Fillan Elfern, adalah seorang pria beruntung yang bisa bekerja dengan keluarga Frore. Banyak sekali pria gagah di luar sana yang melamar untuk menjadi bawahan Tuan Frore, namun nyatanya Tuan Frore memilih Fillan sebagai salah satu orang kepercayaannya.
Tugasnya selama ini hanya satu, yaitu mengawasi Nerissa Frore putri dari Tuan Frore. Tuan Frore sebenarnya tak pernah melepaskan perhatian dari sosok putrinya itu, hanya saja cara dia memberikan perhatian sangat berbeda.
Jika Nyonya Frore merupakan wanita lembut yang selalu memanjakan putra putrinya, berbeda dengan Tuan Frore yang memilih mendidik anaknya untuk menjadi orang yang mandiri. Namun sepertinya didikannya itu menjadi kesalah pahaman dalam keluarganya.
Tuan Frore memilih Fillan sebagai ketua bodyguard dalam menjaga anaknya bukan tanpa alasan. Pria paruh baya itu telah melihat sejak lama kepribadian seorang Fillan. Pria itu cerdas, jujur, setia dan yang menjadi poin tambahan untuknya adalah ketampanannya yang tidak bisa diragukan.
Usahanya untuk memberikan pengawalan pada Nerissa adalah sebuah keberuntungan saat ini karena jika tak ada Fillan di sana yang menyaksikan kecelakaan itu, kemungkinan Nerissa akan kehilangan nyawanya.
“Maafkan saya, Tuan. Saya lalai dalam menjaga nona Nerissa,” ucapnya. Membungkukan badan adalah salah satu pilihan terbaik saat ini.
Tuan Frore menepuk pelan bahu Fillan. Pria paruh baya itu berusaha tersenyum walaupun kini hatinya benar-benar tak menentu dan jujur saja dia benar-benar tak ingin tersenyum saat ini.
“Tidak apa-apa. Ini bukan salahmu, justru aku berterima kasih karena kau dengan cepat membawa Nerissa kemari,” ujar Tuan Frore terlihat gelisah.
Sementara itu di sudut lorong terdengar sebuah tamparan yang sangat menggema. Alarick, pria itu memegang pipinya yang terasa panas karena tamparan sang ayah.
“Kau apakan Nerissa hingga dia menjadi seperti ini?” Tuan Mauricio berani bertanya seperti itu karena dia sudah mengetahui kronologinya dari Tuan Frore.
“Kemarin dia masih baik-baik saja. Bahkan, sebelum bertemu denganmu, dia menjalani hidupnya dengan baik!” Alarick memalingkan kepalanya sebelum dia memandang Tuan Mauricio dengan tajam.
“Aku tak melakukan apapun padanya. Mungkin dia ingin mengakhiri hidupnya karena sudah bosan?” Tak punya otak. Alarick adalah orang berpendidikan, namun bagaimana bisa dia berkata seperti itu di hadapan banyak orang?
Fillan dan Raquil yang ada di sana saling berpandangan pertanda mereka bertanya satu sama lain tentang apa yang terjadi.
“Jaga ucapanmu Alarick Mauricio!” Tuan Mauricio yang geram dengan kelakuan putranya melayangkan sebuah tinju. Lagi-lagi pipi Alarick menjadi sasarannya.
“Aku belum selesai denganmu. Setelah ini, perlakukan dia dengan baik atau aku akan memberikan semua hartaku pada orang lain.” Sebuah ancaman yang sudah sering terdengar di telinga Alarick. Tuan Mauricio menghampiri Tuan Frore yang sedang menunggu kabar dari dokter yang menangani putrinya.
Seorang dokter keluar dari ruangan Nerissa. Tuan Frore segera menghampiri dokter tersebut.
“Bagaimana keadaan anak saya, Dok?” Tuan Frore benar-benar berharap tak ada apapun yang terjadi pada putrinya.
“Kondisinya cukup parah. Putri anda mengalami whiplash atau ketegangan yang terjadi pada leher setelah terjadinya sebuah kecelakaan, kemungkinan ini terjadi karena benturan yang terjadi saat kecelakaan sehingga menyebabkan lehernya terkilir atau semacamnya. Jadi jika putri anda kurang berbicara sementara ini, itu mungkin karena gejala dari whiplash tersebut.”
Air mata menggenang di pelupuk mata Tuan Frore. Mengapa semua ini terjadi pada putrinya?
“Satu lagi, dia juga mendapatkan beberapa jahitan di lengannya karena sebuah goresan. Hanya itu yang bisa saya sampaikan. Selamat siang.” Pria dengan snelly itu beranjak dari sana. Tuan Frore segera memasuki ruangan di mana putrinya berada ditemani Tuan Mauricio. Sementara yang lainnya hanya menunggu di luar untuk saat ini.
“Apa kau berpikir ini salahku?” Raquil menatap Fillan dengan sendu. Entah mengapa rasanya Fillan enak diajak bicara walaupun mereka baru bertemu beberapa jam lalu.
“Aku sudah bilang ini bukan salahmu. Aku menyaksikan sendiri bagaimana Nona Nerissa menabrakan dirinya pada mobilmu.” Raquil mendengarkan penjelasan Fillan dengan seksama.
“Tunggu dulu, kau kerja di ....” Fillan menggantung ucapannya bermaksud menanyakan jawabannya pada Raquil.
“Di sini. Aku seorang dokter.” Raquil tersenyum melihat ekspresi terkejut Fillan.
“Kalau begitu, kenapa tidak kau saja yang mengobati nona Nerissa?” Fillan terkekeh sendiri dengan pertanyaan konyolnya.
“Sayangnya aku seorang dokter specialis onkologi.” Fillan sontak menghentikan kekehannya dan menatap Raquil bingung. Kini giliran gadis itu yang terkekeh.
“Aku seorang dokter yang hanya menangani penyakit kanker saja.” Fillan mengangguk. Hari ini dia mendapatkan ilmu baru dari orang yang baru dikenalnya.
“Ah lukamu? Kenapa aku bisa lupa?” Tangan Fillan reflek menarik tangan Raquil untuk meminta dokter mengobatinya.
***
“Apa ini caramu untuk menghentikan pernikahan kita?” Nerissa yang mendengar penuturan Alarick memejamkan matanya. Untuk saat ini dia benar-benar tak ingin berdebat.
“Jawab aku, aku tahu kau tak tidur.” Dengan terpaksa Nerissa membuka matanya yang kemudian menatap dalam manik Alarick.
“Hmm, maafkan aku karena aku gagal mati dan karena itu pula aku gagal membatalkan pernikahan kita.”
“Ah, haruskah aku mencobanya lagi? Mungkin dengan sedikit sayatan di sini? Aku rasa itu akan berhasil.” Nerissa menunjuk nadinya sendiri. Alarick yang mendengar itu mengerutkan dahinya.
“Kau gila?” tanya Alarick. Sebenarnya gadis macam apa calon istrinya ini?
“Ya tentu saja. Jika aku tak gila, mungkin kau sudah menerima pernikahan ini jauh-jauh hari.” Alarick mendengus. Apakah karena kecelakaan ini hingga membuat otak Nerissa sedikit bergeser?
“Cukup. Aku akan menikah denganmu.” Pandangan tak percaya Nerissa tunjukan pada Alarick. Bagaimana bisa pria itu berubah pikiran begitu cepat?
“Oh ya, aku lupa. Kau benar-benar tak akan mendapatkan sepeser pun harta ayahmu jika aku mati, bukan?” Entah dari mana gadis ini mengetahui hal itu, namun yang ada dalam pikiran Alarick saat ini adalah menikah dengan Nerissa dan ketika dia sudah mendapatkan apa yang dia mau, dia bisa menceraikan Nerissa.
“Terserah apa katamu. Aku akan berbicara pada ayahku.” Alarick melangkahkan kakinya menjauhi ruangan Nerissa. Pernikahan mereka di undur beberapa hari hingga keadaan Nerissa membaik.
Nerissa memegang dadanya saat Alarick sudah tak terlihat dari pandangannya. Air matanya perlahan mengalir membasahi pipinya. Setelah sadar beberapa hari lalu dengan keadaan yang mengenaskan bahkan dia hampir tak bisa berbicara sedikitpun, saat ini dia sudah bisa berbicara sebanyak yang dia mau.
“Tak apa, semua akan baik-baik saja. Kau hanya perlu melanjutkannya,” ucapnya pada diri sendiri.
Pintu terbuka begitu saja. Dengan segera Nerissa menghapus kasar air matanya. Dia berusaha tersenyum pada seseorang yang baru saja datang.
“Jangan pura-pura senyum di depanku! Sangat aneh!” ucap gadis itu. Nerissa yang mendengarnya hanya terkekeh kecil. Setidaknya dia bisa benar-benar tersenyum saat ini.
“Jadi mulai dari mana kau akan bercerita?” Ya, Lovetta datang ke rumah sakit setelah Nerissa menghubunginya. Tangannya sibuk mengupas buah jeruk yang barusan dia bawa.“Rasanya aku tak perlu mengatakan apapun padamu.” Dengan tenang Nerissa mengambil sepotong jeruk yang diberikan Lovetta.“Kau ingin mati?!” Raut wajah Lovetta sukses membuat Nerissa terkekeh.“Ya benar. Bagaimana kau bisa tahu jika aku ingin mati?” Untuk kesekian kalinya Lovetta dikejutkan dengan perkataan Nerissa.“Apa maksudmu?” Tak hanya memberikannya pada Nerissa, gadis itu juga memakan buah jeruk yang sudah dia kupas.“Apa lagi yang bisa ku lakukan selain bunuh diri untuk menggagalkan perjodohan ini?” Lovetta benar-benar tak habis pikir dengan temannya ini.“Lakukan saja, pernikahan itu. Lagipula kau bisa bercerai jika sudah memiliki beberapa bukti kekasaran Alarick padamu.” Dengan lancarn
“Jason Marick, pria itu kakaknya Nerissa.” Tuan Frore memandang Tuan Mauricio lekat-lekat. Dia berharap Tuan Mauricio bisa mengerti dengan ucapannya.“Lalu Merick? Bagaimana bisa nama belakangnya berbeda denganmu?” Rupanya rasa penasaran Tuan Mauricio belum terjawab sepenuhnya.“Dia anak angkatku. Dua puluh dua tahun lalu sebelum aku memiliki Nerissa aku mengadopsinya dari sebuah panti asuhan dan dia sudah memiliki nama yang mungkin diberikan oleh orang tuanya.” Pikiran Tuan Frore melayang pada moment di mana dia dan istrinya mengadopsi Jason anak laki-laki yang sangat tampan dan juga baik hati.Sebelum mengadopsinya, Tuan Frore sudah lama memperhatikan kehidupan anak itu di panti asuhan. Seorang anak laki-laki berumur kurang lebih 4 tahun itu gemar berbagi pada temannya. Itulah yang menarik perhatian Tuan Frore untuk mengadopsi anak itu.“Nerissa mengetahuinya?” tanya Tuan Mauricio.“Ya. Aku me
Sebuah perjodohan antara Alarick dan Nerissa tak dapat dielakkan lagi. Kedua keluarga mereka sama-sama menginginkan perjodohan itu, namun tidak dengan Alarick begitupun Nerissa.Tak ada lagi cara yang dapat mereka lakukan untuk menghindari perjodohan tak masuk akal ini. Bahkan percobaan bunuh diri pun sudah Nerissa lakukan, dan apa hasilnya? Sebuah kegagalan.Hari yang seharusnya menjadi impian para pasangan, namun bagi Nerissa ini adalah awal dari kehancurannya. Seorang suami dengan harta melimpah yang tentu saja akan memenuhi kebutuhan finansialnya, tak menjadikan Nerissa luluh akan pria itu.Memang benar Nerissa telah mencintai pria itu sejak lama, namun bukan berarti dia akan menerima begitu saja sebuah perjodohan yang bahkan sangat tidak diinginkan oleh Alarick.“Bagaimana, Nona?” Seorang pelayan di sebuah butik menatap penuh harap pada Nerissa. Pelayan itu tentu saja menantikan sebuah jawaban positif dari seorang Nona Frore ini, ah akank
Pagi ini terasa begitu asing bagi Nerissa. Gadis cantik itu mengedarkan pandangannya. Ini bukan kamarnya, hanya itu yang terlintas di pikirannya sebelum akhirnya dia mengingat dengan jelas proses pengucapan janji yang mereka lakukan kemarin sore. Ya, Nerissa kini sudah menjadi seorang istri. Istri dari seorang Alarick Mauricio.Cinta pertamanya yang kini berhasil dia miliki sepenuhnya namun tidak dengan hatinya. Perlahan Nerissa melirik seseorang yang tidur dengan pulas di sampingnya. Alarick, pria itu terlihat lebih tampan saat tertidur seperti ini. Ya, mereka memutuskan untuk tidur di kamar yang sama mengingat orang tuanya bisa datang kapan saja.Mentari memang belum menampakkan dirinya, pantas saja jika pria di sampingnya ini masih tertidur begitu nyenyak. Tangan Nerissa terangkat untuk menyentuh pahatan indah di depan matanya sebelum dia mengurungkan niatnya.Alarick mengerjapkan matanya. Entah apa yang membuat pria itu terbangun. Apakah gerakan Neriss
Setelah keberangkatan Alarick ke kantornya, Nerissa tak membuang-buang waktu. Gadis itu segera bersiap-siap untuk pergi ke sebuah mini market. Keadaan lemari es yang begitu kosong membuat Nerissa berinisiatif untuk membeli beberapa bahan makanan.Tak banyak yang akan gadis itu beli. Langkahnya terhenti di sebuah rak sayuran. Tangan mungilnya bergerak dengan lincah memilih sayuran yang hendak dibelinya. Tak hanya itu, Nerissa juga ingin membeli beberapa daging dan telur.Walaupun makanan instan lebih menggiurkan, namun dia tahu jika itu tak baik untuk kesehatannya begitu pula dengan kesehatan Alarick.Nerissa memberikan beberapa lembar uang seratus ribuan sesaat setelah kasir memberitahu total belanjaannya.“Apakah siang ini harus memasak?” monolognya dalam perjalanan pulang. Sebenarnya memasak bukan hal yang sulit, namun dia tak tahu apakah Alarick akan pulang siang ini atau tidak.Sesampainya di rumah, Nerissa bergegas menuju dapur dan
“Aku ingin ... ” belum sempat Alarick mengutarakan keinginannya, suara dering telepon berhasil mengalihkan perhatiannya. Dia juga semakin bersemangat saat melihat siapa orang yang menghubunginya di malam hari.Alarick beranjak dari tempat tidurnya dan meninggalkan Nerissa dengan segala rasa yang ada di hatinya. Dia benar-benar ingin menangis saat ini. Disaat dirinya akan terlelap, Alarick dengan santai menyuruhnya untuk tidak tidur. Sekarang dirinya sudah benar-benar terjaga dan lihatlah apa yang dilakukan Alarick padanya.Perlahan Nerissa bangkit dari duduknya. Dia mengendap menuju balkon kamarnya, niatnya hanya satu. Ya, menguping pembicaraan Alarick. Dia tahu tidak seharusnya dia melakukan hal ini, namun keinginan untuk mengetahui pembicaraan Alarick saat ini sangat besar.“Aku baik-baik saja, bagaimana kabarmu di sana?” Raut bahagia di wajah Alarick terlihat begitu ketara. Sudah bisa dipastikan siapa orang yang berbicara di seberang s
Luciver dibuat bingung dengan pertanyaan satu hari lalu. Dia benar-benar tak menjawab pertanyaan sahabatnya kala itu. Jauh di lubuk hati Luciver sebenarnya pria itu tidak setuju dengan tindakan Alarick saat ini.Jika Alarick mencintai Haleth, harusnya dulu dia memperjuangkannya sebelum Alarick dan Nerissa mengucap janji untuk bersama hingga ajal yang memisahkan, bukannya mengejar Haleth disaat dia sudah berstatus sebagai suami Nerissa.Luciver dan Alarick berteman sudah sangat lama, memang tak bisa dipungkiri jika mereka bukan pria baik-baik. Mereka sering menghabiskan waktu di sebuah club dengan wanita-wanita berpakaian mini di sekelilingnya, namun bukan berarti Alarick juga bisa mempermainkan sebuah pernikahan yang sifatnya sakral. Kali ini Luciver benar-benar tak setuju dengan apa yang dilakukan Alarick, namun dia tak bisa melawan sifat keras kepala Alarick, pria itu tetap pergi menemui Haleth di Prancis.“Apa kau sudah menyelesaikan desain yan
Sudah hari kedua Alarick berada di Annecy, berarti ini hari kedua juga Luciver menggantikan Alarick untuk mengurus perusahaannya.Hari ini adalah jadwal pertemuan Luciver dengan klien, sebenarnya sudah hampir satu bulan klien itu tidak menghubungi pihak kantor lagi, namun entah mengapa dua hari lalu tepatnya satu jam setelah Alarick pergi ke Annecy, kliennya itu meminta bertemu dan mendiskusikan perihal desain yang belum sempat mereka sepakati dulu.Entah sudah berapa menit Luciver mengobrak-abrik isi nakas di ruangan Alarick, namun dia tak kunjung menemukan apa yang dicarinya. Pilihan terakhir Luciver adalah menghubungi pemilik ruangan ini.“Ada apa?” tanya orang dari seberang sana.“Di mana kau menyimpan desain milik klien dua bulan lalu?” Luciver tak tinggal diam, tangannya masih terus mencari-cari desain itu.“Yang mana maksudmu?’’ Seingat Alarick dia tidak pernah menyimpan sebuah desain.“