Share

Alarick Part 6

Fillan Elfern, adalah seorang pria beruntung yang bisa bekerja dengan keluarga Frore. Banyak sekali pria gagah di luar sana yang melamar untuk menjadi bawahan Tuan Frore, namun nyatanya Tuan Frore memilih Fillan sebagai salah satu orang kepercayaannya.

Tugasnya selama ini hanya satu, yaitu mengawasi Nerissa Frore putri dari Tuan Frore. Tuan Frore sebenarnya tak pernah melepaskan perhatian dari sosok putrinya itu, hanya saja cara dia memberikan perhatian sangat berbeda.

Jika Nyonya Frore merupakan wanita lembut yang selalu memanjakan putra putrinya, berbeda dengan Tuan Frore yang memilih mendidik anaknya untuk menjadi orang yang mandiri. Namun sepertinya didikannya itu menjadi kesalah pahaman dalam keluarganya.

Tuan Frore memilih Fillan sebagai ketua bodyguard dalam menjaga anaknya bukan tanpa alasan. Pria paruh baya itu telah melihat sejak lama kepribadian seorang Fillan. Pria itu cerdas, jujur, setia dan yang menjadi poin tambahan untuknya adalah ketampanannya yang tidak bisa diragukan.

Usahanya untuk memberikan pengawalan pada Nerissa adalah sebuah keberuntungan saat ini karena jika tak ada Fillan di sana yang menyaksikan kecelakaan itu, kemungkinan Nerissa akan kehilangan nyawanya.

“Maafkan saya, Tuan. Saya lalai dalam menjaga nona Nerissa,” ucapnya. Membungkukan badan adalah salah satu pilihan terbaik saat ini.

Tuan Frore menepuk pelan bahu Fillan. Pria paruh baya itu berusaha tersenyum walaupun kini hatinya benar-benar tak menentu dan jujur saja dia benar-benar tak ingin tersenyum saat ini.

“Tidak apa-apa. Ini bukan salahmu, justru aku berterima kasih karena kau dengan cepat membawa Nerissa kemari,” ujar Tuan Frore terlihat gelisah.

Sementara itu di sudut lorong terdengar sebuah tamparan yang sangat menggema. Alarick, pria itu memegang pipinya yang terasa panas karena tamparan sang ayah.

“Kau apakan Nerissa hingga dia menjadi seperti ini?” Tuan Mauricio berani bertanya seperti itu karena dia sudah mengetahui kronologinya dari Tuan Frore.

“Kemarin dia masih baik-baik saja. Bahkan, sebelum bertemu denganmu, dia menjalani hidupnya dengan baik!” Alarick memalingkan kepalanya sebelum dia memandang Tuan Mauricio dengan tajam.

“Aku tak melakukan apapun padanya. Mungkin dia ingin mengakhiri hidupnya karena sudah bosan?” Tak punya otak. Alarick adalah orang berpendidikan, namun bagaimana bisa dia berkata seperti itu di hadapan banyak orang?

Fillan dan Raquil yang ada di sana saling berpandangan pertanda mereka bertanya satu sama lain tentang apa yang terjadi.

“Jaga ucapanmu Alarick Mauricio!” Tuan Mauricio yang geram dengan kelakuan putranya melayangkan sebuah tinju. Lagi-lagi pipi Alarick menjadi sasarannya.

“Aku belum selesai denganmu. Setelah ini, perlakukan dia dengan baik atau aku akan memberikan semua hartaku pada orang lain.” Sebuah ancaman yang sudah sering terdengar di telinga Alarick. Tuan Mauricio menghampiri Tuan Frore yang sedang menunggu kabar dari dokter yang menangani putrinya.

Seorang dokter keluar dari ruangan Nerissa. Tuan Frore segera menghampiri dokter tersebut.

“Bagaimana keadaan anak saya, Dok?” Tuan Frore benar-benar berharap tak ada apapun yang terjadi pada putrinya.

“Kondisinya cukup parah. Putri anda mengalami whiplash atau ketegangan yang terjadi pada leher setelah terjadinya sebuah kecelakaan, kemungkinan ini terjadi karena benturan yang terjadi saat kecelakaan sehingga menyebabkan lehernya terkilir atau semacamnya. Jadi jika putri anda kurang berbicara sementara ini, itu mungkin karena gejala dari whiplash tersebut.”

Air mata menggenang di pelupuk mata Tuan Frore. Mengapa semua ini terjadi pada putrinya?

“Satu lagi, dia juga mendapatkan beberapa jahitan di lengannya karena sebuah goresan. Hanya itu yang bisa saya sampaikan. Selamat siang.” Pria dengan snelly itu beranjak dari sana. Tuan Frore segera memasuki ruangan di mana putrinya berada ditemani Tuan Mauricio. Sementara yang lainnya hanya menunggu di luar untuk saat ini.

“Apa kau berpikir ini salahku?” Raquil menatap Fillan dengan sendu. Entah mengapa rasanya Fillan enak diajak bicara walaupun mereka baru bertemu beberapa jam lalu.

“Aku sudah bilang ini bukan salahmu. Aku menyaksikan sendiri bagaimana Nona Nerissa menabrakan dirinya pada mobilmu.” Raquil mendengarkan penjelasan Fillan dengan seksama.

“Tunggu dulu, kau kerja di ....” Fillan menggantung ucapannya bermaksud menanyakan jawabannya pada Raquil.

“Di sini. Aku seorang dokter.” Raquil tersenyum melihat ekspresi terkejut Fillan.

“Kalau begitu, kenapa tidak kau saja yang mengobati nona Nerissa?” Fillan terkekeh sendiri dengan pertanyaan konyolnya.

“Sayangnya aku seorang dokter specialis onkologi.” Fillan sontak menghentikan kekehannya dan menatap Raquil bingung. Kini giliran gadis itu yang terkekeh.

“Aku seorang dokter yang hanya menangani penyakit kanker saja.” Fillan mengangguk. Hari ini dia mendapatkan ilmu baru dari orang yang baru dikenalnya.

“Ah lukamu? Kenapa aku bisa lupa?” Tangan Fillan reflek menarik tangan Raquil untuk meminta dokter mengobatinya.

***

“Apa ini caramu untuk menghentikan pernikahan kita?” Nerissa yang mendengar penuturan Alarick memejamkan matanya. Untuk saat ini dia benar-benar tak ingin berdebat.

“Jawab aku, aku tahu kau tak tidur.” Dengan terpaksa Nerissa membuka matanya yang kemudian menatap dalam manik Alarick.

“Hmm, maafkan aku karena aku gagal mati dan karena itu pula aku gagal membatalkan pernikahan kita.”

“Ah, haruskah aku mencobanya lagi? Mungkin dengan sedikit sayatan di sini? Aku rasa itu akan berhasil.” Nerissa menunjuk nadinya sendiri. Alarick yang mendengar itu mengerutkan dahinya.

“Kau gila?” tanya Alarick. Sebenarnya gadis macam apa calon istrinya ini?

“Ya tentu saja. Jika aku tak gila, mungkin kau sudah menerima pernikahan ini jauh-jauh hari.” Alarick mendengus. Apakah karena kecelakaan ini hingga membuat otak Nerissa sedikit bergeser?

“Cukup. Aku akan menikah denganmu.” Pandangan tak percaya Nerissa tunjukan pada Alarick. Bagaimana bisa pria itu berubah pikiran begitu cepat?

“Oh ya, aku lupa. Kau benar-benar tak akan mendapatkan sepeser pun harta ayahmu jika aku mati, bukan?” Entah dari mana gadis ini mengetahui hal itu, namun yang ada dalam pikiran Alarick saat ini adalah menikah dengan Nerissa dan ketika dia sudah mendapatkan apa yang dia mau, dia bisa menceraikan Nerissa.

“Terserah apa katamu. Aku akan berbicara pada ayahku.” Alarick melangkahkan kakinya menjauhi ruangan Nerissa. Pernikahan mereka di undur beberapa hari hingga keadaan Nerissa membaik.

Nerissa memegang dadanya saat Alarick sudah tak terlihat dari pandangannya. Air matanya perlahan mengalir membasahi pipinya. Setelah sadar beberapa hari lalu dengan keadaan yang mengenaskan bahkan dia hampir tak bisa berbicara sedikitpun, saat ini dia sudah bisa berbicara sebanyak yang dia mau.

“Tak apa, semua akan baik-baik saja. Kau hanya perlu melanjutkannya,” ucapnya pada diri sendiri.

Pintu terbuka begitu saja. Dengan segera Nerissa menghapus kasar air matanya. Dia berusaha tersenyum pada seseorang yang baru saja datang.

“Jangan pura-pura senyum di depanku! Sangat aneh!” ucap gadis itu. Nerissa yang mendengarnya hanya terkekeh kecil. Setidaknya dia bisa benar-benar tersenyum saat ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status