Share

bab 7. Hamil di Luar Nikah

Penulis: ananda zhia
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-15 10:20:55

Flash back on

"Alhamdulillah, kamu sudah bisa jalan pelan-pelan, Mas." Aku menyuguhkan teh dan sepiring pisang goreng di sore hari setelah seminggu mas Larsono pulang dari rumah sakit.

Mas Larsono tersenyum kecut. "Aku bingung bagaimana kita akan melanjutkan hidup setelah ini."

Aku menghela nafas panjang. Bingung juga.

"Apa kamu tahu, Nai, kakiku terasa ngilu bila menapak terlalu lama. Aku tidak bisa berdiri dan berjalan terlalu lama. Rasanya terlalu ngilu," keluh mas Larsono.

Aku terdiam. Memikirkan jalan keluar untuk masalah ini.

Sementara kami harus menebus sertifikat tanah milik Titin juga memberikan makan pada lima perut.

Huft, berat.

**

Dua bulan berlalu setelah mas Larsono keluar dari rumah sakit. Kakinya masih terasa ngilu untuk berdiri dan berjalan terlalu lama.

Dia pernah mencoba melakoni berbagai pekerjaan. Tapi tidak ada yang bisa bertahan lama. Pernah menjadi kuli angkut pasar, tapi kakinya terasa sakit. Pernah menjadi penjaga di toko milik sepupu tapi kakinya juga ngilu saat berjalan mengambil stok barang dari gudang untuk dipajang di toko.

Uang sisa dari gadai tanah sudah hampir habis, bukannya untung, kini justru hampir habis. Sementara Titin harus mengubur impiannya untuk bisa kuliah.

"Duh, jangan seperti ini dong Nai, lauknya! Masak tiap hari sambal kecap dengan kerupuk!" protes mertuaku. Wajahnya mengerut di ruang makan.

"Itu juga si Danang, kenapa cuma dikasih makanan instan dan teh di dot. Ck, beli aja susu formula. Kamu nggak punya uang ya?!"

Aku menghela nafas. "Ibuk kan tahu kalau setelah mas Larsono kecelakaan, keuangan kami oleng. Tolong ibu mengerti sedikit dong," sahutku. Terasa mulai emosi dalam nada suara.

"Heh, kamu kok nggak sopan sih dengan mertua. Kasar banget. Ibu hanya minta lauk yang lebih enak, kok dibentak?! Contohlah adik kamu si Titin, yang lemah lembut."

Ibu menunjuk Titin di depan rumah yang sedang menggendong Danang.

"Astaghfirullah, Buk. Jelas beda lah saya sama Titin. Saya rasa kalau Titin ada di posisi saya, dia juga akan galak."

Ibu diam sejenak. "Larsono, emang kamu nggak bisa cari kerjaan lain setelah diphk?"

"Kakiku kalau digunakan untuk jalan dan berdiri terlalu lama jadi sakit, Bu."

"Kalau begitu yang harus kerja ya Naimah dong."

"Tapi Bu, Danang gimana?"

"Danang kan ada Titin, ada saya, ada bapaknya juga. Kamu yang harus kerja. Lagipula Danang kan sudah selesai disa pih?!"

Aku menghela nafas. Bingung akan menyetujui atau menolak usulan mertuaku.

"Lagipula ya denger baik-baik, Nai. Dalam sebuah keluarga, Tuhan itu bisa saja menitipkan rejeki pada sang suami, bisa juga pada sang istri. Jadi kalau suami kamu belum dapat kerja, kamu dong yang harus maju. Masa ibu?"

"Nanti akan Naimah pikirkan," sahutku akhirnya.

"Yah harus segera dipikirkan lah. Kita butuh makan dan anak kamu butuh susu dan masa depan," kilah mertuaku.

"Tapi apa yang bisa Naimah lakukan? Kalau buka usaha, saya tidak punya modal, Buk. Kalau mencucikan baju tetangga, rata-rata mereka mencuci baju sendiri. Mereka juga tidak butuh asisten rumah tangga karena kebanyakan dari mereka adalah ibu rumah tangga atau buruh tani."

"Ck, kamu ini nggak pinter banget sih. Kemarin saat ibu belanja di warung ada selebaran tentang pemberangkatan T KW."

"Jadi T KW? Aku?" Aku mendelik, kaget.

"Iyalah kamu, masa ibuk? Masa Titin atau Larsono?" tanya mertuaku dengan gaya menyebalkan.

"Akan saya pikirkan nanti, Buk. Saya juga ingin melihat tumbuh kembang anak saya," sahutku membuat mertuaku mendengus.

"Kalau cuma lulusan SMA aja, tidak usah mimpi muluk-muluk dalam bekerja. Asal halal dan dapat uang banyak, mbok dilakoni!"

*

"Aku akan berangkat ke luar negeri, Mas," ucapku suatu malam. Keputusan ku membulat saat setiap hari melihat para penagih hutang datang menyantroni rumah dan membuat kami risih. Belum lagi tatapan tetangga yang menyiratkan entah rasa kasihan, entah rasa ji jik pada kami.

Mas Larsono hanya menghela nafas panjang.

"Kalau itu keputusan kamu, aku hanya bisa berharap kamu selalu beruntung dan mendapat majikan yang baik, Nai."

Aku mengangguk. "Tapi bagaimana dengan Danang dan Titin?"

"Kamu tidak usah khawatir. Aku akan menjaga mereka dengan baik."

"Kamu jangan selingkuh saat nggak ada aku ya, Mas!"

Mas Larsono tersenyum. "Aku janji nggak akan selingkuh. Kan ada sabun dan minyak goreng," tukas mas Larsono, seraya mengedipkan sebelah matanya.

"Ish!"

Aku memukul bahu mas Larsono pelan dan kamipun tertawa bersama.

"Lalu bagaimana dengan uang saku kamu? Apa kita masih punya tabungan?"

Aku melihat dua cincin yang melingkar di jari manis. Satu cincin adalah mas kawin. Cincin yang lainnya adalah warisan dari ibu.

Mata mas Larsono berkaca-kaca. "Maafkan mas ya. Belum bisa menjadi suami yang baik untukmu dan bapak yang baik untuk Danang."

"Semua ini musibah, Mas. Aku akan berusaha kuat menjalaninya asalkan kamu di sini setia."

Mas Larsono mengangguk. "Percayalah padaku, Nai!"

Mas Larsono pun merengkuhku dalam pelukannya.

*

Hari keberangkatan pun tiba. Tak hentinya aku menci um pipi gembil Danang. Hatiku sesak melihat tangisnya yang menyayat saat aku hendak pergi dengan travel yang sudah menungguku di depan rumah.

"Ck, nggak usah cengenglah. Kalau mau jadi ibu juga harus mau sengsara!"

Aku melirik ke arah mertuaku. Rasanya kalau tidak ingat bahwa dia adalah ibu dari suamiku, aku akan menyumpalkan sendal ke mulutnya.

*

Pov Titin.

Mbak Naimah telah bekerja selama tiga tahun di Taiwan dan uangnya ditransfer pada mas Larsono.

Yang luar bisa dari mas Larsono adalah dia bisa menghemat dan bisa memutar uang yang diberikan oleh mbak Naimah menjadi toko sembako di tanah warisan bagianku.

Aku juga tidak masalah dengan toko yang dibangun di atas tanah bagianku. Toh, aku juga akan ikut menikmati uang bagi hasilnya untuk uang jajan.

Bukan hanya itu, sertifikat tanah bagianku kini telah kembali. Dan mas Larsono juga mengubah teras depan rumah yang dulu hanya diisi gerobak bakso menjadi warung lesehan mungil.

Aku dan mas Larsono semakin akrab, kadang kami belanja untuk warung baksoku berdua. Tapi aku hanya menganggapnya hanya sebagai seorang kakak lelaki saja. Karena aku sudah punya kekasih yang tampan, Dimas. Anak kepala desa.

Tapi memang yang namanya usaha, kadang mengalami pasang surut. Seperti saat ini, warung baksoku yang sepi, mas Larsono, Danang dan mertua yang sedang berada di warung sembako yang berjarak 3 kilo dari rumah membuatku merasa kesepian.

Beruntung Dimas, anak kepala desa, pacarku sejak setahun yang lalu yang merupakan teman SMAku mampir ke rumah dan mengajakku ke kontrakannya.

Dengan senang hati, akupun menutup warung dan ikut dalam boncengan Dimas.

Dimas yang bekerja di perusahaan pecah belah dengan jarak empat puluh lima menit dari rumahnya memang memilih ngontrak dari pada bolak balik ke rumah orang tuanya. Karena dia ingin bebas daripada dikekang oleh papanya, kepala desa yang galak itu.

Aku sudah sering ke kontrakannya saat banyak teman-teman satu pabriknya disana. Tapi ini sekarang hanya ada kami berdua.

Awalnya aku yang hanya melihat tivi di ruang tengah, entah mengapa jadi 'ingin' melihat Dimas yang menyerangku perlahan.

"Aku takut hamil, Dim."

"Aku akan bertanggung jawab dan menikahi mu," sahut Dimas sambil menggendong ku ke kamarnya.

"Tapi papamu galak."

"Papa akan menurutiku, Tin. Percayalah padaku. Aku sangat mencintaimu dan aku juga tahu, kamu mencintai ku kan?"

Aku hanya mengangguk dan malam itu kami melakukannya dengan penuh cinta.

*

Aku hamil dan Dimas membawaku pada orang tuanya. Namun, alih-alih mereka menerimaku, aku ditolak mentah-mentah oleh keluarga mereka. Hatiku sangat sakit tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa.

Dan bukannya melawan papanya dan mempertahankan aku, Dimas justru mentransfer uang lima juta ke rekening ku untuk biaya menyingkirkan bayiku.

Lelah menangis seharian membuatku haus. Dan saat tengah malam, aku keluar dari kamar menuju dapur.

Saat melewati kamar mas Larsono, aku mendengar suara aneh. Aku menajamkan pendengaranku dan aku yakin itu suara desa han.

Aku mengintip dari ventilasi kamarnya dan melihatnya melakukan seperti apa yang kupikirkan.

Mendadak sebuah ide melintas di kepala. Aku segera kembali ke kamar dan menelepon mas Larsono.

Tut ... Tut ... Tut

Klik.

"Halo."

"Halo, Mas. Aku bisa membantumu. Jangan melakukannya sendiri. Kamu mau kan kubantu?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Endhie Yusuf
gomballllllllll
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI   bab 30. Kembali Akur (Tamat)

    Titin baru saja menidurkan Febi saat terdengar ponsel nya berdering nyaring. Titin menghela nafas panjang dengan cepat meraih ponselnya yang berdering diatas kasur. Khawatir Febi akan terbangun. Perempuan beranak satu itu berdecak kesal saat melihat siapa yang menelepon nya. Titin segera keluar dari kamarnya untuk menerima telepon dari Dimas."Heh, ada apa lagi kamu, Dim? Kamu jangan harap bisa pulang sebelum kamu bekerja!" seru Titin dengan kesal. "Selamat pagi, Bu. Kami dari pihak kepolisian. Kami mengabarkan bahwa pak Dimas, suami ibu ditangkap oleh polisi karena menabrak seorang gelandangan hingga tewas. Untuk proses penyelidikan, pak Dimas bisa didampingi oleh pengacara. Dan sampai persidangan, pak Dimas akan ditahan terlebih dahulu.Kami menelepon ibu karena pak Dimas tertangkap dalam kondisi mabuk dan sekarang tidak sadarkan diri. Saat kami periksa, kontak nama ibu ada di dalam panggilan masuk ke ponsel pak Dimas beberapa kali.""Oh, Dimas ditahan ya? Tahan saja pak polisi!

  • ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI   bab 29. Perkelahian di Penjara

    Larsono membuka mata dan terkejut saat salah seorang anggota tahanan di selnya menusuk perut Larsono dengan ujung sikat gigi yang sudah ditajamkan. Darah segar mengucur dari lukanya itu.Larsono berteriak lagi. Tapi dua orang tahanan yang berada di satu sel dengannya hanya melihat perut Larsono ditusuk berulangkali oleh napi lainnya. Darah segar sudah mengalir kemana-mana membuat lantai penjara penuh dengan noda darah. Tepat saat Larsono lemas, datang sipir penjara dan langsung menegur mereka. Napi yang menusuk Larsono segera menyembunyikan sikat gigi itu di balik bajunya."Heh, apa yang sebenarnya sedang kalian lakukan? Tidak bisa ditinggal sebentar saja!" gerutunya sambil menyalakan lampu dalam sel. Dan seketika petugas itu terkejut melihat kondisi Larsono yang bersimbah darah. "Astaga, siapa yang melakukan hal ini?" tanya petugas polisi itu. Ketiga tahanan terdiam dan hanya menatap Larsono yang sudah pingsan karena kesaktian dan kekurangan darah. Polisi itu langsung memanggil

  • ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI   bab 28. Nasib saat Di Penjara

    Beberapa Minggu sebelumnya,"Kamu kayaknya lagi seneng deh, Put?" tanya Mamanya saat Putra baru saja pulang dari kafe Naimah. Putra mengurungkan niatnya untuk berjalan ke kamar lalu menghampiri mamanya. "Seneng dong. Coba Mama tebak alasannya?" tanya Putra sambil menatap wajah mamanya dengan seksama. Mamanya tersenyum lebar. "Pasti karena cewek. Ya kan?"Mata Putra mendelik. "Kok Mama bisa tahu sih?""Ya karena Mama pernah muda, Put. Tapi kamu saja yang belum pernah tua."Putra tersenyum. "Ya, bisa saja kan mama nebaknya karena omset toko kita naik?""Hm, nggak tuh. Kan feeling mama bilang kalau kamu bahagia karena perempuan. Jadi siapa dia? Coba bawa kesini," ucap sang mama membuat Putra tersipu malu. "Tapi, dia janda anak 1, Ma.""Lha, kenapa memangnya kalau janda. Asal bisa menjaga kehormatan diri, maju aja terus."Mata Putra berbinar. "Sungguh, Ma?""Tentu saja. Mama tidak pernah bercanda untuk hal seperti ini.""Jadi, mama setuju.""Tentu saja. Coba kenalin ke mama. Dan kamu

  • ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI   bab 27. Tertangkap Polisi

    Orang itu menerima serbuk putih lalu dengan secepat kilat menodongkan pistol ke arah Larsono."Kami polisi! Angkat tangan dan menyerahlah!" seru orang itu seraya menempelkan pistol pada kening Larsono. "Apa salah saya, Pak? Saya tidak tahu apa-apa. Saya hanya suruhan untuk nganter barang.""Barang yang kamu antar itu Narkoba. Jadi jangan pura-pura tidak tahu! Segera turun dari mobil dan hadap ke depan!"Larsono mengangguk lalu membuka pintu perlahan. Saat dia hampir keluar dari mobil, lelaki itu menabrakkan pintunya ke tubuh polisi itu. Lalu berlari sekuat tenaga masuk ke dalam sawah. "Saudara Larsono, jangan lari!"Kedua polisi itu langsung mengejar Larsono. Salah satu dari mereka, menembakkan pistol nya ke udara. "Dorr!!""Jangan lari, kamu! Atau kami tembak."Larsono mempercepat larinya. Suasana gelap area persawahan membuatnya kesulitan untuk lari dengan kencang. Dooorrr!Aaarggh!Peluru yang ditembakkan oleh polisi itu mengenai kaki Larsono. Lelaki itu berteriak kesakitan da

  • ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI   bab 26. Pekerjaan Baru Larsono

    Larsono mengambil bungkusan putih itu dan mengamati nya. "Bukan kah serbuk ini mirip ..,"Pemuda ceking itu meraba saku jaketnya dan merasa ada sesuatu yang hilang. Dia lalu berbalik ke arah Larsono. Larsono yang sedang menggenggam serbuk putih itu menjadi terkejut. Lalu buru-buru menyerahkan serbuk itu pada pemuda ceking. "Mas, ini ..,"Pemuda itu menatap wajah Larsono dengan curiga lalu segera merampas serbuk putih itu."Jangan suka mengambilnya barang milik orang lain!" desisnya lirih sambil menatap tajam ke arah Larsono."Jangan sembarangan bicara! Benda itu mendadak jatuh dari sakumu dan akan dikembalikan saat kamu mendadak marah padaku padahal aku saja tidak melakukan kesalahan apapun padamu," sahut Larsono ketus.Lelaki ceking itu hanya melihat sekilas pada Larsono. Lalu melanjutkan langkahnya masuk ke dalam warung. "Hei, seperti biasa," ucap lelaki ceking itu pada pemilik warung."Beres, Bos."Pemilik warkop itupun bergegas membuatkan kopi kental ke dalam cangkir lalu men

  • ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI   bab 25. Kondisi Larsono

    "Jangan mimpi! Dia anak kamu atau bukan, papa tidak akan pernah mau menerima nya. Dan satu hal lagi, kamu pilih nikah sama perempuan itu tapi papi coret dari KK dan tidak mendapatkan warisan sepeserpun, atau kamu tinggalkan perempuan itu dan anaknya serta kembali pada Dila?! Jawab sekarang!"'Wah, papa masih marah, lebih baik aku mengalah dulu. Daripada namaku dicoret dari ahli waris, lebih baik aku pura-pura berdamai dengan Dila agar tetap dapat duit buat Titin,' batin Dimas. "Dimas tetap mau sama Dila, Pa. Dimas janji tidak akan menemui Titin lagi.""Tunggu, Pa." Dila bangkit dan menyeka air matanya dengan punggung tangan. "Dila tidak ingin bersama dengan mas Dimas lagi.""Kenapa Dil?" tanya orang tua dan mertuanya kaget. "Karena Dila tahu, Mas Dimas ingin mempertahankan pernikahan ini dengan setengah hati. Dila yakin sekali kalau mulut mas Dimas bilang ingin bersama dengan Dila, tapi nanti mas Dimas akan menemui perempuan itu lagi diam-diam. Dan Dila tidak mau dikhianati dan sa

  • ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI   bab 24. Ancaman untuk Dimas

    Dimas menoleh ke belakang dan sangat terkejut melihat kedatangan istrinya yang sedang berkacak pinggang. "Jadi ini kelakuan kamu, Mas? Aku benar-benar kecewa. Setelah kamu menjadi penanggung jawab resto milikku, kamu malah selingkuh dengan pelacur ini?" tegur Adila, istri Dimas. Wajah Dimas memucat. Sedangkan Titin yang sedang menggendong Febi mulai berkeringat dingin."Dila, ini tidak seperti apa yang sedang kamu pikirkan. Berikan waktu padaku untuk menjelaskan hal ini ya?""Nggak! Aku ingin minta cerai! Serahkan kembali kepemilikan restoran aku!" teriak Dila. "Dil, tenang ya. Ini di rumah sakit. Anakku sedang sakit dan aku harus memeriksakannya ke dokter."Mata Dila membola sempurna. "Anak kamu? Astaga, Mas! Sejak kapan kamu mengenal jalang itu, Mas! Jawab aku! Jangan diam saja!"Titin yang mendengar dirinya disebut jalang tidak terima dan berdiri menghadap Dila."Heh, kamu! Dengar ya, sebelum kamu dan Dimas bertemu, kami lebih dulu bertemu. Kami saling mencinta dan anak ini ada

  • ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI   bab 23. Menolak Permintaan Titin

    "Waalaikumsalam, mbak Nai, apa aku bisa minta tolong?" "Kamu ..,""Aku Titin, Mbak! Tolong aku!"Naimah terdiam. Dia melihat jam yang menempel di dinding kamarnya. Sudah jam 1 malam. "Mbak, mbak? Kamu kok diam saja, Mbak? Aku butuh pertolongan kamu!"Naimah menghela nafas. "Kamu pikir sekarang jam berapa, Tin? Ini sudah tengah malam. Aku tidak mungkin ke kontrakan kamu. Bahaya untukku.""Tapi mbak, Febi sakit! Aku harus bagaimana?" tanya Titin panik. "Lha emang kemana suami mu?""Aku, aku sudah ditalak oleh mas Larsono, Mbak.""Kok bisa?" tanya Naimah kaget. Titin ingin menceritakan hal yang sebenarnya tapi dia takut kalau Naimah menjadi semakin benci dan tidak mau menolong nya."Ceritanya panjang, Mbak. Sekarang kumohon tolong aku! Aku sendirian di rumah. Febi panas dan muntah-muntah. Aku harus bagaimana, Mbak?" tanya Titin semakin panik. "Apa ini pertama kalinya Febi panas setelah dia lahir?""Nggak Mbak, dulu setelah Febi imunisasi, Febi selalu panas. Tapi selalu reda setelah m

  • ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI   bab 22. Langsung Ditalak

    Dan lelaki itu tercekat saat melihat Titin dan Dimas masuk ke dalam salah satu kamar hotel. Larsono hanya bisa menatap dari kejauhan. Lalu sebuah ide melintas di benaknya. Dengan cepat Larsono mengeluarkan ponselnya dan merekam Titin yang masuk ke dalam kamar hotel. Larsono merasa hatinya sakit bukan main. Dengan menghela nafas dan berusaha menenangkan hatinya, lelaki itu mendekat ke arah pintu hotel. Ditempelkan telinganya ke pintu kamar hotel tersebut, berharap mendengar suara yang bisa dijadikan bukti. Tapi nihil, tidak terdengar suara apapun dari pintu yang terkunci itu. Sementara itu Titin yang sudah ada di dalam kamar dengan Dimas, segera meletakkan Febi ke ranjang kamar hotel. Lalu memeluk Dimas dengan erat. "Apa tidak ada yang curiga dengan kepergianmu kesini?" tanya Dimas. Titin menggeleng. "Nggak ada. Aku sudah minta ijin untuk ketemu sama teman SMA. Dan suamiku yang bodoh itu percaya." Titin tersenyum lalu meraih tengkuk belakang Dimas. Mendekat kan bibirnya ke bibir

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status