Share

bab 5. Permintaan Larsono

Penulis: ananda zhia
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-17 09:18:09

Aku menyeringai. "Oh, ya. Kalau begitu akan kuadukan kamu juga. Manipulasi perceraian kita. Dengan sangat jelas selama lima tahun aku masih memberikan hasil keringatku padamu. Dan kamu tahu pasti aku kerja di negara mana. Tiap dua Minggu, aku sempatkan telepon, tapi kamu justru mengajukan cerai ghaib."

Terlihat raut wajah mas Larsono yang terkejut.

"Kamu kira aku bo doh dan akan menangis saja melihat kamu mempermainkanku, Mas? Jangan ngarep. Sori Mas. Dulu memang aku berpendapat kalau mematuhi suami itu merupakan kunci syurga sang istri dan aku pun setuju saat kamu menyuruhku ke luar negeri. Tapi sekarang, enggak akan lagi. Nggak sudi aku jadi sapi perahmu, Mas!"

"Oh, jadi kamu nggak akan menghapus dan nggak akan klarifikasi soal Titin dan aku?" tanya mas Larsono geram.

"Ya. Kenapa? Mau protes?"

"Kalau begitu siap-siap saja kamu kalau aku bawa pengacara dan mempolisikan kamu, Nai!"

"Polisi? Siapa yang akan ditangkap polisi, Buk?" tanya Danang takut.

Lihatlah mantan suamiku ini, telah gelap mata rupanya dia. Sudah mengambil semua hasil kerja kerasku, sekarang mencoba membuatku dipenjara.

"Oke. Silakan. Aku juga akan menuntut kamu untuk mengembalikan mobil dan toko sembako yang kamu bangun dengan jerih payahku."

"Kamu takkan bisa."

"Itu kan menurut kamu. Emangnya kamu aja yang bisa sewa pengacara? Aku juga bisa. Bahkan aku masih menyimpan bukti transfer semua gaji aku ke kamu. Gaji yang kukirimkan dan telah kamu gunakan untuk beli mobil, dan membangun toko. Kita lihat siapa yang akan memenangkan kasus harta gono gini ini, Mas!"

Mas Larsono terhenyak. Lalu sebelum dia sempat mengatakan apapun, ponselnya berbunyi. Gegas dia menerima panggilan di hadapanku dengan memanggil lawan bicaranya begitu mesra.

"Halo, Sayang."

Mas Larsono melirikku sambil menyeringai. Pasti Titin yang meneleponnya. Dia pikir, dia bisa membuatku cemburu? Tidak! Sekarang bahkan hatiku sudah mati rasa. Dan aku tidak peduli, dia mau salto, ketawa, atau berguling-guling di depanku.

"Astaga, masa Yang? Ada tulisan pelakor di toko sembako kita dan kamu nyaris dikeroyok tetangga?" tanya mas Larsono panik. Matanya mendelik lalu menatap tajam padaku.

Aku hanya membalas dengan melambaikan tangan dan menyeringai padanya.

"Pasti kamu yang telah menyuruh orang untuk meneror kami!!" seru mas Larsono setelah mengakhiri panggilan.

Aku mengedikkan bahu. "Hati-hati lho kalau menuduh orang tanpa bukti, bisa terjerat pasal pencemaran nama baik. Kamu kira aku nggak pernah baca tentang masalah-masalah viral di internet? Kamu salah, Mas!"

Mas Larsono terdiam sejenak. "Kalau begitu, hapus segera postingan kamu dan minta maaf pada kami!"

"Hm, boleh. Tapi ada syaratnya!"

"Katakan apa syaratnya!"

"Segera setelah kamu balik nama mobil dan toko dengan namaku, serta merelakan hak asuh Danang padaku, aku akan merelakan semuanya dan melakukan klarifikasi. Bagaimana, Mas?" tanyaku santai.

Mas Larsono mendelik.

"Wah, kamu benar-benar matre ya. Kok tega sih kamu mau mengambil semua asetku?" tanya mas Larsono membuatku terbahak-bahak.

"Hei, ngaca Mas! Kamu atau aku yang matre? Kamu atau aku yang keterlaluan?" tanyaku balik. "Itu kan semua hasil kerja keras aku di luar negeri. Gimana sih?"

Mas Larsono menyeringai. "Tapi kan tanah yang ditempati toko sembako itu tanah warisan milik Titin, bukan milik kamu? Apa itu tanah itu mau kamu rampas juga?!"

"Heh, Mas. Kamu ini benar-benar benalu dan gak tahu malu. Seharusnya kamu tahu diri, kalau aku yang menghidupi kalian selama ini, tapi ini balasannya? Aku meminta kembali aset itu karena untuk masa depan Danang."

"Danang akan ikut aku! Jadi semua aset tetap milikku karena sudah tertulis di sertifikat nya atas namaku." Mas Larsono mengepalkan tangannya.

"Wow, lucu sekali. Danang ikut kamu, katamu? Coba tanya pada Ibumu, Titin atau Danang, bagaimana perlakuan mereka pada Danang saat kamu enggak ada di rumah?" tanyaku sengit.

Mas Larsono terhenyak. "Apa maksud kamu?"

"Hm, kamu ini bo doh atau pura-pura bo doh? Nggak tahu apa pura-pura tidak tahu, hah?"

Mas Larsono hanya terdiam. Astaga, sepertinya dia benar-benar tidak tahu.

"Heh, dengerin aku ya Mas! Danang sudah cerita padaku tadi. Kalau saat ibu mu dan Titin sedang makan ayam, mereka memberikan lauk kerupuk pada Danang."

Mas Larsono tercengang. "Apa? Nggak mungkin!"

Aku tertawa.

"Nggak mungkin kamu bilang, Mas? Tanya aja sendiri pada Danang. Melihat ibu kamu dan Titin yang seperti itu, apa kamu pikir aku akan rela melepaskan Danang untuk diasuh mereka? Jangan mimpi!"

Aku menghela nafas panjang. Sementara mas Larsono masih tidak percaya pada penuturan ku.

"Sudahlah. Jangan baca melamun, Mas. Intinya kamu akan menyerahkan kembali hasil kerjaku nggak? Walaupun tanah untuk bikin toko itu adalah warisan bagian Titin, aku bisa kok membelinya," tukasku yakin.

"Sombong sekali kamu. Aku tidak akan pernah memberikan hasil kerja kerasku padamu lagi."

"Oh ya, kamu lihat saja nanti. Jangan terlalu yakin sekarang. Kalau begitu, aku pun tidak akan menghapus postinganku. Kamu akan lihat berapa menyeramkannya hukuman sosial oleh netizen. Inget itu baik-baik!"

Aku menatap tajam ke mata mas Larsono. Tak pernah kukira kami akan bermusuhan. Tak pernah kukira sikapnya yang dulu sangat mesra dan romantis, sekarang berbalik sadis dan menyerangku.

Mas Larsono menyeringai. "Baiklah. Kita lihat saja, Nai. Aku atau kamu yang menang dalam hal ini. Kurasa aku sudah tepat mengambil keputusan untuk menceraikan kamu."

Usai mengucapkan hal itu, mas Larsono pun meninggalkanku dan Danang. Danang memeluk pinggangku dan menyembunyikan wajahnya di balik punggung.

"Bu, apa bapak dan ibu bertengkar? Kenapa bapak dan ibu bertengkar?" tanya Danang lirih.

Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya sekuat tenaga. Mensejajarkan diri dengan tinggi Danang, kutatap mata anakku erat. Terlihat ada luka dan tanya di matanya.

Aku memeluk Danang erat. Nyaris menangis namun kutahan sekuat hati. Kurasa tak ada seorang pun istri di dunia ini yang ingin bekerja keluar negeri meninggalkan anaknya. Tak ada satu pun istri yang bermimpi akan bercerai dengan sang suami bila suaminya menafkahi dan mengayomi dengan baik. Tak ada satupun ibu yang bermimpi melihat anaknya terluka karena pertengkaran kedua orang tuanya.

Dan air mata itu pun luruh. Jebol juga pertahananku untuk pura-pura kuat di depan Danang. Aku sesenggukan di pundak Danang. Sakit sekali jika orang-orang yang telah kupercaya telah berkhianat.

"Buk, jangan menangis."

Danang melerai pelukan dan menghapus air mataku dengan tangan mungilnya.

Aku memeluk Danang dengan erat. "Mulai sekarang, hanya ada kamu dan Ibu ya Nang. Jangan cari bapak dan Tante kamu lagi. Dan satu hal kalau mereka mau ngajak kamu pergi, kamu harus ijin dulu pada ibuk. Mengerti kan?"

Danang mengangguk.

"Ya sudah, ayo sekarang kita masuk ke dalam rumah dulu. Ibu perlu bersih-bersih rumah dan menata barang ibu." Danang mengangguk dan mengikutiku.

*

Aku telah membalas satu persatu pesan yang masuk ke dalam ponselku. Luar biasa sekali antusiasme para netizen jika sudah berurusan dengan pelakor. Tak kusangka sudah ribuan orang membagikan dan berkomentar di postinganku.

"Buk, Danang sudah siap." Suara mungil itu membuatku memalingkan wajah dari layar Hp.

"Ya sudah. Ayo kita sarapan dahulu sebelum berangkat sekolah, Nak."

Aku menatap Danang yang termenung lama sambil menatap makanan di hadapannya.

"Kamu kenapa, Nak? Ada yang sakit?" tanyaku cemas.

Danang menggeleng. "Cuma kangen Bapak."

Aku menelan ludah dan mengelus punggung tangannya.

"Maafkan Ibu yang pergi meninggalkanmu ya. Sekarang kamu makan dulu. Nanti sekolah kamu telat."

Danang mengangguk lalu menyuapkan nasi goreng sosis ke mulutnya perlahan.

Jalanan tampak berbeda. Tapi bukan berarti aku lupa sama sekali dengan jalanan kota tempat kelahiranku.

Sekolah dasar tempat Danang bekerja merupakan tempat bersekolah ku dulu. Dan masih letaknya masih tetap. Kuajak Danang ke sekolah setelah sarapannya habis.

Beberapa mata wali murid tampak menatapku dengan aneh. Satu dua ibu-ibu tampak berbisik. Tapi tak ada yang berani menyapa.

Memang letak sekolah dasarnya hanya satu setengah kilometer dari rumah. Banyak anak tetangga juga bersekolah di sana. Kata Danang, kadang dia berangkat dengan Dodi, anak bungsu Bu Joko. Tapi pagi ini, biarlah aku yang mengantarnya ke sekolah.

Saat aku hendak pulang, salah satu dari ibu-ibu itu mendekat.

"Mbak Nai, bisa kita bicara sebentar?"

Aku menatap ke arah anak sulung kepala desa itu dengan heran.

"Ada apa, Mbak Lisa?"

"Ayo ikut saya sebentar, mbak Nai, ini soal anak Titin yang baru lahir.*"

Aku terhenyak sejenak.

"Oke, Mbak."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI   bab 30. Kembali Akur (Tamat)

    Titin baru saja menidurkan Febi saat terdengar ponsel nya berdering nyaring. Titin menghela nafas panjang dengan cepat meraih ponselnya yang berdering diatas kasur. Khawatir Febi akan terbangun. Perempuan beranak satu itu berdecak kesal saat melihat siapa yang menelepon nya. Titin segera keluar dari kamarnya untuk menerima telepon dari Dimas."Heh, ada apa lagi kamu, Dim? Kamu jangan harap bisa pulang sebelum kamu bekerja!" seru Titin dengan kesal. "Selamat pagi, Bu. Kami dari pihak kepolisian. Kami mengabarkan bahwa pak Dimas, suami ibu ditangkap oleh polisi karena menabrak seorang gelandangan hingga tewas. Untuk proses penyelidikan, pak Dimas bisa didampingi oleh pengacara. Dan sampai persidangan, pak Dimas akan ditahan terlebih dahulu.Kami menelepon ibu karena pak Dimas tertangkap dalam kondisi mabuk dan sekarang tidak sadarkan diri. Saat kami periksa, kontak nama ibu ada di dalam panggilan masuk ke ponsel pak Dimas beberapa kali.""Oh, Dimas ditahan ya? Tahan saja pak polisi!

  • ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI   bab 29. Perkelahian di Penjara

    Larsono membuka mata dan terkejut saat salah seorang anggota tahanan di selnya menusuk perut Larsono dengan ujung sikat gigi yang sudah ditajamkan. Darah segar mengucur dari lukanya itu.Larsono berteriak lagi. Tapi dua orang tahanan yang berada di satu sel dengannya hanya melihat perut Larsono ditusuk berulangkali oleh napi lainnya. Darah segar sudah mengalir kemana-mana membuat lantai penjara penuh dengan noda darah. Tepat saat Larsono lemas, datang sipir penjara dan langsung menegur mereka. Napi yang menusuk Larsono segera menyembunyikan sikat gigi itu di balik bajunya."Heh, apa yang sebenarnya sedang kalian lakukan? Tidak bisa ditinggal sebentar saja!" gerutunya sambil menyalakan lampu dalam sel. Dan seketika petugas itu terkejut melihat kondisi Larsono yang bersimbah darah. "Astaga, siapa yang melakukan hal ini?" tanya petugas polisi itu. Ketiga tahanan terdiam dan hanya menatap Larsono yang sudah pingsan karena kesaktian dan kekurangan darah. Polisi itu langsung memanggil

  • ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI   bab 28. Nasib saat Di Penjara

    Beberapa Minggu sebelumnya,"Kamu kayaknya lagi seneng deh, Put?" tanya Mamanya saat Putra baru saja pulang dari kafe Naimah. Putra mengurungkan niatnya untuk berjalan ke kamar lalu menghampiri mamanya. "Seneng dong. Coba Mama tebak alasannya?" tanya Putra sambil menatap wajah mamanya dengan seksama. Mamanya tersenyum lebar. "Pasti karena cewek. Ya kan?"Mata Putra mendelik. "Kok Mama bisa tahu sih?""Ya karena Mama pernah muda, Put. Tapi kamu saja yang belum pernah tua."Putra tersenyum. "Ya, bisa saja kan mama nebaknya karena omset toko kita naik?""Hm, nggak tuh. Kan feeling mama bilang kalau kamu bahagia karena perempuan. Jadi siapa dia? Coba bawa kesini," ucap sang mama membuat Putra tersipu malu. "Tapi, dia janda anak 1, Ma.""Lha, kenapa memangnya kalau janda. Asal bisa menjaga kehormatan diri, maju aja terus."Mata Putra berbinar. "Sungguh, Ma?""Tentu saja. Mama tidak pernah bercanda untuk hal seperti ini.""Jadi, mama setuju.""Tentu saja. Coba kenalin ke mama. Dan kamu

  • ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI   bab 27. Tertangkap Polisi

    Orang itu menerima serbuk putih lalu dengan secepat kilat menodongkan pistol ke arah Larsono."Kami polisi! Angkat tangan dan menyerahlah!" seru orang itu seraya menempelkan pistol pada kening Larsono. "Apa salah saya, Pak? Saya tidak tahu apa-apa. Saya hanya suruhan untuk nganter barang.""Barang yang kamu antar itu Narkoba. Jadi jangan pura-pura tidak tahu! Segera turun dari mobil dan hadap ke depan!"Larsono mengangguk lalu membuka pintu perlahan. Saat dia hampir keluar dari mobil, lelaki itu menabrakkan pintunya ke tubuh polisi itu. Lalu berlari sekuat tenaga masuk ke dalam sawah. "Saudara Larsono, jangan lari!"Kedua polisi itu langsung mengejar Larsono. Salah satu dari mereka, menembakkan pistol nya ke udara. "Dorr!!""Jangan lari, kamu! Atau kami tembak."Larsono mempercepat larinya. Suasana gelap area persawahan membuatnya kesulitan untuk lari dengan kencang. Dooorrr!Aaarggh!Peluru yang ditembakkan oleh polisi itu mengenai kaki Larsono. Lelaki itu berteriak kesakitan da

  • ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI   bab 26. Pekerjaan Baru Larsono

    Larsono mengambil bungkusan putih itu dan mengamati nya. "Bukan kah serbuk ini mirip ..,"Pemuda ceking itu meraba saku jaketnya dan merasa ada sesuatu yang hilang. Dia lalu berbalik ke arah Larsono. Larsono yang sedang menggenggam serbuk putih itu menjadi terkejut. Lalu buru-buru menyerahkan serbuk itu pada pemuda ceking. "Mas, ini ..,"Pemuda itu menatap wajah Larsono dengan curiga lalu segera merampas serbuk putih itu."Jangan suka mengambilnya barang milik orang lain!" desisnya lirih sambil menatap tajam ke arah Larsono."Jangan sembarangan bicara! Benda itu mendadak jatuh dari sakumu dan akan dikembalikan saat kamu mendadak marah padaku padahal aku saja tidak melakukan kesalahan apapun padamu," sahut Larsono ketus.Lelaki ceking itu hanya melihat sekilas pada Larsono. Lalu melanjutkan langkahnya masuk ke dalam warung. "Hei, seperti biasa," ucap lelaki ceking itu pada pemilik warung."Beres, Bos."Pemilik warkop itupun bergegas membuatkan kopi kental ke dalam cangkir lalu men

  • ADA BAYI SEPULANG DARI LUAR NEGERI   bab 25. Kondisi Larsono

    "Jangan mimpi! Dia anak kamu atau bukan, papa tidak akan pernah mau menerima nya. Dan satu hal lagi, kamu pilih nikah sama perempuan itu tapi papi coret dari KK dan tidak mendapatkan warisan sepeserpun, atau kamu tinggalkan perempuan itu dan anaknya serta kembali pada Dila?! Jawab sekarang!"'Wah, papa masih marah, lebih baik aku mengalah dulu. Daripada namaku dicoret dari ahli waris, lebih baik aku pura-pura berdamai dengan Dila agar tetap dapat duit buat Titin,' batin Dimas. "Dimas tetap mau sama Dila, Pa. Dimas janji tidak akan menemui Titin lagi.""Tunggu, Pa." Dila bangkit dan menyeka air matanya dengan punggung tangan. "Dila tidak ingin bersama dengan mas Dimas lagi.""Kenapa Dil?" tanya orang tua dan mertuanya kaget. "Karena Dila tahu, Mas Dimas ingin mempertahankan pernikahan ini dengan setengah hati. Dila yakin sekali kalau mulut mas Dimas bilang ingin bersama dengan Dila, tapi nanti mas Dimas akan menemui perempuan itu lagi diam-diam. Dan Dila tidak mau dikhianati dan sa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status