Share

bab 6.Awal Mula

Penulis: ananda zhia
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-15 10:19:32

Flash back on.

Hujan menderas yang membuat suasana menjelang Maghrib semakin terasa muram.

Aku melihat jam dinding yang menempel di tembok seraya menenangkan Danang yang baru saja disapih.

"Duh, kok belum pulang sih mas Larsono. Sudah hampir maghrib. Biasanya jam setengah lima sudah pulang," gumamku sambil menggendong Danang.

Mendadak ponsel ku berdering. Dengan cepat aku meraih ponsel di saku daster.

"Halo."

"Halo, Bu. Ini dari kepolisian. Apa ibu adalah keluarga bapak Larsono?"

"Iya, Pak. Saya istrinya." Hatiku mulai berdebar tidak karuan.

"Jadi begini, Bu. Suami ibu mengalami kecelakaan tunggal dan sekarang di rumah sakit Harapan Sehat. Diharap ibu segera kemari."

Aku terdiam. Tercengang selama beberapa detik.

"Halo, Bu. Bu. Ini dengan Bu Naimah bukan?"

"Astaghfirullah, iya Pak. Apa suami saya baik-baik saja?"

"Suami ibu sepertinya mengebut dan ban motornya selip karena melewati aspal yang berlubang dan terdapat air. Lalu terpental jauh menimpa trotoar.

Menurut dokternya harus dioperasi. Kami menemukan ponsel pak Larsono. Dan nomor ibu ada di daftar paling atas. Jadi diharap ibu segera datang kemari untuk menandatangani surat persetujuan operasi.

**

Aku menghela nafas panjang di depan ruang operasi. Masih teringat ucapan dokter padaku tadi.

"Suami ibu mengalami beberapa cidera tulang. Ada perdarahan organ dalam juga. Untung saja kepala dan tulang belakangnya tidak aman, tidak terkena benturan.

Tapi tulang kaki dan tulamh rusuk yang patah harus segera dioperasi dan dipasang pen. Biayanya sekitar 25 juta sampai keluar rumah sakit."

"Astaghfirullah, dapat darimana uang sebanyak itu? Sedangkan aku tidak punya BPJS."

Mendadak ponselku bergetar. Aku meraih dan membacanya yang seketika membuatku semakin linglung membaca pesan w******p dari Titin.

[Mbak, kata Bu guru, aku harus melunasi SPP satu semester dan membayar ujian Nasional sebagai syarat ikut ujian. Ini ada biaya perpisahan juga.]

Sebuah foto dikirim ke padaku berisi catatan biaya sekolah menjelang kelulusan sebanyak tiga juta. Astaghfirullah, apa yang harus kulakukan sekarang?

**

Aku hanya bisa menelan ludah saat mendengar keterangan dari pak Usman, teman mas Larsono sekaligus pemilik peternakan ayam negeri tempat suamiku bekerja.

Awalnya aku ingin meminjam uang padanya yang akan dibayar mas Larsono dengan cara potong gaji.

"Ayam di tempatku mengalami virus flu burung dan mati semua. Jadi kami ingin menghentikan usaha ini entah sampai kapan karena kami rugi jutaan rupiah. Jadi aku terpaksa menutup usaha dan memberhentikan para karyawan.

Maaf Mbak Naimah, saya tidak bisa menolong meminjam kan uang. Tapi uang gaji setengah bulan ini sudah ku transfer ke semua karyawan termasuk mas Larsono."

Aku tercekat. Gaji suamiku perbulan di peternakan ayam sebanyak 2,5 juta. Kalau setengah bulan yang ditransfer, berarti hanya 1,7 juta. Kemana hendak kucari biaya operasi dan syarat kelulusan Titin?

*

Aku menatap wajah Titin penuh harap. "Mbak mohon ya, Tin. Mbak nggak punya pilihan lain selain menggadaikan sertifikat tanah warisanmu."

Titin menghela nafas. Sepertinya dia juga bingung.

"Tin, kasihan mas Larsono. Dia butuh uang banyak untuk operasi. Kamu juga butuh biaya kelulusan kan?" tanyaku lagi.

Titin terdiam sejenak. "Iya sih. Selama ini aku berhutang budi pada mas Larsono dan juga mbak Nai. Kalian yang membiayai sekolahku. Tapi apa mbak sudah memutuskan mau digadai berapa tanahnya dan bagaimana cara bayar perbulannya?"

"Nanti setelah mas Larsono sembuh, kita pikirkan lagi bagaimana cara mengambil tanah mu lagi."

"Baiklah. Kalau begitu terserah mbak saja. Tapi aku berharap, tanah yang sudah menjadi bagian warisanku bisa kembali padaku."

"Tentu Tin. Mbak akan lakukan apapun untuk mengambil kembali sertifikat tanah itu. Yang penting mas Larsono bisa operasi dan kamu bisa lulus SMA," sahutku mencoba meyakinkan Titin meskipun aku juga ragu.

**

Aku menatap uang di dalam amplop dengan pandangan nanar. Setelah mencoba ke bank maupun ke pagadaian dengan membawa sertifikat tanah milik Titin, mereka mengatakan perlu meninjau dahulu dan uang akan ditransfer seminggu kemudian setelah pengajuan. Padahal operasi mas Larsono sudah selesai dan lusa boleh pulang.

Akhirnya dengan sangat terpaksa, aku mengajukan sertifikat tanah seluas 200 meter pada pak Dani, pemilik bank keliling.

Dengan cepat pak Dani meninjau tanah milik Titin dan menghargainya 35 juta untuk tanah Titin yang harus kulunasi selama dua tahun.

Tanpa berpikir panjang, akupun bersedia dan uang 35 juta langsung kuterima cash di rumah Dani. Dan akhirnya aku bisa membayar operasi mas Larsono dan uang sekolah Titin.

**

Flash back off :

"Mbak, mbak Nai!" Lisa mengibaskan tangan di depan mukaku. Aku terkejut dan menatapnya.

"Astaghfirullah, ada apa?"

"Mbak melamun ya?"

Aku hanya mengangguk.

"Aku tahu apa yang mbak pikirkan sekarang. Semoga mbak diberi kesabaran dan keikhlasan."

"Aaminn. Oh, ya Mbak Lisa tadi mau bilang apa?"

Mbak Lisa menatap warung pecel di

depan sekolah.

"Mbak Nai, sudah sarapan?"

"Sudah."

Mbak Lisa tampak berpikir sebentar. "Kalau begitu, kita ngeteh aja di sana. Sekalian makan peyek. Boleh juga makan lagi. Karena apa yang akan saya sampaikan ini penting sekali."

Aku mengerutkan dahi. Bingung menerka apa yang akan dibicarakan mbak Lisa sampai ekspresi nya seserius ini.

"Baiklah."

Aku mengikuti langkah mbak Lisa yang berjalan cepat ke warung depan sekolah. Tak kuhiraukan beberapa pasang mata wali murid lainnya yang menatap kepergian kami penuh tanda tanya.

"Jadi ada apa, mbak?" tanyaku sambil mengaduk teh hangat di meja dengan sedotan.

"Ehem. Hm ... Gimana ya mulainya ngomong ..,"

Bukannya langsung menjawab, mbak Lisa justru tampak bingung.

Aku tersenyum. "Apa yang Mbak ketahui tentang bayi Titin?" pancingku.

"Hm, dulu Titin pernah diperkenalkan pada kami oleh Dimas, adikku. Mereka teman satu sekolah saat SMA."

"Ya lalu?"

"Saat itu Dimas baru saja bekerja di perusahaan pecah belah bagian staf yang ada di kecamatan sebelah. Sedangkan Titin jualan bakso di depan rumahnya."

"Lalu?"

"Papa menolak keinginan Dimas. Dengan alasan menginginkan menantu yang bekerja di kantoran dan sarjana."

Aku menelan ludah. Karena keterbatasan biaya, memang Titin harus menghentikan mimpinya kuliah dan berjualan sebisanya.

"Lalu suatu malam, saat saya hendak ke kamar mandi saya mendengar Dimas menelepon seseorang. Dan sangat jelas sekali ucapan Dimas terdengar oleh saya waktu itu, 'Tin, aku tidak bisa melawan papa. Bagaimana kalau bayi itu digugurkan saja. Uangnya aku transfer sekarang!"

Aku mendelik mendengar ucapan Mbak Lisa. Jadi Febi .... bukan anak mas Larsono?!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI   bab 30. Kembali Akur (Tamat)

    Titin baru saja menidurkan Febi saat terdengar ponsel nya berdering nyaring. Titin menghela nafas panjang dengan cepat meraih ponselnya yang berdering diatas kasur. Khawatir Febi akan terbangun. Perempuan beranak satu itu berdecak kesal saat melihat siapa yang menelepon nya. Titin segera keluar dari kamarnya untuk menerima telepon dari Dimas."Heh, ada apa lagi kamu, Dim? Kamu jangan harap bisa pulang sebelum kamu bekerja!" seru Titin dengan kesal. "Selamat pagi, Bu. Kami dari pihak kepolisian. Kami mengabarkan bahwa pak Dimas, suami ibu ditangkap oleh polisi karena menabrak seorang gelandangan hingga tewas. Untuk proses penyelidikan, pak Dimas bisa didampingi oleh pengacara. Dan sampai persidangan, pak Dimas akan ditahan terlebih dahulu.Kami menelepon ibu karena pak Dimas tertangkap dalam kondisi mabuk dan sekarang tidak sadarkan diri. Saat kami periksa, kontak nama ibu ada di dalam panggilan masuk ke ponsel pak Dimas beberapa kali.""Oh, Dimas ditahan ya? Tahan saja pak polisi!

  • ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI   bab 29. Perkelahian di Penjara

    Larsono membuka mata dan terkejut saat salah seorang anggota tahanan di selnya menusuk perut Larsono dengan ujung sikat gigi yang sudah ditajamkan. Darah segar mengucur dari lukanya itu.Larsono berteriak lagi. Tapi dua orang tahanan yang berada di satu sel dengannya hanya melihat perut Larsono ditusuk berulangkali oleh napi lainnya. Darah segar sudah mengalir kemana-mana membuat lantai penjara penuh dengan noda darah. Tepat saat Larsono lemas, datang sipir penjara dan langsung menegur mereka. Napi yang menusuk Larsono segera menyembunyikan sikat gigi itu di balik bajunya."Heh, apa yang sebenarnya sedang kalian lakukan? Tidak bisa ditinggal sebentar saja!" gerutunya sambil menyalakan lampu dalam sel. Dan seketika petugas itu terkejut melihat kondisi Larsono yang bersimbah darah. "Astaga, siapa yang melakukan hal ini?" tanya petugas polisi itu. Ketiga tahanan terdiam dan hanya menatap Larsono yang sudah pingsan karena kesaktian dan kekurangan darah. Polisi itu langsung memanggil

  • ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI   bab 28. Nasib saat Di Penjara

    Beberapa Minggu sebelumnya,"Kamu kayaknya lagi seneng deh, Put?" tanya Mamanya saat Putra baru saja pulang dari kafe Naimah. Putra mengurungkan niatnya untuk berjalan ke kamar lalu menghampiri mamanya. "Seneng dong. Coba Mama tebak alasannya?" tanya Putra sambil menatap wajah mamanya dengan seksama. Mamanya tersenyum lebar. "Pasti karena cewek. Ya kan?"Mata Putra mendelik. "Kok Mama bisa tahu sih?""Ya karena Mama pernah muda, Put. Tapi kamu saja yang belum pernah tua."Putra tersenyum. "Ya, bisa saja kan mama nebaknya karena omset toko kita naik?""Hm, nggak tuh. Kan feeling mama bilang kalau kamu bahagia karena perempuan. Jadi siapa dia? Coba bawa kesini," ucap sang mama membuat Putra tersipu malu. "Tapi, dia janda anak 1, Ma.""Lha, kenapa memangnya kalau janda. Asal bisa menjaga kehormatan diri, maju aja terus."Mata Putra berbinar. "Sungguh, Ma?""Tentu saja. Mama tidak pernah bercanda untuk hal seperti ini.""Jadi, mama setuju.""Tentu saja. Coba kenalin ke mama. Dan kamu

  • ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI   bab 27. Tertangkap Polisi

    Orang itu menerima serbuk putih lalu dengan secepat kilat menodongkan pistol ke arah Larsono."Kami polisi! Angkat tangan dan menyerahlah!" seru orang itu seraya menempelkan pistol pada kening Larsono. "Apa salah saya, Pak? Saya tidak tahu apa-apa. Saya hanya suruhan untuk nganter barang.""Barang yang kamu antar itu Narkoba. Jadi jangan pura-pura tidak tahu! Segera turun dari mobil dan hadap ke depan!"Larsono mengangguk lalu membuka pintu perlahan. Saat dia hampir keluar dari mobil, lelaki itu menabrakkan pintunya ke tubuh polisi itu. Lalu berlari sekuat tenaga masuk ke dalam sawah. "Saudara Larsono, jangan lari!"Kedua polisi itu langsung mengejar Larsono. Salah satu dari mereka, menembakkan pistol nya ke udara. "Dorr!!""Jangan lari, kamu! Atau kami tembak."Larsono mempercepat larinya. Suasana gelap area persawahan membuatnya kesulitan untuk lari dengan kencang. Dooorrr!Aaarggh!Peluru yang ditembakkan oleh polisi itu mengenai kaki Larsono. Lelaki itu berteriak kesakitan da

  • ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI   bab 26. Pekerjaan Baru Larsono

    Larsono mengambil bungkusan putih itu dan mengamati nya. "Bukan kah serbuk ini mirip ..,"Pemuda ceking itu meraba saku jaketnya dan merasa ada sesuatu yang hilang. Dia lalu berbalik ke arah Larsono. Larsono yang sedang menggenggam serbuk putih itu menjadi terkejut. Lalu buru-buru menyerahkan serbuk itu pada pemuda ceking. "Mas, ini ..,"Pemuda itu menatap wajah Larsono dengan curiga lalu segera merampas serbuk putih itu."Jangan suka mengambilnya barang milik orang lain!" desisnya lirih sambil menatap tajam ke arah Larsono."Jangan sembarangan bicara! Benda itu mendadak jatuh dari sakumu dan akan dikembalikan saat kamu mendadak marah padaku padahal aku saja tidak melakukan kesalahan apapun padamu," sahut Larsono ketus.Lelaki ceking itu hanya melihat sekilas pada Larsono. Lalu melanjutkan langkahnya masuk ke dalam warung. "Hei, seperti biasa," ucap lelaki ceking itu pada pemilik warung."Beres, Bos."Pemilik warkop itupun bergegas membuatkan kopi kental ke dalam cangkir lalu men

  • ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI   bab 25. Kondisi Larsono

    "Jangan mimpi! Dia anak kamu atau bukan, papa tidak akan pernah mau menerima nya. Dan satu hal lagi, kamu pilih nikah sama perempuan itu tapi papi coret dari KK dan tidak mendapatkan warisan sepeserpun, atau kamu tinggalkan perempuan itu dan anaknya serta kembali pada Dila?! Jawab sekarang!"'Wah, papa masih marah, lebih baik aku mengalah dulu. Daripada namaku dicoret dari ahli waris, lebih baik aku pura-pura berdamai dengan Dila agar tetap dapat duit buat Titin,' batin Dimas. "Dimas tetap mau sama Dila, Pa. Dimas janji tidak akan menemui Titin lagi.""Tunggu, Pa." Dila bangkit dan menyeka air matanya dengan punggung tangan. "Dila tidak ingin bersama dengan mas Dimas lagi.""Kenapa Dil?" tanya orang tua dan mertuanya kaget. "Karena Dila tahu, Mas Dimas ingin mempertahankan pernikahan ini dengan setengah hati. Dila yakin sekali kalau mulut mas Dimas bilang ingin bersama dengan Dila, tapi nanti mas Dimas akan menemui perempuan itu lagi diam-diam. Dan Dila tidak mau dikhianati dan sa

  • ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI   bab 24. Ancaman untuk Dimas

    Dimas menoleh ke belakang dan sangat terkejut melihat kedatangan istrinya yang sedang berkacak pinggang. "Jadi ini kelakuan kamu, Mas? Aku benar-benar kecewa. Setelah kamu menjadi penanggung jawab resto milikku, kamu malah selingkuh dengan pelacur ini?" tegur Adila, istri Dimas. Wajah Dimas memucat. Sedangkan Titin yang sedang menggendong Febi mulai berkeringat dingin."Dila, ini tidak seperti apa yang sedang kamu pikirkan. Berikan waktu padaku untuk menjelaskan hal ini ya?""Nggak! Aku ingin minta cerai! Serahkan kembali kepemilikan restoran aku!" teriak Dila. "Dil, tenang ya. Ini di rumah sakit. Anakku sedang sakit dan aku harus memeriksakannya ke dokter."Mata Dila membola sempurna. "Anak kamu? Astaga, Mas! Sejak kapan kamu mengenal jalang itu, Mas! Jawab aku! Jangan diam saja!"Titin yang mendengar dirinya disebut jalang tidak terima dan berdiri menghadap Dila."Heh, kamu! Dengar ya, sebelum kamu dan Dimas bertemu, kami lebih dulu bertemu. Kami saling mencinta dan anak ini ada

  • ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI   bab 23. Menolak Permintaan Titin

    "Waalaikumsalam, mbak Nai, apa aku bisa minta tolong?" "Kamu ..,""Aku Titin, Mbak! Tolong aku!"Naimah terdiam. Dia melihat jam yang menempel di dinding kamarnya. Sudah jam 1 malam. "Mbak, mbak? Kamu kok diam saja, Mbak? Aku butuh pertolongan kamu!"Naimah menghela nafas. "Kamu pikir sekarang jam berapa, Tin? Ini sudah tengah malam. Aku tidak mungkin ke kontrakan kamu. Bahaya untukku.""Tapi mbak, Febi sakit! Aku harus bagaimana?" tanya Titin panik. "Lha emang kemana suami mu?""Aku, aku sudah ditalak oleh mas Larsono, Mbak.""Kok bisa?" tanya Naimah kaget. Titin ingin menceritakan hal yang sebenarnya tapi dia takut kalau Naimah menjadi semakin benci dan tidak mau menolong nya."Ceritanya panjang, Mbak. Sekarang kumohon tolong aku! Aku sendirian di rumah. Febi panas dan muntah-muntah. Aku harus bagaimana, Mbak?" tanya Titin semakin panik. "Apa ini pertama kalinya Febi panas setelah dia lahir?""Nggak Mbak, dulu setelah Febi imunisasi, Febi selalu panas. Tapi selalu reda setelah m

  • ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI   bab 22. Langsung Ditalak

    Dan lelaki itu tercekat saat melihat Titin dan Dimas masuk ke dalam salah satu kamar hotel. Larsono hanya bisa menatap dari kejauhan. Lalu sebuah ide melintas di benaknya. Dengan cepat Larsono mengeluarkan ponselnya dan merekam Titin yang masuk ke dalam kamar hotel. Larsono merasa hatinya sakit bukan main. Dengan menghela nafas dan berusaha menenangkan hatinya, lelaki itu mendekat ke arah pintu hotel. Ditempelkan telinganya ke pintu kamar hotel tersebut, berharap mendengar suara yang bisa dijadikan bukti. Tapi nihil, tidak terdengar suara apapun dari pintu yang terkunci itu. Sementara itu Titin yang sudah ada di dalam kamar dengan Dimas, segera meletakkan Febi ke ranjang kamar hotel. Lalu memeluk Dimas dengan erat. "Apa tidak ada yang curiga dengan kepergianmu kesini?" tanya Dimas. Titin menggeleng. "Nggak ada. Aku sudah minta ijin untuk ketemu sama teman SMA. Dan suamiku yang bodoh itu percaya." Titin tersenyum lalu meraih tengkuk belakang Dimas. Mendekat kan bibirnya ke bibir

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status