Share

Identitas Baru

Aku perlahan membuka mataku, saat Dokter sudah selesai membuka perban di wajahku. Ragu-ragu kuangangkat cermin yang dari tadi kupegang.

Mataku membulat, wajahku yang jauh berbeda dari sebelumnya. Mungkin orang akan berkata jauh lebih cantik dari Ara yang semua orang kenal. Tapi bagiku, wajah ini terasa sangat asing.

"Bagaimana?" tanya Dokter Lutfi sambil memperhatikanku.

Aku menelan ludah, lalu menatapnya seraya tersenyum tipis.

"Mulai hari ini aku akan membiasakan diri dengan wajah ini," ucapku.

Dokter Lutfi tampak membuang napas lega.

"Baguslah," ucapnya.

"Bagaimana keadaan Mamaku, Dokter?" tanyaku padanya.

"Syukurlah beliau hanya menderita stroke ringan, mungkin hari ini bisa pulang," jawab Dokter Lutfi.

Aku terdiam dan berpikir. Aku harus bisa pergi ke rumah untuk menyelamatkan semua aset pribadiku. Tapi bagaimana caranya?

"Apa rencanamu sekarang?" tanya Dokter Lutfi, membuyarkan lamunanku.

"Entahlah, aku masih memikirkannya," jawabku pelan.

Dokter Lutfi membuang napas.

"Baiklah, istirahat saja dulu. Aku harus memeriksa laporan kesehatan terakhir Mamamu, lalu menyiapkan suster untuk merawatnya," ucap Dokter Lutfi sambil beranjak pergi.

Mataku membulat ketika mendengar ucapannya. Seketika aku menahan lengannya. Dokter Lutfi menghentikan langkah, lalu menoleh padaku.

"Mereka mencari seorang suster untuk merawat Mama?" tanyaku.

Dokter Lutfi mengangguk. Sebuah pemikiran masuk ke dalam otakku. Aku menatapnya penuh harap.

"Bisakah kau memalsukan identitasku sebagai suster untuk mereka?" tanyaku pelan.

Dokter Lutfi tersentak kaget.

"Maksudmu, kau ingin menyamar jadi suster agar bisa pulang?" tanyanya.

Aku mengangguk penuh harap. Dokter Lutfi tampak bimbang, lalu berusaha untuk berpikir.

"Memalsukan identitasmu, mungkin bisa," ucap Dokter Lutfi lirih. "Tapi apa kau yakin bisa merawat Mamamu?"

Aku menggigit bibir. Selama menjadi putri dari keluarga pengusaha kaya raya itu aku bahkan tak pernah menyentuh pekerjaan rumah, apalagi merawat orang sakit. Bagaimana ini?

Dokter Lutfi memegang pundakku pelan, lalu menatapku. Aku membalas tatapannya dengan bingung.

"Aku akan menahan Mamamu agar tidak pulang hari ini," ucapnya. "Akan kuminta asistenku mengajarimu teknik dasar keperawatan. Kalau dalam 24 jam kau bisa melakukannya, aku akan mengajukanmu pada mereka besok."

Mataku berbinar seketika mendengar perkataan Dokter Lutfi. Aku seketika memegang tangannya erat.

"Terima kasih, terima kasih banyak, Dokter," ucapku.

Dokter Lutfi sesaat menatap tangannya yang ada di genggamanku, lalu tersenyum. Aku seketika sadar apa yang aku lakukan. Cepat-cepat kutarik tanganku dari tangannya, lalu menunduk malu.

"Aku sudah bilang akan menolongmu, jadi jangan khawatir," ucapnya sambil menepuk pundakku.

Aku mengangguk sambil tetap menunduk, tak ingin dia melihat mukaku yang memerah. Dokter Lutfi berjalan keluar ruangan, meninggalkanku sendirian. Aku seketika membuang napas lega.

Aku perlahan berdiri, lalu berjalan pelan menuju arah kamar inap Mama. Aku mengintip dari balik pintu yang terbuka. Di sana ada Papa dan juga Tante Merly sedang duduk di samping Mama.

"Maaf tekanan darah Bu Ema sedikit drop hari ini, jadi terpaksa kepulangannya ditunda dulu besok," ucap Dokter Lutfi pada Papa.

"Loh, tadi bukannya Dokter Herman bilang boleh pulang hari ini?" tanya Tante Merly heran.

Dokter Lutfi tersenyum.

"Keadaan pasien sedikit drop. Saya akan bicara dengan Dokter Herman masalah ini. Anda tidak ingin terjadi apa-apa pada pasien sesampainya di rumah, kan?" tanya Dokter Lutfi terlihat meyakinkan.

"Baiklah, Dok. Lakukan apapun yang terbaik untuk istri saya," sahut Papa.

Aku tersenyum sendiri dari balik pintu. Memang tidak salah mengandalkan dokter Lutfi masalah ini.

"Kamu siapa?"

Aku tersentak kaget dan membulatkan mata. Jantungku mendadak berdegup kencang. Itu suara Evelin.

"Hei, kamu siapa?"

Sesosok tangan meraih pundakku, membalikkan badanku ke arah mereka. Itu Mas Ridho. Aku refleks menunduk. Badanku gemetar. Apa mereka akan mengenaliku?

"Jawab, kamu siapa? Kok mengintip kamar Tante Ema? Mencurigakan," ucap Evelin padaku.

Tenang, kau harus tenang, Ara. Mereka tidak mengenalimu, batinku.

"Maaf, saya salah masuk kamar," ucapku tanpa menatap ke arah mereka.

Mas Ridho dan Evelin masih menatap curiga padaku, tapi kemudian mereka masuk ke dalam kamar rawat Mama. Aku seketika membuang napas lega, lalu beranjak pergi. Masih bisa kudengar suara Evelin yang berbicara dengan Mama.

"Tante, kapan Tante pulang? Evelin kan kangen sama Tante," ucapnya.

Hatiku seketika perih mendengar kepura-puraan mereka. Aku harus kuat. Aku harus Bisa pulang ke rumah itu bagaimanapun caranya.

Seperti yang Dokter Lutfi janjikan, aku segera mempelajari semua yang harus kuketahui yang berhubungan tentang perawatan orang sakit. Asisten Dokter Lutfi mengajariku dengan penuh kesabaran, hingga aku menguasai bagian dasarnya saja. Kata Dokter Lutfi itu cukup, selebihnya aku bisa menghubunginya jika ada sesuatu yang tidak ku ketahui.

Hingga akhirnya tak terasa hari sudah berganti. Aku menatap diriku di dalam cermin. Kurapikan jilbabku sekali lagi, lalu menarik napas dalam-dalam.

"Kau sudah siap?" tanya Dokter Lutfi sambil berjalan masuk ke kamarku.

Dokter Lutfi mengulurkan kartu identitas padaku. Di sana bukan tertulis Tiara Hermawan, melainkan Anna Emeliya.

"Kau akan menggunakan identitas itu untuk menjadi perawat Nyonya Ema," ucap Dokter Lutfi.

Aku mengangguk mengerti. Dokter Lutfi diam sejenak, lalu menatapku.

"Apa tidak apa-apa kau ke sana sendirian?" tanyanya pelan.

Aku tersentak. Apa dia mengkhawatirkanku?

"Aku akan baik-baik saja," jawabku.

"Baiklah, hubungi aku jika butuh bantuan," ucapnya kemudian.

Aku mengangguk, lalu berjalan mengikuti Dokter Lutfi keluar kamar inapku itu. Dengan jantung berdebar Aku memasuki kamar Mama, lalu berdiri di depan Papa dan Tante Merlin.

"Ini suster yang akan merawat Nyonya Ema," ucap Dokter Lutfi pada mereka.

Aku membungkuk hormat, lalu mengangkat wajahku seraya tersenyum. Mamaku tampak tersenyum lembut padaku.

"Perkenalkan, saya Anna. Anna Emeliya," ucapku pelan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status