Teng! Dalam sekejap Ajiseka tersadar, melihat sekeliling dan memastikan jika dirinya telah benar-benar kembali. Senyumnya mengembang manakala bilah-bilah bambu tersusun rapi mengitari Sekitarnya , artinya ia benar-benar berada di kediaman Ki Sawung. ‘Syukurlah aku sudah kembali.’ Monolog Ajiseka. Ia keluar dari bilik, berusaha mengayunkan langkah gontainya. Tetapi saat pandangan Ajiseka terarah di kegelapan malam, dirinya menangkap sekelebat bayangan. Persis seperti makhluk yang baru saja membersamainya di alam bawah sadar. “Terimakasih, Ki Kumbolo!” teriak Ajiseka. “Ada apa Ajiseka ...” jawab Kumbolo manakala berhenti melesat tepat di depan Ajiseka. “Eh? Tidak apa-apa, aku hanya mengucapkan terimakasih saja, Ki,” Ajiseka mengulum senyumnya, merasa lucu melihat makhluk yang begitu cepat kembali ke hadapannya. Tentu Ajiseka membayangkan Kumbolo yang begitu repot menghentikan laju dan kembali dalam sekejap. “Ah! Kau ini, baiklah” ucap Kumbolo, makhluk itu tidak lagi melesat, tetap
“Lepaskan aku!”Ajiseka ingin meronta manakala wanita sepuh itu seperti memangkas waktu. Pasalnya, dirinya dan wanita sepuh tidak berjalan saat mendekati gubuk, tetapi setiap kedipan mata posisinya semakin mendekati gubuk reot miliknya.“Tenangkan dirimu, Nak Mas. Nanti Kau akan senang di gubukku, aku hanya minta sedikit pengorbanan dari rasa ikhlasmu. Oleh karena itu, tenanglah.” Mendengar itu Ajiseka mengendurkan ototnya, ya! Ia tidak bisa bergerak, namun otot tubuhnya menegang, mengikuti gejolak amarahnya.Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Ajiseka, dirinya hanya perlu sedikit berpikir agar terlepas dari pengaruh digdaya wanita sepuh itu. Ajiseka mulai memikirkan sesuatu, tidak mungkin dirinya hanya diam tanpa melakukan perlawanan seperti saat ini. Sedangkan otaknya masih sangat mampu untuk mengatur strategi agar dirinya tidak terus menerus berada dalam kungkungan.“Ah! Baiklah, lepaskan diriku agar bisa seperti yang Simbah harapkan, jika tidak. Sampai kapan-pun aku tidak akan menu
Ajeng Ratri benar-benar murka, Dia sama sekali tidak menghentikan serangannya. Wanita sepuh itu terus melontarkan energi panas. Bahkan, kekuatannya melebihi yang sebelumnya. Sayang, kekuatan besar Ajeng Ratri malah menambah kehancuran alam mimpi yang dia kuasai.“Kau membuatku murka Tirtadunya!”“Seharusnya Kau murka kepada dirimu sendiri, Nyai. Bukankah Kau sendiri yang menghancurkan tempatmu ini? He?”“Semua karena Kau mencampuri urusanku!”“Tentu saja ikut campur, Nyai ... Karena aku adalah bagian dari mereka,”“Tirtadunya ... Sadarlah ... Kau berada di alam ciptaanku ... Artinya aku adalah dalang di tempat ini ... Eh eh eh” Ajeng Ratri mengibaskan tangannya.Gumpalan merah melesat dan memendarkan aura panas di sekitarnya. Dedaunan seketika layu, udara menghangat dan pengap. Bahkan, kondisi diwilayah itu menjadi temaram disertai kabut jingga.***Beberapa saat berada di tempat persembunyian membuat Ajiseka bosan, ia hanya mendengar ledakan-ledakan dan sesekali mendengar ocehan kedu
Semilir angin menerpa tubuh kecil Ajiseka, sudah sejak tadi ia hanya berdiri mematung di depan gapura saja. Jelas ia kebingungan, pasalnya ia tidak melihat adanya lalu lalang manusia di tempat itu. Namun, Ajiseka meyakinkan dirinya jika tempat yang dipijak saat ini sudah benar adanya.‘Apa yang harus aku lakukan? Tidak seorang pun berjaga disini. Ah, sudahlah! Lebih baik aku tunggu barang sebentar.’ Monolognya.Merasa bosan, Ajiseka mengayunkan langkah setapak demi setapak melewati gapura. Hal itu ia lakukan karena merasa terlalu lama menunggu keberadaan penjaga. Belum lagi kekhawatirannya perihal kebenaran padepokan yang katanya berada di alam lain.Wush!Dugh!Ajiseka terpental manakala sesuatu terlempar dan menubruk dirinya.“Hoi! Siapa kau!” teriak kesal Ajiseka.“Awas saja!” gerutu Ajiseka sembari melirik kiri dan kanan.Wush ...Tap!Tap!Benar saja. Ajiseka mendapat serangan untuk kedua kalinya. Namun, ia lebih waspada dari sebelumnya. Bahkan, Ajiseka menyadari dari mana datang
Seorang wanita nan anggun tiba-tiba muncul di tengah-tengah Ajiseka dan Galuh.“Kenapa tidak Kau tunjukkan kepada mereka benda yang sudah saya berikan, seharusnya benda itu kau tunjukkan saat memasuki gapura padepokan,” ucap wanita yang tidak lain Dewi Panguripan.Ajiseka baru sadar akan benda itu, lalu ia mengeluarkan dari sakunya dan hendak memberikan kepada wanita di depannya. Ajiseka juga menyadari jika wanita yang berdiri anggun itu adalah orang yang dimaksud oleh Ki Sawung. Tetapi Ajiseka butuh sedikit waktu untuk menetralisir amarahnya, terlebih ia juga merasakan keanehan yang terjadi pada dirinya. Setelah mereda barulah Ajiseka berucap.“Maafkan saya, Nyai. Gadis itu menyapa saya dengan cara yang tidak benar, Nyai.” ucap Ajiseka sembari menunjuk ke arah Galuh. Hal itu membuat Galuh mendelik kesal ke arah Ajiseka.Dewi Panguripan menoleh ke arah gadis kecil yang berdiri menunduk di belakang kedua lelaki penjaga gerbang. Kemudian tatapan netranya beralih ke Ajiseka yang hendak m
Perbincangan masih terjadi antara Dewi Panguripan dan Ajiseka. Pasalnya Ajiseka masih belum menguatkan niatnya saat di tanyai oleh Dewi Panguripan. Hal itu membuat Wanita pimpinan padepokan itu terus menanyainya perihal Keteguhan dan tujuan. Hingga akhirnya Ajiseka memutuskan mengambil langkah agar tetap berada di padepokan.“Tidak kanjeng Ibu, saya ingin menjadi kuat,”“Untuk menyelamatkan ibumu saja?” tanya Dewi Panguripan lagi. Ajiseka menggelengkan kepalanya.“Salah satunya itu kanjeng ibu,” jawab Ajiseka.“Baiklah, ibu tunjukkan sesuatu agar Kau tau apa yang harus dilakukan setelahnya, pejamkan mata.” Dewi Panguripan memegang pundak Ajiseka.Ajiseka dibawa ke masa sebelum dirinya dititipkan oleh sang Ayah kepada Janudoro dan Ki Sawung. Ia melihat orang-orang wilayah Punden bertarung melawan makhluk yang tidak lazim. Bahkan, Ajiseka merasa berada di puncak Punden pada saat itu. Menyaksikan mayat-mayat yang tertumpuk akibat kekejian yang dilakukan oleh makhluk aneh dan juga oleh or
Keteguhan hati Ajiseka terbangun manakala cecaran pertanyaan terus menghimpit dirinya. Bahkan, sikapnya yang menentukan berhasil dan tidaknya misi pertama yang ia emban. Maka, melawan adalah pilihan terakhirnya.“Aku sedang tidak berbohong, terlepas salah dan benarnya tugas yang kuterima,”“Apa yang kau cari wahai lelembut aneh! Di tempat ini tidak ada satu pun barang yang boleh kau bawa! Pergilah dengan tangan kosong sebelum aku melaporkan hal ini kepada Raja!” Ancam wanita itu. Namun Ajiseka tetap bergeming. Ia telah memantapkan hatinya untuk mendapatkan apa yang ia cari.“Sayangnya aku tidak akan kembali sebelum mendapatkan keinginanku,” jawab Ajiseka. Ia tau masalah telah menghampiri dirinya, bahkan semenjak pertama kali bertemu pun Ajiseka sudah mencium adanya masalah.“Itu artinya Kau mencari masalah di wilayahku! Maka, tidak ada pilihan lain selain mengusir paksa dirimu dari tempat ini!”Beeer ...Tubuh wanita itu mengeluarkan sayap di belakang kedua lengannya, ia terbang seper
Wanita tua itu adalah istri Raja Tirtadunya yang tidak lain adalah Kumbolo. Maka, demi kepatuhannya kepada suami, ia menurut manakala diminta menunjukkan letak Mustika bening yang notabene benda pusaka milik bangsanya.“Carilah air terjun, disana Kau akan mendapatkan Mustika bening itu,” ucap wanita itu sembari menunjuk ke suatu tempat.“Hah? Kau tau apa yang aku cari?” tanya Ajiseka. Tentu dirinya heran mengapa wanita tua itu memberitahu dimana letak benda yang ia cari.“Cepatlah Kau ambil benda itu sebelum bangsaku menyadari kehadiranmu,” jawabnya pelan.“Baiklah, terimakasih.” Tidak membuang waktu, Ajiseka segera meninggalkan Wanita itu dan hendak menghampiri Galuh yang melihat dirinya dari kejauhan. Namun, saat langkahnya semakin dekat tiba-tiba Galuh lesap dari pandangannya.“Heuh! Gadis aneh!” sungut Ajiseka manakala gadis itu tidak ada lagi di hadapannya.Ajiseka berjalan menyusuri tepian telaga, mencari air terjun yang dimaksud oleh si wanita tua. Semangat Ajiseka kembali tumb