"Alhamdulillah, pa lancar. Ini lagi nangani kasus perceraian dan semoga lancar sampai akhir."

"Amin." Radiga tersenyum melihat Habib, calon menantunya itu memang selalu membanggakan untuk urusan pekerjaan dan agamanya karena hal itulah ia menyetujui hubungan Habib dengan putrinya itu.

"PA!!! MBAK ANITA PINGSAN!"

Teriakan suara Adit dari lantai dua membuat Radiga maupun Habib terkejut sekaligus panik, keduanya segera bergegas menuju lantai dua. Habib yang terlampau panik hampir berlari di tangga berusaha sekuat mungkin akan tidak tergelincir ke bawah. Saat keduanya sampai, Talita sudah menangisi putrinya yang tidak sadarkan diri dan Adit yang sudah menggendong sang kakak.

"Ayo ke rumah sakit, Pa." Adit berujar setenang mungkin segera berjalan menuju tangga.

Habib yang masih belum tersadar dari keterkejutannya melihat Anita yang sudah terkulai dalam gendongan Adit ditarik Talita agar sadar untuk mengikuti Adit. Sementara Radiga bergegas turun kembali mengambil kunci mobil.

Toyota Fortuner TRD putih sudah terparkir, Talita segera membukakan pintu belakang untuk Adit agar leluasa memasukan Anita. Sementara dirinya berjalan memutar mobil untuk duduk di samping sang putri.

"Mas, duduk di depan aja sama papa." ujar Adit yang segera naik setelah Anita sudah bersandar dengan Talita.

Tanpa kata Habib membuka pintu kursi penumpang depan lalu mobil pun melaju meninggalkan rumah yang didominasi putih berlis abu-abu muda itu, perjalanan yang hanya membutuhkan waktu 15 menit terasa seperti berjam-jam bagi mereka. Saat sampai, Habib langsung bergegas memanggil perawat untuk mengambil brankar.

Anita segera dibawa menuju UGD, sebelum sampai Radiga menyuruh Adit untuk menelpon dokter keluarga mereka untuk menangani Anita segera yang memang kebetulan bekerja di RS ini.

"Udah ya, ma. Mbak pasti baik-baik aja." ujar Adit mencoba menenangkan Talita.

Radiga menjauh tampak akan menghubungi seseorang. "Van, Tata drop kamu yang handle pekerjaan adik kamu untuk 3 hari ke depan. Tentang semua kliennya seminggu ke depan mungkin sudah Anita selesaikan jadi kamu hanya perlu buat report."

Sambungan telepon terputus setelah Ivan -sekretarisnya sekaligus anaknya- menyetujui permintaannya. Dokter yang memeriksa Anita keluar, Radiga berjalan mendekat begitu juga Talita, Adit dan Habib yang langsung berdiri ingin tahu.

"Jadi gimana Anita, Adrean?" tanya Talita lebih cepat dari siapapun yang ada disitu.

"Anita baik-baik aja, buk. Mungkin karena terlalu kecapekan jadi Anita drop, gula darah Anita juga rendah mungkin beberapa hari ini Anita kekurangan waktu untuk mengurus diri dan istirahat. Tolong diperhatikan lagi Anita-nya buk." ujar Adrean menjelaskan.

Radiga yang mendengar itu mengembuskan napas lega setelah mendengar penuturan sang dokter. Masih aja bandel ya, Tata. batinnya tak habis pikir membayangkan putrinya itu yang gila bekerja sama seperti dirinya dulu.

☁☁☁

Hospital Medical Centre

20.35 WIB

Anita terbangun dari tidurnya, sudah hampir dua hari ia dirawat di rumah sakit dengan penjagaan ketat dari pekerjaan. Malam ini yang menjaganya di bangsal adalah Adit, adiknya itu masih berkutat dengan laptop dan beberapa lembar kertas yang berserakan di atas meja.

"Dit." panggil perempuan itu mencoba bangun untuk bersandar mengubah posisinya menjadi duduk.

"Eh, mau ngapain?" Adit segera berdiri menghampiri Anita dan membantu perempuan itu untuk duduk.

"Bosen di sini, mbak mau pulang aja. Bisakan?" tanya Anita menatap Habib yang masih setia berdiri di sampingnya.

Adit paling tidak bisa ditatap Anita seperti ini, salah satu kelemahannya yang ia punya adalah tidak bida menolak permintaan sang kakak yang sangat ia sayangi itu. "Nanti aku bicarain sama Adrean ya. Nanti aku usahain minta dia izini mbak pulang besok." putus Adit akhirnya, tidak ingin melihat rengekan Anita yang bisa saja keluar kalau tidak iyakan permintaan perempuan itu.

Anita tersenyum. "Makasih ya adikku yang ganteng." ujarnya sementara Adit hanya menganggukkan kepalanya saja tidak ingin melebarkan obrolan dengan Anita yang kemungkinan akan menambah keinginan perempuan itu.

Saat keduanya tengah sibuk dengan kegiatan masing-masing, pintu ruang rawat Anita terbuka membuat keduanya menoleh menghentikan kegiatan mereka sejenak. Anita yang melihat orang yang datang tersenyum semringah. "Mas!" sapanya semangat setelah orang itu mengucapkan salam.

Adit yang melihat ekspresi sang kakak mendengus sebal pasalnya sejak tadi yang menemani Anita itukan dirinya di sini dan ekspresi Anita biasa saja tapi setelah melihat Habib datang ekspresinya luar biasa berubah.

Adit yang merasakan dirinya akan teraniaya secara tidak langsung bangkit dari duduknya. "Mabk, aku mau ke luar cari angin sebentar. Sumpek di sini." ujar laki-laki itu berjalan keluar setelah mengatakan sindiran diakhir kalimatnya.

"Adit kenapa, Ta?" tanya Habib yang bingung melihat calon adik iparnya yang tiba-tiba ingin keluar.

"Adit? Katanya tadikan sumpek mau cari angin di luar." ujar Anita yang mengulangi perkataan sang adik.

"Sumpek? Ini tempatnya lebar loh, Ta." Habib berujar yang masih tak mengerti maksud dari ucapan Adit yang mendadak pergi.

Anita tertawa kecil mendengar kalimat yang barusan Habib ucapkan. Calonku ini bener-bener lurus atau emang gak tau ya? batin Anita bertanya-tanya dalam hati. "Maksudnya Adit ngeliat kita berdua itu sumpek, mas. Yakan dia sendiri, pacarnya lagi pergi ke Amerika untuk menghadiri acara asosiasi gitu selama 3 bulanan jadi ya gitu, Adit LDR-an dan sekarang agak sensitif kalau ngeliat orang yang pasangan."

Habib yang mendengarkan Anita menjelaskan panjang mengangguk mengerti. "Oh jadi ceritanya Adit cemburu sama kita?" Anita yang mendengar itu mengangguk lalu keduanya tertawa mengingat sikap Adit yang terlihat jelas irinya.

"Kamu udah makan, mas?" tanya Anita masih setia melihat tampang tunangannya itu.

"Udah, Ta. Kamu udah makan? Udah minum obat?" kini gantian Habib yang menyerang Anita dengan banyak pertanyaan.

Anita tersenyum mengangguk. "Gimana harimu, mas? Baik?" tanya perempuan itu tersenyum menatap laki-laki yang masih sibuk membuka paper bag yang ia bawa tadi.

"Baik, Ta. Salah satu kasus yang aku tangani juga sudah selesai, hasilnya juga alhamdulillah." cerita Habib yang membuat Anita mengangguk senang. "Alhamdulillah, mas."

"Ta, Adit jagain kamu dari siang kok mukanya dia lesu?" tanya Habib penasaran melihat wajah sang calon adik ipar tampak lesu.

"Enggak, mas. Tadi dia sih ceritanya punya klien tapi kliennya ini ribet plus banyak maunya. Kayak kita udah buat sesuatu nih udah selesai, eh tapi si klien mau minta perubahan terus perubahan yang udah selesai minta balik ke awal lagi. Ya jadinya ya gitu, wajahnya dia sejak balik kantor lesunya kayak baju belum disetrika berbulan-bulan, mas."

Mendengar cerita panjang Anita membuat Habib menggeleng-geleng tidak habis pikir, ternyata masih ada aja orang kayak gitu ya semoga Adit diberi kesabaran lebih sama Allah. batin Habib. Keduanya terhanyut mengobrol tentang kesibukan masing-masing hari ini dengan Habib yang bertemu kembali dengan klien cerainya dan Anita yang sibuk dijaga sang mama yang bahkan tidak diizinkan bergerak sama sekali.

Dinding dan benda mati lainnya adalah saksi bisu kebahagiaan keduanya yang bisa saja abadi atau juga berganti dalam hitungan jam, menit ataupun detik tidak akan ada yang pernah mengetahui hal itu. Kedua insan itu hanya bisa berusaha dan berdoa agar mereka tetap baik-baik saja, agar hubungan dan keluarga mereka tetap baik-baik saja hingga nanti.

☁☁☁

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status