Home / Romansa / ALARICK / Alarick Part 2

Share

Alarick Part 2

last update Last Updated: 2021-05-19 15:44:46

Sepertinya semesta memang benar-benar sedang mempermainkannya. Lihatlah saat ini, seseorang yang Nerissa tunggu kedatangannya satu minggu yang lalu kini baru menampakkan batang hidungnya.

Apakah dia tak punya hati? Atau dia tak mendengar kabar duka satu minggu lalu? Mustahil. Keluarganya adalah salah satu keluarga terpandang di Negeri ini, apakah mungkin kematian sang istri dari keluarga Frore tidak diliput sama sekali? Bahkan Nerissa sendiri melihat bagaimana ramainya media di depan rumahnya pagi hari setelah kejadian itu.

Lalu bagaimana bisa ayahnya baru datang saat semuanya sudah mulai melupakan kejadian itu?

“Apa yang kau inginkan?” tanyanya dingin sambil berlalu meninggalkan pria paruh baya itu di depan pintu apartemennya.

Tuan Frore segera mengikuti langkah kaki anaknya ke dalam apartemen. Nerissa mengambil segelas air putih. Untuk ayahnya? Tentu saja bukan. Kalian boleh menyebutnya seorang anak yang tak tahu sopan santun.

Ah sopan santun? Bahkan dia tidak belajar itu dari keluarganya, bukankah harusnya keluarga menjadi guru terbaik untuk anaknya? Nyatanya itu tidak berlaku bagi keluarga Nerissa.

“Aku ingin kau menikah.” Nerissa tersedak air minumnya. Bagaimana tidak? Ibunya meninggal satu minggu lalu, dan dia melewati itu sendiri. Dan sekarang apa? Ayahnya ingin dia menikah disaat luka hatinya bahkan belum mengering?

Nerissa membuang muka kemudian berdecak. Dia berjalan mendekati sang ayah yang kini tengah duduk di sofa.

“Aku akan menikah, tapi tidak dengan paksaanmu,” ujar Nerissa. Gadis itu melanjutkan acara minumnya. Dia tidak haus, hal ini dilakukan hanya untuk menghindari suasana canggung.

Kalian yang memiliki keluarga, dan tak ada rasa canggung di antara satu sama lain, beruntunglah. Itu artinya mereka benar-benar peduli dan dekat dengan kalian.

“Jika tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, kau bisa pergi.” Nerissa beranjak dari duduknya dan berjalan begitu saja ke arah kamarnya meninggalkan Tuan Frore yang masih terdiam di tempatnya dengan tatapan sendu.

***

“Aku sudah bilang padamu, aku tak ingin berpisah dengan Haleth,” ucap Alarick lelah. Saat badannya terasa remuk karena pekerjaannya yang menumpuk, dering ponsel memaksanya untuk menghentikan acara menandatangani dokumen-dokumen yang ada di depannya.

Ayahnya menginginkannya pulang malam ini. Ya, rumah kediaman Mauricio. Dan di sinilah Alarick berada dengan emosi yang hampir meledak karena pembicaraan mengenai perjodohan dirinya dengan anak teman ayahnya.

“Dan bukannya aku juga sudah bilang, kalau aku tak akan mewariskan hartaku padamu jika kau tetap dengan wanita itu?” Lagi-lagi Alarick tak bisa menjawab ayahnya. Pria berumur 24 tahun itu memalingkan wajahnya, dia benar-benar muak dengan segala paksaan yang dilakukan ayahnya. Bukan hanya sekali, dua kali tapi Alarick merasakan paksaan berkali-kali.

“Bagaimana? Kau setuju dengan tawaranku?” lanjut Tuan Mauricio. Sang istri hanya memandang sendu putranya yang harus melewati semua ini, namun dia tahu bahwa ini yang terbaik untuk putranya.

Alarick menyimpan garpu dan pisaunya dengan kasar. Wajah tampannya memerah karena amarah.

“Sampai kapan kau akan selalu memaksaku!? Ini hidupku, kenapa kau selalu ikut campur?!” Sifat arogannya itu yang membuat Tuan Mauricio khawatir dengan kehidupan putranya.

“Apa aku pernah mengajarimu berlaku tak sopan pada orang tua!?” bentak Tuan Mauricio. Melihat tak ada jawaban dari putranya, Tuan Mauricio menghela napasnya dan melanjutkan kalimatnya.

“Aku memberimu waktu satu minggu untuk mengakhiri semuanya dan kau akan baik-baik saja, namun jika dalam waktu satu minggu kau gagal, maka semua harta kekayaanku tak akan pernah menjadi milikmu.” Katakanlah Alarick gila harta, dia benar-benar tak punya apapun jika dia tak mendapatkannya dari keluarga ini.

Penyesalan perlahan menjalar di hatinya. Harusnya sejak dulu dia masuk dalam dunia bisnis, harusnya dia tak menghabiskan masa mudanya dengan hanya bermain-main di luar sana. Hingga dia mengalami hal seperti ini, dia akan baik-baik saja dengan aset yang dimilikinya, namun sekarang dia benar-benar tak punya apapun selain apa yang diberikan keluarganya.

Pria muda itu menatap sang ibu berusaha meminta bantuan, namun ibunya justru malah memalingkan muka. Tak peduli? Bukan. Dia hanya tak pernah diijinkan ikut campur dalam hal seperti ini.

Alarick tersenyum getir karena tak seorang pun berada di pihaknya saat ini.

“Aku selesai.” Alarick meninggalkan Tuan dan Nyonya Mauricio begitu saja. Hanya satu tempat tujuannya saat ini.

“Halo, ke club sekarang.” Tanpa menunggu balasan dari sebrang sana, Alarick menutup sambungan teleponnya begitu saja.

***

“Lama tak berjumpa, bagaimana kabarmu?” Kedua pria paruh baya itu saling mengulurkan tangannya untuk berjabat

“Baik, bagaimana denganmu?”

“Aku baik.”

“Jadi ... bagaimana? Kau sudah berbicara dengan putrimu?” tanya Tuan Mauricio pada orang di hadapannya.

“Aku butuh waktu untuk membujuknya. Kau tahu sendiri bagaimana sikap dia padaku.” Tuan mauricio mengangguk mengiyakan karena memang sulit untuk menyatukan keduanya.

“Santai saja, Frore. Lagi pula mereka masih muda.” Mereka berdua tertawa. Sudah hampir 5 bulan Tuan Mauricio tidak menemui sahabatnya ini.

“Bagaimana denganmu?” Dengan santai Tuan Frore meneguk minuman yang ada di depannya.

“Aku sudah berusaha, beri aku satu minggu untuk memastikan semuanya,” jawab Tuan Mauricio.

***

“Bu, bisa tolong buatkan aku sandwich?” Panggilan ibu pada PRT-nya itu adalah atas kehendak Nerissa sendiri. Dia memilih itu sekedar untuk mengobati rasa rindu pada ibunya. Baru lima hari orang yang dia panggil ibu itu bekerja di sini. Nerissa merasa membutuhkan seseorang untuk mengurusnya mengingat dia sibuk dengan pekerjaannya dan selalu dikejar deadline.

“Baik, Non.” Ibu Inah menolak untuk memanggil Nerissa hanya dengan nama. Katanya, bagaimanapun Nerissa adalah majikannya.

Jari-jari lentik Nerissa terus bergerak lincah di atas keyboard mengetik kalimat-kalimat indah yang manarik bagi pembacanya. Ya, Nerissa seorang penulis. Kurang lebih lima tahun lamanya dia telah berkecimpung dalam dunia kepenulisan ini.

Nerissa meregangkan badannya setelah dia menyelesaikan kalimat terakhir dalam tulisannya.

“Ini, Non.” Ibu Inah menyimpan satu piring isi sandwich di atas meja tepat di depan Nerissa.

“Terimakasih, Bu.” Nerissa memberikan senyum pada wanita paruh baya itu.

“Ibu bisa duduk di sini? Temani Nerissa makan.” Nerissa menepuk-nepuk tempat kosong di sampingnya berharap agar ibu Inah bersedia menemaninya.

Tanpa menjawab, wanita paruh baya itu tersenyum dan menghampiri Nerissa untuk makan bersama.

***

“Bagaimana? Kapan kamu lamar aku?” Kini Haleth tengah bergelayut manja di samping Alarick. Entah bagaimana perempuan itu bisa ada di sini. Niatnya ke sini untuk menenangkan pikiran bersama kedua temannya, namun alangkah sial hidupnya malah bertemu dengan kekasihnya di sini.

Bukannya tak mau, hanya saja waktunnya tidak tepat. Kini kepalanya terasa hendak pecah. Bagaimana bisa Haleth menanyakan perihal pernikahan sementara Alarick sendiri harus segera memutuskan gadis itu.

“Rick, sepertinya kita harus pergi dulu” Dengan canggung Zio pergi ke meja lain membawa Lucifer. Dia tak mau mencampuri urusan temannya. Toh jika temannya memang perlu bantuan, maka Alarick akan memintanya sendiri tanpa sebuah tawaran.

Alarick melirik Zio sekilas sebelum pria itu pergi. Dia kembali mengarahkan pandangannya ke arah Haleth. Sepertinya gadis itu sangat mabuk saat ini. Alarick tak menjawab pertanyaan Haleth, toh gadis itu juga tak akan ingat dengan apa yang dia katakan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ALARICK   Alarick Part 27

    Alarick berpikir beberapa kali setelah Haleth bertanya demikian.“Kau tak memiliki perasaan lebih padanya, kan?” Pertanyaan itu terus saja berputar-putar di kepalanya.Kini mereka telah sampai di apartemen Haleth dan sejak percakapan tadi di mobil, mereka tak lagi mengeluarkan suara sedikitpun. Keadaan menjadi sangat canggung di antara mereka.“Terima kasih telah mengantarku,” ucap Haleth. Alarick menoleh seolah terkejut dengan perkataan Haleth yang tiba-tiba.“Ah iya sama-sama. Kalau begitu aku tak akan lama, masih ada pekerjaan yang belum aku selesaikan. Lain kali aku akan datang,” ujar Alarick. Pria itu menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal sama sekali.Haleth mengangguk mengijinkan Alarick untuk pergi dari sana. “Hmm baiklah, hati-hati di jalan.” Haleth melambaikan tangannya pada Alarick dan dibalas dengan lambaian pula oleh Alarick.Alarick kembali ke parkiran dengan berbaga

  • ALARICK   Alarick Part 26

    Nerissa tersenyum lebar dan menganggukkan kepalanya.“Menurutmu, apakah aku bisa bertahan sampai akhir?” tanya Nerissa. Kedua gadis itu mulai mendudukan dirinya di sofa yang tersedia di sana.“Apa? Dengan suamimu?” tanya Lovetta memastikan.Nerissa mengangguk lesu pertanda lagi-lagi ada masalah yang menimpanya.“Apa lagi yang dilakukan suamimu kali ini?” Melihat raut wajah Nerissa cukup membuat Lovetta yakin bahwa suaminya berulah lagi.“Pagi ini aku melihatnya tersenyum,” ujarnya. Lovetta mengerutkan dahinya.“Lalu di bagian mana kesalahan suamimu?” tanya Lovetta heran.“Tak biasanya dia tersenyum selebar itu. Kau tahu apa jawabannya saat aku bertanya?”“Apa?”“Dia bilang, dia sedang membaca sebuah berita online di ponselnya. Lalu bagian berita yang mana yang berhasil membuatnya tersenyum selebar itu?” Nerissa menyandarkan ba

  • ALARICK   Alarick Part 25

    Semesta seakan tak rela melihat kebahagiaan Nerissa. Baru saja beberapa hari lalu sikap Alarick sedikit menghangat padanya, kini pria itu terasa kembali berbeda.Sejak matahari muncul pagi ini, pria itu terus saja sibuk dengan ponselnya. Telepon yang masuk setiap satu jam sekali dan jangan lupakan notifikasi pesan yang seakan tak ada hentinya.“Ada apa sebenarnya dengan ponselmu?” tanya Nerissa geram. Dia bahkan tak kunjung menyentuh makanannya karena notifikasi sialan itu.“Bukan apa-apa. Hanya notifikasi berita saja,” jawab Alarick.“Sejak kapan kau gemar membaca berita di ponselmu dan dengan senyum mengembang itu?” sindir Nerissa. Kalian tahu sudah berapa lama Nerissa mengagumi Alarick. Gadis itu juga tahu dengan pasti apa saja kebiasaan suaminya ini dan membaca berita online bukanlah tipe suaminya.Entah sadar atau tidak, Alarick memudarkan senyumannya. Pria itu juga baru menyadari jika dia tersenyum beberapa

  • ALARICK   Alarick Part 24

    Setelah hari di mana Alarick membawa Nerissa ke rumah sakit, kini hati Nerissa benar-benar tak tenang. Dia takut Alarick akan mengetahui semuanya. Kalimat yang dia tulis dalam novelnya benar-benar hancur karena pikirannya yang bercabang. “Nerissa aku mau mandi.” Ucapan seseorang membangunkan Nerissa dari lamunannya. Nerissa menatap suaminya yang baru saja pulang kerja. “Ah iya, sebentar akan aku siapkan air hangat.” Nerissa beranjak dari kursi kerjanya. Ya, beberapa hari lalu Alarick menyiapkan sebuah meja kerja khusus Nerissa. Nerissa sudah menolak, namun Alarick tetap mamaksa hingga akhirnya meja itu berada di kamarnya dengan Alarick. Beruntunglah kamar mereka luas, jadi masih banyak ruang yang tersisa di sana. Alarick memang ahli dalam berbenah, namun semenjak ada Nerissa, apartemennya terlihat lebih bersih dan tertata. Alarick memuji kemampuan Nerissa dalam hal berumah tangga. “Sudah selesai.” Nerissa kembali ke kamar setelah seles

  • ALARICK   Alarick Part 23

    “Maafkan aku, aku terpaksa melakukannya. Kau tahu jika aku mengatakan yang sebenarnya apa yang akan terjadi,” bujuk Alarick sambil berjalan menjauh dari sana. Dia khawatir Nerissa akan mendengar apa yang dia bicarakan. Pria jangkung itu memindahkan ponselnya ke telinga sebelah kiri. Terdengar helaan napas dari seberang sana. “Baiklah, aku akan tutup teleponnya,” ucap Haleth. Sebenarnya dia tak terlalu keberatan Alarick memanggilnya apa, namun dia merasa harus melakukan itu agar Alarick percaya bahwa dirinya masih menyayangi Alarick. Alarick menjauhkan ponselnya dari telinga. “Siapa?” tanya Nerissa. Alarick sedikit terlonjak dengan kedatangan Nerissa yang tiba-tiba. “Bukan siapa-siapa, hanya rekan bisnis,” ucapnya. Sebenarnya dia bisa saja memberitahu Nerissa bahwa dirinya masih berhubungan dengan Haleth, hanya saja dia takut gadis itu akan mengadu kepada Ayahnya. Nerissa mengangguk paham. “Kau akan pulang sekarang?” tanya Neris

  • ALARICK   Alarick Part 22

    Setelah berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya, Nerissa mulai menghubungi satu persatu kontak yang diberikan Lovetta. Dia memang tak berharap banyak pada cara ini, namun tak salah juga jika dia mencoba. Nerissa tak mau mengambil resiko jati dirinya diketahui oleh orang-orang media, maka dari itu dia memakai nomor ponsel lama yang sudah jarang dia pakai. Dia juga tak menelpon tetapi mengirimkan sebuah pesan. Seperti yang kalian tahu jika Nerissa adalah seorang penulis, maka pesan yang dia kirim juga merupakan rangkaian kata yang sepertinya cukup meyakinkan untuk menghentikan skandal Alarick. “Satu persatu sudah selesai,” ucap Nerissa. Memang membutuhkan waktu lama, namun dengan sabar Nerissa mengurusnya satu persatu. “Sayangnya aku gagal meyakinkan stasiun berita yang sangat berpengaruh di Negeri ini,” lirihnya. Sepertinya untuk yang pertama kalinya dia tak bisa membantu Alarick menyelesaikan masalahnya. Nerissa kembali memutar ota

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status