Share

6. Menemui Amalia

Author: Rumi Cr
last update Last Updated: 2025-08-12 14:38:47

Tak terasa masa cuti Amalia akan berakhir dua hari lagi. Sepuluh hari telah dia lewati di rumah mendiang Ayahnya ini. Ia membantu mengajar mengaji dan calistung untuk anak-anak yang bersekolah di Griya Qur'an.

Amalia sengaja tidak mengaktifkan ponselnya selama sepuluh harian ini. Karena, tidak ingin mendengar rajukan Kanzu dan Syaiba yang memintanya pulang.

Pagi itu, ketika Amalia mengeluarkan motor maticnya ada mobil fortuner hitam plat L memasuki halaman masjid yang berada di seberang gang jalan rumahnya. Sosok pria tampan memakai kacamata hitam membuka pintu depan, memandang ke arahnya.

"Mas Ghizra," gumam Alia tak percaya. Saat pandangan keduanya berserobok.

Anin istri Hafidz telah bercerita banyak mengenai Ghizra yang mencarinya. Dari cerita mereka berdua, Amalia tahu Ghizra tidak lupa akan dirinya, hanya tinggal menunggu penjelasannya kenapa dia menikahi Syaiba.

🌻🌻🌻🌻

Amalia mempersilakan Ghizra di gasebo pojok halaman rumahnya.

"Belum ada setahun enggak ke sini. Banyak yang berubah, ya," Ghizra mengomentari halaman rumah Amalia yang lengkap dengan area bermain anak-anak.

"Alhamdulillah, banyak santri yang daftar. Mungkin, sarana bermain ini memiliki daya tarik sendiri." Amalia membetulkan jilbabnya, "Oh, iya ... apa yang membawa Mas Ghizra kemari?"

"Bukankah mas berhutang maaf dan penjelasan padamu, Alia." Ghizra terdiam sejenak memperhatikan wajah tenang perempuan di depannya itu.

"Iya. Aku juga ingin mendengarnya." 

Ghizra menghela napasnya, menghempuskan secara berlahan sebelum ia memulai bercerita.

"Dalam perjalanan pulang dari sini dulu, mas mendapat kabar dari bibi di Padang. Keluarga mas mengalami kecelakaan dan posisi sudah berada di rumah sakit. Jadi, mas langsung berangkat ke Padang, melihat keadaan mereka dan akhirnya menggantikan Ayah mengurus pabrik di Jambi."

"Oh begitu, sayangnya sekedar menulis kabar pun tidak sempat, ya," sindir Alia membuat Ghizra tersenyum masam.

"Maaf, waktu itu mas kira semua baik-baik saja. Sebagai anak sulung, tanggung jawab sepenuhnya berada di pundak mas saat itu. Semua keluarga mas terluka dalam kecelakaan itu, Alia. Bapak, ibu, Ghozy dan Ghema, mereka semua perlu perawatan. Apalagi bapak sempat mengalami kelumpuhan.

Kondisi bapak tidak memungkinkan mengurus pabrik. Satu setengah tahun, beliau hanya bisa menginstruksikan pekerjaan dari rumah. Mas yang harus turun tangan ke pabrik, Alia. Pertimbangan itulah, mama meminta mas melanjutkan kuliah di Jambi."

Alia menatap wajah Ghizra dengan tatapan sayu. Semua cerita yang didengar barusan, kisah ulang yang diceritakan Hafidz padanya.

"Baiklah, aku terima maafmu Mas, sekarang jatuhkan talakmu padaku," permintaan Alia membuat Ghizra terhenyak. 

"Apa?"

"Aku yakin, Syaiba tidak mengetahui hubungan kita 'kan? Seandainya dia tahu, bahwa Mas Ghizra suamiku tentu pernikahan kalian tidak akan terjadi." Mata Alia berkaca mengungkapkan perasaannya barusan.

"Apakah berpisah jalan terakhir untuk hubungan kita, Alia!"

"Tentu, ini jalan tengah terbaik untuk kita bertiga."

Mereka menghentikan percakapan saat ada mobil Avanza putih berhenti di depan tangga halaman rumah Amalia.

"Alia!" panggil seorang pria setelah menurunkan kaca mobil. Rupanya Budianto, sepupu Ayah Alia sekaligus kepala desa yang menjabat di desanya.

"Iya, Paman!" Amalia berlari menghampiri mobil pamannya.

"Kapan berangkat ke Manado?"

"Lusa, paman," jawab Amalia singkat.

"Oh, bener berarti bibimu bilang tadi. Terus, langsung berangkat dari sini apa mampir ke Surabaya dulu."

"Rencana setelah salat Dhuhur saya berangkat Paman."

"Oh, ya sudah. Ini ada titipan bibimu."

"Masyaa Allah, kenapa jadi repot-repot, Paman."

"Enggak apa-apa, sudah dulu, ya ... Kamu juga, setelah dari Pacitan enggak pernah main ke rumah lagi."

Amalia hanya tersenyum menanggapi perkataan pamannya. Setelah kardus di terima Amalia, Budianto menjalankan pelan mobilnya meninggalkan putri saudara sepupunya itu.

🌹🌹🌹

"Kita pulang bersama, ya," ajak Ghizra.

Amalia menggeleng keras, takut keluarga Santosa salah sangka nantinya.

"Kenapa, enggak mau. Bukankah mas ini masih suamimu Alia."

"Mas, hubungan kita sudah selesai. Istri mas Ghizra sekarang Sya-i-ba bukan aku!" seru Amalia tak terima.

"Kamu pulang dengan mas sekarang. Atau, mas telpon Syaiba. Bicara jujur padanya bahwa pria yang selama ini kamu cari adalah suaminya," ancam Ghizra mengacungkan ponselnya.

"Apa sih, maumu Mas!"

"Pembicaraan kita belum selesai, Alia." Ghizra menangkupkan kedua tangan ke pipi Amalia. "Mas mohon kita bicara dengan kepala dingin untuk masalah ini."

"Baiklah, mas Ghizra istirahat dulu di sini. Aku ambil bantal dulu di dalam."

Amalia bergegas masuk ke rumahnya membawa kardus pemberian pamannya tadi.

Sepuluh menit kemudian dia kembali menemui Ghizra membawa bantal serta nampan berisi botol minuman serta kue basah yang dibuatnya tadi subuh.

"Silakan diminum, Mas." Amalia menyodorkan nampan tepat di depan Ghizra. Bantal yang dibawanya diletakkan di samping kirinya.

"Aku tinggal dulu, ya ... Rencananya mau ke pasar untuk belanja sayur. Mas, istirahat saja. Pasti lelah menyetir sendirian tadi."

"Terima kasih."

"Sama-sama."

Amalia meninggalkan Ghizra sendirian, kembali ia melanjutkan niat awal yakni belanja kebutuhan pokok untuk keluarga Hafidz.

Setelah makan siang, mereka berdua bersiap salat jamaah Dhuhur di masjid. Barang bawaan Amalia sudah masuk dalam mobil Ghizra.

Ghizra berbincang sebentar dengan Hafidz mengenai lembaga pendidikan yang didirikannya bersama istri dan Amalia tersebut.

Di situlah dia paham, cita-cita almarhum Ayah mertuanya. Ingin mendirikan sekolah usia dini berbasis Qur'an di lingkungan mereka.

🌹🌹🌹🌹

Hampir tiga jam perjalanan yang mereka tempuh, Ghizra membelokkan mobilnya ke SPBU untuk mengisi bahan bakar sekalian mengerjakan salat Ashar di Jombang.

"Nanti, aku turunkan di Bungurasih ya Mas, naik angkot saja menuju rumah," pinta Amalia selesai mereka menunaikan salat Ashar.

"Sepertinya angkot sudah enggak ada, kalau turun di terminal. Nanti mas carikan taksi di simpang menuju arah bandara saja." Amalia mengangguk tanda setuju.

Ghizra dan Amalia berusaha mencairkan suasana di antara keduanya serta meluruskan kesalahpahaman mereka berdua saat  pertemuan kali di rumah Syaiba kemarin.

Setelahnya mereka berdua berbagi kisah selama enam tahun ini, bagaimana Amalia dan Ayahnya mencari Ghizra hingga mendatangi kampusnya saat berkuliah. Amalia tidak menyinggung mengenai Kanzu, karena baginya saat ini, Kanzu sudah tepat dalam asuhan keluarga Santosa sebagai anak angkat.

"Seandainya kita jadi berpisah. Apakah kamu akan menerima Hilmy?"

"Sekarang, mas Hilmy melihatku sebagai gadis yatim piatu yang mungkin perlu dikasihani. Saat tahu, kalau aku seorang janda tidak menutup kemungkinan dia mundur dengan sendirinya. Dia perjaka, pasti menginginkan gadis untuk menjadi istrinya," jawab Amalia enteng.

"Andai, saat itu mas langsung tabayun mendatangimu, tentu saat ini, kita sudah bersama dan bahagia, Alia," gumam Ghizra lirih, bahkan nyaris tak terdengar. Karena bertepatan lampu hijau diperempatan jalan yang menbuat klakson bersautan dari mobil samping kiri-kanan fortunernya.

Next...

Penyesalan selalu datang belakangan, kalau di awal itu namanya cita-cita ya, Ghizra 😌😌😌

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   60. Menjaga Cinta

    Satria membiarkan Kanaya kembali berbaring santai setelah menandaskan tiga potong kue dan satu gelas jus jeruk. Ia menyalakan ponselnya lagi, memeriksa rentetan pesan masuk yang didominasi ancaman Kanzu dan deretan pertanyaan dari Daffa, berselang-seling dengan notifikasi panggilan tak terjawab dari Ghea.Satria berlalu ke ruang duduk, menatap layar ponselnya. Foto tangannya dan Kanaya, serta cincin kawin mereka berdua.Bunda Syaiba calling...Satria membiarkan panggilan itu berhenti berdering, lalu menyandarkan punggung dan mendongak menatap langit-langit artistik dengan cahaya lembut yang menenangkan. Ia tidak ingin membawa Kanaya kembali, namun terus memaksakan keadaan pun terasa menyakitkan.Satria memejamkan mata, menarik dan mengembuskan napas berulang kali hingga merasa siap menghadapi sisa permasalahan yang menunggunya nanti.Terdengar suara ponsel berdering kembali. Satria memeriksa, ternyata Fran yang menghubungi.“Halo...” sapa Satria pelan, menempelkan ponsel ke telinga ag

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   59. Dia Pintar

    “Mas Kanzu tahu kondisi Kanaya sekarang.”“Tapi kalau aku nyerah, pasti makin susah untuk bisa sama-sama seperti sebelumnya,” kata Satria. Ia tahu benar arah pembicaraan itu.“Makanya menyerahnya bukan sekadar menyerah,” ujar Ghea sambil menunduk. “Minta maaf, perbaiki, dan kalau perlu menangislah.”“Apa?” seru Daffa, kaget. “Bby, kamu tahu, Kanaya juga melakukan beberapa hal yang—”“Dia pintar, ingat? Mustahil dia enggak melakukan apa-apa sementara kamu selalu seenaknya,” potong Ghea santai. “Dia harus bisa bertahan di segala keadaan, makanya ngajak cerai itu ide paling tolol, Mas!”“Apa ingatannya udah pulih sepenuhnya?” tanya Satria.Ghea menggeleng. “Belum. Dokter bilang Kanaya kadang masih kewalahan dengan beberapa potongan dan kilas balik ingatan. Dia juga berkomitmen meminimalisasi penggunaan obat, jadi fokusnya sekarang cuma terapi dan relaksasi.”“Kalau ingatannya utuh, dia pasti tahu aku enggak serius sama rencana cerai itu.”Daffa menyipitkan mata. “Bukannya kalau ingatanny

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   58. Beri Kesempatan

    "Pak…” ucap Fran, menghentikan mobil di area lobi rumah sakit. “Pak Satria menunggu di Suite Room lantai delapan.” Kanzu menipiskan bibir dan melepas sabuk pengamannya. “Bapak sejak tadi memang tidak bertanya-tanya, namun saya sungguh bersaksi bahwa hingga siang tadi Ibu Kanaya masih sangat baik-baik saja bersama Pak Satria dan—” “Dan kenyataannya sekarang terjadi hal sebaliknya,” sela Kanzu sambil menyelipkan ponsel ke saku celana belakang dan keluar dari mobil. “Mas Kanzu!” panggil Ghea yang bergegas mendekat begitu Kanzu menuju lift. Daffa yang bersamanya segera membuntuti. “Kanaya?” tanya Kanzu. “Baik, stabil. Dia dirawat di Gedung Selatan,” jawab Ghea sambil menunjuk arah seberang, ke koridor besar menuju gedung perawatan. “Ayo, kita ke—” “Aku akan menemuinya setelah membereskan Satria,” potong Kanzu. Daffa menahan. “Situasi Satria juga enggak

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   57. Akan Aku Hadapi

    “Terima kasih sudah menelepon. Bunda akan siapkan keperluan tidurnya Saka. Kanaya juga sudah tidur?” “Iya, pulas sejak sejam lalu. Saya janji, Bund ... Kanaya akan baik-baik saja.” Bunda Syaiba mengangguk. Ia tidak bisa menutupi rasa sedih dan kecewanya, karena itu segera mematikan sambungan telepon. “Ayo, ambil Grimlock di kamar Papa Kanzu,” ajak Saka bersemangat. “Iya…” ucap Bunda Syaiba sambil menurunkan cucunya dari pangkuan dan membawanya keluar kamar, meski saat sampai di tangga ternyata Sus Neta sudah membawa barang-barang yang diperlukan. Saka tampak tenang kembali ke tempat tidur. Ia mengenakan kaus kaki, memeluk robot dinosaurusnya, dan diselimuti dengan quilt dari kamar Kanaya. Suara petir bersahutan beberapa kali, namun Saka tidak lagi menangis. Ia hanya mendekut semakin rapat di balik selimut bersama robot Grimlock. “Kenapa?” tanya Bu Syaiba saat cucunya terlihat membuka mata lagi. “Lampunya dimatiin,” jawab Saka sambil tersenyum. Saka udah bobok pakai selimu

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   56. Anakku

    "Kanaya!" seru Satria begitu sadar dari pingsannya. Daffa yang duduk di sisi kiri tempat tidur menghela napas pendek. "Dia baik-baik saja. Ghea bersamanya." "Aku mau—" Daffa dengan mudah menahan bahu Satria, membuatnya kembali rebah di tempat tidur. "Dokter obgyn mengonfirmasi kehamilannya, sekitar lima sampai enam minggu kalau dilihat dari hasil USG. Kantong kehamilan dan embrionya sudah terlihat. Jadi ...." "Anakku," lirih Satria. Daffa sempat diam, lalu mengangguk pelan. Sahabatnya tampak tenang menerima situasi. "Mama sudah menelepon. Ghea tidak banyak cerita. Kamu beruntung, dokter memutuskan Kanaya harus bedrest minimal seminggu." Satria mengangguk. Itu berarti istrinya harus beristirahat hingga pulih. "Ghea dan Kanaya sudah video call dengan Saka. Dia terus bertanya kenapa kalian belum pulang. Untungnya, hujan deras. Jadi, bisa dibuat alasan. Mas Kanzu juga baru bisa berangkat besok, sepertinya." Satria menggeleng. "Kalau tidak bisa naik pesawat, dia akan n

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   55. Gila dan Bodoh

    RS Premier Surabaya Ghea dan Daffa sama-sama butuh tempat untuk duduk sekaligus menenangkan diri. Dua jam lalu, begitu mobil mereka tiba, Satria justru sedang membopong Kanaya keluar dari rumah, langsung masuk ke kursi belakang, meneriakkan perintah untuk pergi ke rumah sakit. Ghea langsung bertanya apa yang terjadi, namun Satria menyuruhnya diam dan sibuk menghubungi Sus Neta agar segera membawa Saka ke rumah mereka.. “Apa pun yang terjadi, Saka harus kembali padaku, mengerti?” Ghea agak bergidik mendengar seruan itu, ditambah Satria yang kemudian sibuk menghubungi dr. Jihan meminta rekomendasi dokter di Surabaya untuk menangani keadaan Kanaya. Dan di sinilah mereka sekarang, salah satu rumah sakit terbaik di kota Pahlawan. Kanaya menjalani pemeriksaan awal di IGD dan dipindahkan ke Presidential Room setelah dipastikan kondisinya stabil. Kini hanya tinggal menunggu waktu hingga ia sadar. “Kamu aja dulu, Sayang ... yang ajak ngomong,” ucap Daffa karena ponselnya mulai berdering-d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status