Naimah terkejut setelah pulang dari luar negeri selama lima tahun, dia mendapati fakta bahwa Larsono, suaminya menikah lagi dengan Titin setelah mengajukan cerai ghaib. Bahkan Larsono juga merebut hak asuh Danang, anak Naimah dan Larsono satu-satunya. Naimah yang tidak tinggal diam segera mencari pengacara untuk mengurus harta gono-gini dan merebut hak asuh Danang dari mantan suaminya. Sementara itu Larsono harus menerima kenyataan pahit, bahwa anak dalam kandungan Titin, adik ipar yang sekarang menjadi istrinya bukan lah anak kandungnya. Pembalasan dimulai dan Larsono serta Titin pun jatuh bangkrut karena rencana Naimah.
View More"Naimah? Ka-kamu sudah pulang?" tanya mertuaku kaget.
"Iya Bu. Saya kangen dengan Mas Larsono. Kemana dia sekarang?"Ibu mertuaku tampak menatapku lama. "Kamu duduk dulu. Ibu buatin teh dulu ya."Aku melebarkan pandangan mata ke arah rumah. "Wah rumah ini semakin bagus ya. Alhamdulillah, ternyata uang dari saya ada gunanya.""Itu kamar mas Larsono kan? Nggak banyak berubah ya?" tanyaku seraya menunjuk ke sebuah kamar yang dekat dengan ruang tengah.Aku berdiri dari ruang tamu dan melangkah menuju kamarku dan Mas Larsono yang telah kutinggalkan selama lima tahun."Jangan! Mau apa kamu kesana?" tanya mertuaku kaget sambil menarik lengan ku."Lho, Bu. Rumah ini kan rumahku?! Walaupun sudah kutinggal selama 5 tahun, tapi rumah ini tetap rumahku kan? Masa aku nggak boleh ke kamar tidurku sendiri?""Nanti. Kamu nunggu Larsono saja!" ketus mertuaku.Aku mengerutkan dahi."Kenapa? Apa ada yang kalian sembunyikan?!""Eng-gak ada. Nanti nunggu Larsono pulang dulu!"Aku menghela nafas kesal. "Bu, saya itu capek lho. Datang dari luar negeri dan langsung ke rumah untuk ketemu dengan mas Larsono tapi kok malah seperti ini sambutan nya?"Belum sempat ibu mertuaku menyahut, aku langsung berlari menuju ke kamarku."Naimah!""Astaghfirullah, apa ini? Siapa tinggal disini?" tanyaku bingung.Niatku memberikan surprise tapi ternyata aku yang terkejut melihat aneka baju, bedong, dan popok bayi teronggok di kasur."Ini punya siapa, Buk? Nggak mungkin kalau punya Danang kan? Danang pasti sudah berusia 7 tahun!" teriakku membuat mertuaku terkejut."Tunggu, Nai. Jangan marah-marah dulu. Kita nunggu kedatangan Larsono ya?""Kalau benar mas Larsono nikah lagi saat saya di luar negeri, saya akan mengusir kalian semua!"Wajah mertuaku memucat. Dan sebelum sempat menanggapinya, terdengar suara dari arah depan."Danang pulang, Nek!"Danang dan aku terdiam sekian detik. Lalu bibir kecilnya menyuarakan namaku."Ibuk?!""Iya sayang. Ini Ibuk."Aku berlutut menyamai tinggi Danang. Bocah itu terlihat ragu saat menghampiriku."Ini Ibu, Nang. Kan kita sering video call!"Aku memeluk nya lebih dulu. Dan Danang balas memelukku erat."Ibuk, Danang kangen!""Ibuk juga, Sayang. Mana bapakmu?""Mungkin sedang mengajak adek bayi jalan-jalan.""Adek bayi?""Iya. Lucu sekali adeknya. Cantik!"Sebelum aku sempat menanggapi, terdengar suara dari arah pintu. Suara mas Larsono."Assalamualaikum. Lho, Nai .. mah?"Aku pun juga kaget karena bayi yang digendong mas Larsono."Mas! Anak siapa yang kamu gendong itu?!" seruku marah.Dan aku lebih marah lagi saat melihat seorang perempuan di belakang mas Larsono."Dia anakku dengan mas Larsono, Mbak," sahut Titin, adik kandungku.Aku segera maju dan mendekat ke arah mas Larsono lalu menampar pipinya.Plakkk!Dan menghantam organ intimnya!Hakdesh!"Aawww!" jerit mas Larsono memegang organ intimnya dengan kanan. Tangan kirinya yang memegang bayi oleng."Abang!"Titin menangkap tubuh mas Larsono sedangkan mertuaku menangkap bayi Titin. Mertuaku segera menjauh dengan bayi dalam gendongannya.Ada yang meremas hati saat melihat persatuan mereka. Aku yang sengaja memberi kejutan dengan pulang beberapa bulan lebih cepat dari waktu kujanjikan, ternyata aku yang terkejut dengan perbuatan mas Larsono. Jadi seperti ini rasanya dikhianati. Dimanfaatkan dan ditusuk dari belakang. Sakit. Ya Tuhan! Sungguh sakit.Aku maju dan mengangkat tanganku hendak menampar pipi mas Larsono yang sedang duduk kesakitan menutup area intimnya.Tapi dengan kasar, Mas Larsono menepis tanganku dengan satu tangan."Kenapa nggak mau ditampar lagi, ha?Sakit kah rasanya?! Asal kamu tahu, sakit nya tamparan pipi dan bu rung kamu gak separah sakit hatiku!" teriakku kencang."Mbak! Yang sopan ngomong sama mas Larsono!" seru Titin.Plaakk!Plakkkk!"Aduh!"Segera kulayangkan tamparan pula kedua pipi adikku. Dia meringis menahan sakit."Hentikan! Jangan kasar kamu sama adik kamu!" Mas Larsono memeluk Titin di depanku."Astaga! Kalian semua gi la atau nggak punya hati? Aku siang malam capek cari uang, kalian malah kawin?? Ceraikan aku sekarang dan pergi dari rumah ku!""Kita memang sudah resmi berpisah, Nai."Aku mendelik. "Kapan?! Jangan-jangan kamu ..!""Ya, aku mengurus cerai ghaib di pengadilan agama melalui bantuan temanku yang pengacara. Kalau tidak percaya, aku punya akta cerai kita." Mas Larsono menyeringai lebar."Iya Mbak. Kita sudah menikah secara sah.""Kamu pergi terlalu lama, Nai. Aku butuh nafkah batin, dan kamu tidak bisa memberikannya!""Heh, jaga mulut kamu, Mas. Kamu yang dulu menyuruh aku jadi TKW. Dan kamu akan setia menungguku pulang dengan merawat Danang, kenapa sekarang kamu nyalahin aku?!?Kalau aku tahu kamu bakal kawin sama adikku, mending kamu aja dulu yang kerja keluar negeri!""Kenapa harus aku yang kerja di luar negeri? Lebih baik aku di rumah dan nunggu duit dari kamu untuk bangun warung sembako. Buat apa punya istri tangguh kalau nggak dikirim kerja ke luar negeri?" tanya mas Larsono penuh kemenangan."Kamu!"Aku menjambak rambutnya sekuat tenaga dengan gerakan cepat kuarahkan kepalanya ke arah lututku.Buaakkh!Mas Larsono terhuyung sejenak. Namun kemudian, mas Larsono segera menangkap pergelangan tanganku dan menghempaskan tubuhku ke lantai. Matanya melotot."Hentikan! Kamu istri yang bar-bar dan tidak berpendidikan. Beda sekali dengan Titin. Lihat Danang, dia sampai ketakutan!"Dadaku sesak. Mataku memanas. Kutahan agar tak tumpah sekuat mungkin. Aku beringsut memeluk Danang. Menenangkannya yang terlihat bingung."Aku bar-bar katamu? Nggak berpendidikan katamu? Lihatlah, istri yang tidak berpendidikan ini yang bekerja keras menghidupi kalian. Kalian makan dari hasil kerja kerasku. Pergi kalian dari sini!"Mas Larsono tersenyum aneh. "Kita memang akan segera pergi. Tapi asal kamu ingat, Nai, kamu sudah memberikan banyak uang untuk kami.Aku bisa membuat toko sembako kecil dan beli mobil walaupun masih nyicil dengan uang yang kamu berikan padaku. Hahaha, terimakasih ya!"Lelaki itu kemudian menatap ke arah Titin dan mertuanya. Sedangkan aku terdiam mematung.Titin dan mantan mertuaku segera menuju ke kamar masing-masing untuk berkemas meninggalkan rumah.Aku melepas pelukanku dari Danang dan menuju ke arah mas Larsono. Aku menatap matanya lekat dan berbisik lirih."Asyu kamu, Mas. Sekarang kamu mungkin saja merasa menang. Tapi itu takkan lama, aku nggak rela kalau hasil kerja kerasku dinikmati oleh kalian. Aku akan mendapatkan hasil kerja kerasku. Kamu lihat saja nanti, Mas!"Mas Larsono terlihat terkejut, tapi tak lama kemudian dia tersenyum."Jangan hanya besar omongan dan menggertakku, Nai. Kamu kira aku takut dengan ancaman kamu?""Kita lihat saja nanti, Mas! Aku tidak akan minta pada Tuhan untuk memberikan karma padamu. Tapi aku lah yang akan membuat karma datang padamu!""Bang, kami sudah siap." Terdengar suara Titin mendayu seraya menyeret kopernya. Dan mantan mertuaku yang juga keluar dari kamarnya."Apa baju Danang juga sudah dikemas?" tanya mas Larsono pada Titin."Jangan ngimpi kalau Danang akan ikut kamu. Danang akan ikut aku!""Oh ya? Jangan terlalu percaya diri, Nai."Mas Larsono mendekat ke arah Danang yang terdiam dan kebingungan."Sayang, kamu pilih ikut bapak dengan tante dan nenek, atau kamu tetap tinggal di sini dengan ibu kamu?"Next?Titin baru saja menidurkan Febi saat terdengar ponsel nya berdering nyaring. Titin menghela nafas panjang dengan cepat meraih ponselnya yang berdering diatas kasur. Khawatir Febi akan terbangun. Perempuan beranak satu itu berdecak kesal saat melihat siapa yang menelepon nya. Titin segera keluar dari kamarnya untuk menerima telepon dari Dimas."Heh, ada apa lagi kamu, Dim? Kamu jangan harap bisa pulang sebelum kamu bekerja!" seru Titin dengan kesal. "Selamat pagi, Bu. Kami dari pihak kepolisian. Kami mengabarkan bahwa pak Dimas, suami ibu ditangkap oleh polisi karena menabrak seorang gelandangan hingga tewas. Untuk proses penyelidikan, pak Dimas bisa didampingi oleh pengacara. Dan sampai persidangan, pak Dimas akan ditahan terlebih dahulu.Kami menelepon ibu karena pak Dimas tertangkap dalam kondisi mabuk dan sekarang tidak sadarkan diri. Saat kami periksa, kontak nama ibu ada di dalam panggilan masuk ke ponsel pak Dimas beberapa kali.""Oh, Dimas ditahan ya? Tahan saja pak polisi!
Larsono membuka mata dan terkejut saat salah seorang anggota tahanan di selnya menusuk perut Larsono dengan ujung sikat gigi yang sudah ditajamkan. Darah segar mengucur dari lukanya itu.Larsono berteriak lagi. Tapi dua orang tahanan yang berada di satu sel dengannya hanya melihat perut Larsono ditusuk berulangkali oleh napi lainnya. Darah segar sudah mengalir kemana-mana membuat lantai penjara penuh dengan noda darah. Tepat saat Larsono lemas, datang sipir penjara dan langsung menegur mereka. Napi yang menusuk Larsono segera menyembunyikan sikat gigi itu di balik bajunya."Heh, apa yang sebenarnya sedang kalian lakukan? Tidak bisa ditinggal sebentar saja!" gerutunya sambil menyalakan lampu dalam sel. Dan seketika petugas itu terkejut melihat kondisi Larsono yang bersimbah darah. "Astaga, siapa yang melakukan hal ini?" tanya petugas polisi itu. Ketiga tahanan terdiam dan hanya menatap Larsono yang sudah pingsan karena kesaktian dan kekurangan darah. Polisi itu langsung memanggil
Beberapa Minggu sebelumnya,"Kamu kayaknya lagi seneng deh, Put?" tanya Mamanya saat Putra baru saja pulang dari kafe Naimah. Putra mengurungkan niatnya untuk berjalan ke kamar lalu menghampiri mamanya. "Seneng dong. Coba Mama tebak alasannya?" tanya Putra sambil menatap wajah mamanya dengan seksama. Mamanya tersenyum lebar. "Pasti karena cewek. Ya kan?"Mata Putra mendelik. "Kok Mama bisa tahu sih?""Ya karena Mama pernah muda, Put. Tapi kamu saja yang belum pernah tua."Putra tersenyum. "Ya, bisa saja kan mama nebaknya karena omset toko kita naik?""Hm, nggak tuh. Kan feeling mama bilang kalau kamu bahagia karena perempuan. Jadi siapa dia? Coba bawa kesini," ucap sang mama membuat Putra tersipu malu. "Tapi, dia janda anak 1, Ma.""Lha, kenapa memangnya kalau janda. Asal bisa menjaga kehormatan diri, maju aja terus."Mata Putra berbinar. "Sungguh, Ma?""Tentu saja. Mama tidak pernah bercanda untuk hal seperti ini.""Jadi, mama setuju.""Tentu saja. Coba kenalin ke mama. Dan kamu
Orang itu menerima serbuk putih lalu dengan secepat kilat menodongkan pistol ke arah Larsono."Kami polisi! Angkat tangan dan menyerahlah!" seru orang itu seraya menempelkan pistol pada kening Larsono. "Apa salah saya, Pak? Saya tidak tahu apa-apa. Saya hanya suruhan untuk nganter barang.""Barang yang kamu antar itu Narkoba. Jadi jangan pura-pura tidak tahu! Segera turun dari mobil dan hadap ke depan!"Larsono mengangguk lalu membuka pintu perlahan. Saat dia hampir keluar dari mobil, lelaki itu menabrakkan pintunya ke tubuh polisi itu. Lalu berlari sekuat tenaga masuk ke dalam sawah. "Saudara Larsono, jangan lari!"Kedua polisi itu langsung mengejar Larsono. Salah satu dari mereka, menembakkan pistol nya ke udara. "Dorr!!""Jangan lari, kamu! Atau kami tembak."Larsono mempercepat larinya. Suasana gelap area persawahan membuatnya kesulitan untuk lari dengan kencang. Dooorrr!Aaarggh!Peluru yang ditembakkan oleh polisi itu mengenai kaki Larsono. Lelaki itu berteriak kesakitan da
Larsono mengambil bungkusan putih itu dan mengamati nya. "Bukan kah serbuk ini mirip ..,"Pemuda ceking itu meraba saku jaketnya dan merasa ada sesuatu yang hilang. Dia lalu berbalik ke arah Larsono. Larsono yang sedang menggenggam serbuk putih itu menjadi terkejut. Lalu buru-buru menyerahkan serbuk itu pada pemuda ceking. "Mas, ini ..,"Pemuda itu menatap wajah Larsono dengan curiga lalu segera merampas serbuk putih itu."Jangan suka mengambilnya barang milik orang lain!" desisnya lirih sambil menatap tajam ke arah Larsono."Jangan sembarangan bicara! Benda itu mendadak jatuh dari sakumu dan akan dikembalikan saat kamu mendadak marah padaku padahal aku saja tidak melakukan kesalahan apapun padamu," sahut Larsono ketus.Lelaki ceking itu hanya melihat sekilas pada Larsono. Lalu melanjutkan langkahnya masuk ke dalam warung. "Hei, seperti biasa," ucap lelaki ceking itu pada pemilik warung."Beres, Bos."Pemilik warkop itupun bergegas membuatkan kopi kental ke dalam cangkir lalu men
"Jangan mimpi! Dia anak kamu atau bukan, papa tidak akan pernah mau menerima nya. Dan satu hal lagi, kamu pilih nikah sama perempuan itu tapi papi coret dari KK dan tidak mendapatkan warisan sepeserpun, atau kamu tinggalkan perempuan itu dan anaknya serta kembali pada Dila?! Jawab sekarang!"'Wah, papa masih marah, lebih baik aku mengalah dulu. Daripada namaku dicoret dari ahli waris, lebih baik aku pura-pura berdamai dengan Dila agar tetap dapat duit buat Titin,' batin Dimas. "Dimas tetap mau sama Dila, Pa. Dimas janji tidak akan menemui Titin lagi.""Tunggu, Pa." Dila bangkit dan menyeka air matanya dengan punggung tangan. "Dila tidak ingin bersama dengan mas Dimas lagi.""Kenapa Dil?" tanya orang tua dan mertuanya kaget. "Karena Dila tahu, Mas Dimas ingin mempertahankan pernikahan ini dengan setengah hati. Dila yakin sekali kalau mulut mas Dimas bilang ingin bersama dengan Dila, tapi nanti mas Dimas akan menemui perempuan itu lagi diam-diam. Dan Dila tidak mau dikhianati dan sa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments