Share

7. Kanzu Al Ghifari

Author: Rumi Cr
last update Last Updated: 2025-08-13 06:45:17

Amalia sampai di kediaman Santosa, setengah jam sebelum Ghizra memasuki gerbang rumah keluarga istrinya itu.

"Wah, Ayah sudah datang!" seru Kanzu gembira sembari meloncat dari tempat duduknya. Nampak olehnya mainan pesawat di tangan kanan Ayah kandungnya itu.

Ghizra tersenyum menghampiri keluarga Syaiba yang berkumpul di teras rumah. Ada kedua mertuanya dan mbok Amin yang membawa sepiring nasi dan lauknya untuk disuapkan ke Kanzu. Mainan pesawat yang dibawanya tadi, telah berpindah tangan ke anaknya.

"Syaiba mana, Ma?" tanya Ghizra usai salim ke Sinta dan mengelus kepala Kanzu.

"Biasalah, lagi seru berkisah dengan Amalia. Setengah jaman lalu dia juga baru sampai," jawab Sinta.

Ghizra tersenyum seraya melirik ke Rahmat yang memperhatikannya dari tadi dengan penuh selidik, padahal dirinya sudah tahu Ghizra pergi ke Ponorogo untuk menemui Amalia.

"Ya, sudah. Saya masuk dulu ya Ma, Pa ...." pamit Ghizra menganggukkan kepala meninggalkan mertuanya masuk ke rumah.

🌻🌻🌻

Melewati kamar tamu yang ditempati Amalia, Ghizra mendengar gelak tawa keduanya. Dia mempercepat langkahnya karena sebentar lagi azan Mahgrib berkumandang.

Saat keluar dari kamar mandi, Syaiba telah duduk di tepi ranjang memangku setelan koko dan sarung yang akan dikenakannya.

"Tumben, sampai sore kerjanya?" tanya Syaiba.

"Iya, tadi ada kepentingan keluar kota juga." 

Ghizra meraih baju dan sarungnya kemudian kembali ke kamar mandi.

Syaiba mengernyit, biasanya Ghizra tidak sungkan berganti pakaian di depannya.

"Mas ke masjid dulu, ya," pamit Ghizra meraih kening Syaiba mengecupnya.

"Iya, hati-hati," balas Sabrina selesai mencium tangan kanan Ghizra.

🌻🌻🌻🌻🌻

"Kalian tadi pulangnya bersama-sama 'kan?" tanya Rahmat penuh selidik kepada menantunya.

Ghizra menghentikan langkahnya, memutar badan menghadap sang mertua.

"Benar, saya yang meminta Alia ikut. Untuk pulang bersama." 

"Apa keputusan kalian setelah bertemu?"

"Alia meminta berpisah."

"Maksudnya, cerai!"

"Iya."

"Lalu, apakah kau sudah melakukannya?"

"Belum."

"Kenapa, apakah kamu berniat menjadikan Alia madu putriku? Jangan pernah, bermimpi!" 

Ghizra tersenyum sinis mendengar ucapan mertuanya.

"Saya tidak punya kemampuan untuk beristri dua. Namun, saya akan menunggu takdir  bagaimana nasib pernikahan kami bertiga nantinya.

"Mereka berdua putriku. Kalau kau tidak bisa bertahan dengan Syaiba. Setidaknya lepaskan keduanya," ucap Rahmat bergetar.

"Maaf, saya tidak bisa memberikan keputusan saat ini," jawab Ghizra lirih kemudian melangkah mendahului mertuanya menuju masjid di komplek perumahan Jayabaya.

🌻🌻🌻🌻

Sudah menjadi kebiasaan Kanzu dari kecil akan tidur bersama Amalia. Ketika ibu kandungnya itu, berada di rumah keluarga Syaiba.

"Kanzu sudah ya, main pesawatnya. Kita tidur. Sudah malam. Besok sekolah 'kan?" tanya Amalia sembari membantu Kanzu membereskan mainannya.

Setelah menyimpan mainan Kanzu. Amalia menuntun putranya ke kamar mandi. Ia membantu bocah lima tahun itu menggosok gigi. Serta mengajarinya berwudhu dengan benar.

"Mbok Amin kalau Kanzu mau tidur cuma diantar gosok gigi. Tidak diminta berwudu, Kak," ucap Kanzu.

"Iya, itu sudah bagus. Kalau kita berwudu sebelum tidur akan lebih bagus lagi. Anggap saja begini, Kanzu mau tidur menggosok gigi dapat nilai delapan.

Delapan itu berarti B ya ... Nah, kalau ditambah wudu dapat nilai sembilan. Nilai sembilan itu A. Sekarang, Kanzu pilih mendapat nilai berapa, Nak?" tanya Amalia seraya mengelap putranya dengan handuk.

"Kanzu mau dapat nilai A terus, Kak," jawab Kanzu.

"Hebat! Anak siapa sih, sholih ini." Cium Amalia gemas ke pipi Kanzu. "Ayo, bobok jangan lupa berdoa, ya." Amalia mengusap-usap punggung Kanzu yang memeluk guling membelakanginya.

Masih lekat dalam ingatan Amalia bagaimana perjuangan dia mengandung putranya ini. Saat mengetahui hamil, kala itu kandungannya sudah tiga bulan. Bersyukur ujian kelulusan telah dilaluinya, jikalau belum pasti takut akan dikeluarkan pihak sekolah.

Ayahnya saat mengetahui kehamilannya, membesarkan hati Amalia dengan keyakinan Ghizra pasti datang dan meresmikan pernikahan mereka seperti janjinya.

Namun, kenyataan tidak sesuai dengan angan mereka. Hingga Kanzu lahir, Ghizra tidak pernah menunjukkan diri pada mereka. Keputusan berat harus diambilkannya saat itu. Memberikan Kanzu kepada keluarga Santosa untuk diakui sebagai anak angkat.

Kanzu lahir di akhir bulan Januari, Amalia mengasuh sendiri putranya hingga usia 8 bulan di kediaman keluarga Syaiba. Bulan delapan Amalia bersama Syaiba mempersiapkan diri untuk masuk perguruan tinggi, kebetulan mereka masuk di Univesitas yang sama beda falkutas. Syaiba mengambil arsitek sedangkan Amalia pendidikan.

Begitu aktif dengan jadwal kuliah, keluarga Santosa mencari pengasuh untuk menjaga Kanzu. Pilihan jatuh pada Mbok Amin. Janda dengan dua anak. Tapi, kedua anaknya sudah besar semua.

🌻🌻🌻🌻

Berpisah dengan Kanzu adalah saat paling berat bagi Amalia. Apalagi putranya itu selalu menangis ingin ikut bersamanya, hingga perlu dibujuk serta diberi pengertian dan penjelasan ekstra sabar.

"Titip Kanzu, ya," pinta Amalia kepada Syaiba seraya memeluk sahabatnya itu.

"Pasti, kami akan menjaganya. Fokus saja mengemban tugas bangsa," kelakar Syaiba seraya menghapus air mata di sudut matanya.

Amalia pun melakukan hal yang sama, acap kali meninggalkan Kanzu dirinya akan menangis sedih.

Ghizra memperhatikan dengan seksama bagaimana wajah sedih Amalia saat melepas Kanzu. Hatinya bertanya kenapa Kanzu enggan berpisah dengan Amalia. 

Sinta menghampiri mereka berdua, karena Rahmat memintanya supaya Amalia bergegas. Papa Syaiba itu meluangkan waktu mengantar putri temannya ke Bandara. Namun, ia juga meminta Ghizra untuk menyetir mobilnya.

🌻🌻🌻🌻

"Sambil menunggu temanmu, Papa ingin ngobrol penting dengan kalian berdua di Saylora," titah Rahmat sebelum keluar dari dalam mobilnya. 

Ghizra melepas sabuk pengamannya. Ia melirik sebentar ke arah Amalia yang duduk di bangku belakang, yang kebetulan juga sedang menatapnya.

Amalia berjalan paling belakang. Ghizra yang membawakan kardus Amalia, yang berisi oleh-oleh berjalan mengiringi langkah Rahmat.

"Langsung saja, Papa sudah mengetahui kalian pernah menikah ... Alia." 

Alia memandang Rahmat dengan sorot mata tak percaya. Ghizra masih menunggu kalimat selanjutnya dari bapak mertuanya itu. "Ghizra telah mengatakan kemarin," imbuh Rahmat kemudian, membuat Amalia menatap tajam Ghizra.

"Saya kira, ini masalah pribadi kita Mas. Lagian sudah kita bicarakan kemarin. Kenapa harus beritahu papa tentang kita," ujar Amalia kecewa. Jujur dirinya merasa tidak enak hati karena selama ini tanggung jawab Ayahnya telah digantikan oleh Ayah Syaiba.

Ghizra hanya memandang Rahmat, serta menduga-duga maksud mertuanya berbicara demikian.

"Papa hanya ingin meminta satu hal pada kalian berdua. Tutup buku masalah ini dari siapapun. Cukup, kita bertiga yang tahu. Itu saja, pinta papa. Bisa kalian memenuhi permintaan papa kali ini?"

Akhirnya ... sekali lagi, Rahmat meminta hal yang sama. Merahasiakan pernikahan Amalia dan Ghizra. Dulu ia pinta kepada Ghizra dan sekarang meminta kepada Amalia.

"Walaupun, Papa tidak meminta. Saya tidak akan bercerita mengenai kami. Karena alasan itulah, kami bersepakat untuk bercerai."

"Bukan kami, tetapi kamu sendiri Alia. Tanpa mengindahkan pendapatku," ucapan Ghizra membuat Rahmat menatap tajam ke menantunya itu.

"Maksudmu, kamu menginginkan keduanya sebagai istrimu. Jangan serakah Ghizra!" bentak Rahmat tidak terima. 

'Apakah, anda sedang akting bapak mertua, kenapa dibahas ini dengan Alia'

"Papa sendiri 'kan, yang menginginkan saya beristri dua. Harusnya saat tahu surat nikah itu.  Papa bisa mencegah saya menikahi Syaiba," balasan Ghizra membuat Amalia terkejut.

Next ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   60. Menjaga Cinta

    Satria membiarkan Kanaya kembali berbaring santai setelah menandaskan tiga potong kue dan satu gelas jus jeruk. Ia menyalakan ponselnya lagi, memeriksa rentetan pesan masuk yang didominasi ancaman Kanzu dan deretan pertanyaan dari Daffa, berselang-seling dengan notifikasi panggilan tak terjawab dari Ghea.Satria berlalu ke ruang duduk, menatap layar ponselnya. Foto tangannya dan Kanaya, serta cincin kawin mereka berdua.Bunda Syaiba calling...Satria membiarkan panggilan itu berhenti berdering, lalu menyandarkan punggung dan mendongak menatap langit-langit artistik dengan cahaya lembut yang menenangkan. Ia tidak ingin membawa Kanaya kembali, namun terus memaksakan keadaan pun terasa menyakitkan.Satria memejamkan mata, menarik dan mengembuskan napas berulang kali hingga merasa siap menghadapi sisa permasalahan yang menunggunya nanti.Terdengar suara ponsel berdering kembali. Satria memeriksa, ternyata Fran yang menghubungi.“Halo...” sapa Satria pelan, menempelkan ponsel ke telinga ag

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   59. Dia Pintar

    “Mas Kanzu tahu kondisi Kanaya sekarang.”“Tapi kalau aku nyerah, pasti makin susah untuk bisa sama-sama seperti sebelumnya,” kata Satria. Ia tahu benar arah pembicaraan itu.“Makanya menyerahnya bukan sekadar menyerah,” ujar Ghea sambil menunduk. “Minta maaf, perbaiki, dan kalau perlu menangislah.”“Apa?” seru Daffa, kaget. “Bby, kamu tahu, Kanaya juga melakukan beberapa hal yang—”“Dia pintar, ingat? Mustahil dia enggak melakukan apa-apa sementara kamu selalu seenaknya,” potong Ghea santai. “Dia harus bisa bertahan di segala keadaan, makanya ngajak cerai itu ide paling tolol, Mas!”“Apa ingatannya udah pulih sepenuhnya?” tanya Satria.Ghea menggeleng. “Belum. Dokter bilang Kanaya kadang masih kewalahan dengan beberapa potongan dan kilas balik ingatan. Dia juga berkomitmen meminimalisasi penggunaan obat, jadi fokusnya sekarang cuma terapi dan relaksasi.”“Kalau ingatannya utuh, dia pasti tahu aku enggak serius sama rencana cerai itu.”Daffa menyipitkan mata. “Bukannya kalau ingatanny

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   58. Beri Kesempatan

    "Pak…” ucap Fran, menghentikan mobil di area lobi rumah sakit. “Pak Satria menunggu di Suite Room lantai delapan.” Kanzu menipiskan bibir dan melepas sabuk pengamannya. “Bapak sejak tadi memang tidak bertanya-tanya, namun saya sungguh bersaksi bahwa hingga siang tadi Ibu Kanaya masih sangat baik-baik saja bersama Pak Satria dan—” “Dan kenyataannya sekarang terjadi hal sebaliknya,” sela Kanzu sambil menyelipkan ponsel ke saku celana belakang dan keluar dari mobil. “Mas Kanzu!” panggil Ghea yang bergegas mendekat begitu Kanzu menuju lift. Daffa yang bersamanya segera membuntuti. “Kanaya?” tanya Kanzu. “Baik, stabil. Dia dirawat di Gedung Selatan,” jawab Ghea sambil menunjuk arah seberang, ke koridor besar menuju gedung perawatan. “Ayo, kita ke—” “Aku akan menemuinya setelah membereskan Satria,” potong Kanzu. Daffa menahan. “Situasi Satria juga enggak

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   57. Akan Aku Hadapi

    “Terima kasih sudah menelepon. Bunda akan siapkan keperluan tidurnya Saka. Kanaya juga sudah tidur?” “Iya, pulas sejak sejam lalu. Saya janji, Bund ... Kanaya akan baik-baik saja.” Bunda Syaiba mengangguk. Ia tidak bisa menutupi rasa sedih dan kecewanya, karena itu segera mematikan sambungan telepon. “Ayo, ambil Grimlock di kamar Papa Kanzu,” ajak Saka bersemangat. “Iya…” ucap Bunda Syaiba sambil menurunkan cucunya dari pangkuan dan membawanya keluar kamar, meski saat sampai di tangga ternyata Sus Neta sudah membawa barang-barang yang diperlukan. Saka tampak tenang kembali ke tempat tidur. Ia mengenakan kaus kaki, memeluk robot dinosaurusnya, dan diselimuti dengan quilt dari kamar Kanaya. Suara petir bersahutan beberapa kali, namun Saka tidak lagi menangis. Ia hanya mendekut semakin rapat di balik selimut bersama robot Grimlock. “Kenapa?” tanya Bu Syaiba saat cucunya terlihat membuka mata lagi. “Lampunya dimatiin,” jawab Saka sambil tersenyum. Saka udah bobok pakai selimu

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   56. Anakku

    "Kanaya!" seru Satria begitu sadar dari pingsannya. Daffa yang duduk di sisi kiri tempat tidur menghela napas pendek. "Dia baik-baik saja. Ghea bersamanya." "Aku mau—" Daffa dengan mudah menahan bahu Satria, membuatnya kembali rebah di tempat tidur. "Dokter obgyn mengonfirmasi kehamilannya, sekitar lima sampai enam minggu kalau dilihat dari hasil USG. Kantong kehamilan dan embrionya sudah terlihat. Jadi ...." "Anakku," lirih Satria. Daffa sempat diam, lalu mengangguk pelan. Sahabatnya tampak tenang menerima situasi. "Mama sudah menelepon. Ghea tidak banyak cerita. Kamu beruntung, dokter memutuskan Kanaya harus bedrest minimal seminggu." Satria mengangguk. Itu berarti istrinya harus beristirahat hingga pulih. "Ghea dan Kanaya sudah video call dengan Saka. Dia terus bertanya kenapa kalian belum pulang. Untungnya, hujan deras. Jadi, bisa dibuat alasan. Mas Kanzu juga baru bisa berangkat besok, sepertinya." Satria menggeleng. "Kalau tidak bisa naik pesawat, dia akan n

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   55. Gila dan Bodoh

    RS Premier Surabaya Ghea dan Daffa sama-sama butuh tempat untuk duduk sekaligus menenangkan diri. Dua jam lalu, begitu mobil mereka tiba, Satria justru sedang membopong Kanaya keluar dari rumah, langsung masuk ke kursi belakang, meneriakkan perintah untuk pergi ke rumah sakit. Ghea langsung bertanya apa yang terjadi, namun Satria menyuruhnya diam dan sibuk menghubungi Sus Neta agar segera membawa Saka ke rumah mereka.. “Apa pun yang terjadi, Saka harus kembali padaku, mengerti?” Ghea agak bergidik mendengar seruan itu, ditambah Satria yang kemudian sibuk menghubungi dr. Jihan meminta rekomendasi dokter di Surabaya untuk menangani keadaan Kanaya. Dan di sinilah mereka sekarang, salah satu rumah sakit terbaik di kota Pahlawan. Kanaya menjalani pemeriksaan awal di IGD dan dipindahkan ke Presidential Room setelah dipastikan kondisinya stabil. Kini hanya tinggal menunggu waktu hingga ia sadar. “Kamu aja dulu, Sayang ... yang ajak ngomong,” ucap Daffa karena ponselnya mulai berdering-d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status