Home / Rumah Tangga / AMALIA, Kesetiaanku Diragukan / 5. Permintaan Papa Syaiba

Share

5. Permintaan Papa Syaiba

Author: Rumi Cr
last update Last Updated: 2025-07-26 13:03:10

"Ghizra nanti dari masjid kita jalan sebentar," pinta Rahmat pada menantunya.

Kelima anggota keluarga Santosa menghentikan aktifitas makan malam saat mendengar permintaan Rahmat barusan. Semua mata tertuju pada Rahmat kemudian beralih ke Ghizra.

Ghizra menanggapi dengan anggukan, karena memang ada hal yang mesti dia bicarakan berdua dengan Papa Syaiba itu.

Syaiba memandang Sinta, sang mama menaikkan kedua bahunya sembari melanjutkan suapan ke mulutnya.

***Rr***

Selesai menunaikan jamaah salat Isya di masjid, yang letaknya berseberangan dengan gerbang masuk perumahan Jayabaya. Ghizra melajukan motor mengikuti arahan mertuanya menuju kafe terdekat.

Memesan menu roti bakar, pastel dan secangkir teh tawar mereka berdua beriringan menuju pojok kafe. Memilih tempat sunyi yang enak untuk ngobrol.

Ghizra memperhatikan sejenak wajah mertuanya, sama seperti dirinya mungkin banyak yang ingin diutarakan.

"Sudah bertemu dengan Alia?" tanya Rahmat membuka obrolan.

"Iya, sudah. Kenapa Anda tega membohongi saya, Pak?"

Ghizra tidak lagi memanggil Rahmat papa, melainkan pak.

"Bagian mananya, aku membohongimu anak muda?" tantang Rahmat.

"Bapak tahu, siapa Amalia? Kenapa tidak memberitahu saya, kalau dia tinggal bersama Bapak."

Rahmat menghela napasnya sebelum menatap lurus ke depan.

"Ya, benar. Aku tahu tentang Amalia adalah istrimu ... setelah kalian menentukan tanggal pernikahan."

Rahmat kemudian mengalihkan pandangan untuk menatap wajah kecewa Ghizra. "Kamu ingat, Ghizra ... aku tidak pernah memaksamu menikahi putriku. Bahkan saat aku menyampaikan pinangan untuk Syaiba, kau bilang sudah menikah. Setelahnya tidak pernah kita membahas lagi.

Habis lebaran kemarin, kau datang minta diperkenalkan dengan putriku. Tentu masih ingat, ketika itu aku bertanya, bagaimana dengan istrimu? Jawabmu, dia sudah menemukan kebahagiannya."

Ghizra terdiam, membenarkan semua ucapan Rahmat. Dia ingin move on dengan cara menemukan pengganti sosok Amalia. Karena itulah, dia membuka diri untuk Syaiba, yang diam-diam menaruh hati padanya.

"Tapi, bapak tahu 'kan, Alia juga mencari saya?" pertanyaan Ghizra menohok hati Rahmat.

Benar ucapan Ghizra. Hati Rahmat was-was dari hari dia menemukan selembar pernyataan nikah milik Ghizra. Kertas itu terjatuh, saat Ghizra mengambil map dari tas kerjanya kala itu.

Tangannya gemetar saat membaca nama istri Ghizra berikut wali nikah yang tertera di sana. Tapi, pikiran egois sebagai ayah yang menginginkan kebahagiaan untuk putri tunggalnya.

Dia berdiam diri, enggan memberitahu keberadaan Amalia. Bahkan saat Ghizra ingin mengungkap kebenaran statusnya, bahwa dirinya pernah menikah, dilarang oleh Rahmat.

"Apakah kau bahagia saat menikah dengan putriku?" Rahmat bertanya dengan nada bergetar.

"Bahagia, sangat bahagia. Saya merasakan Syaiba sebagai pelipur lara. Kehidupan rumah tangga yang saya impikan terwujud bersama putri bapak."

Ghizra menarik napasnya perlahan, seolah himpitan terjonggol di hatinya. "Sayangnya kebahagiaan itu seolah berhenti. Saat saya mengetahui kebenaran tentang Alia," lanjut Ghizra lirih.

"Apakah kau akan meninggalkan Syaiba lalu kembali ke Alia, Ghizra?" masih dengan nada bergetar Rahmat menanyakan hal itu.

"Kalau bapak menjadi saya, apa yang akan bapak lakukan?" Ghizra berbalik memberikan pertanyaan.

Rahmat menghela napasnya, menurut penjelasan Sinta walau Amalia dan Ghizra bersua, mereka enggan mengakrabkan diri, itu artinya Amalia dan Ghizra belum saling bicara.

"Baiklah, papa mengaku salah. Bisa papa meminta satu hal padamu Ghizra. Jangan pernah berubah sikap dan perhatianmu untuk Syaiba. Dia tidak tahu apa-apa. Kalau memang rahasia ini akan terbongkar, biar terbuka dengan sendirinya tanpa kita berdua yang memberitahu kepadanya."

"Lalu, bagaimana dengan Alia?"

"Papa mohon, setidaknya bersabarlah hingga bayi kalian lahir. Lagian Amalia juga akan kembali ke tempat tugas. Tahun berikutnya masuk PPG. Kalian tidak akan bersua untuk sementara waktu. Nanti papa akan berbicara dengan Alia. Dia anak yang baik, pasti akan mengerti maksud permintaan papa ini." Rahmat berargumen supaya Ghizra menuruti kemauannya.

Ghizra terdiam, bayangan Syaiba dengan senyum bahagia nan selalu ceria menyambutnya pulang kerja. Istri yang perhatian juga menyenangkan dipandang. Apalagi, sekarang bersemayam calon buah hati mereka di rahim istrinya itu.

"Apakah layak Syaiba menderita, karena kecerobohku di masa lalu," batin Ghizra menimbang sisi baik seorang Syaiba. Karena memang istrinya itu tidak tahu kebenaran tentang dirinya dan Amalia.

"Baiklah, tapi ... izinkan saya berbicara dari hati ke hati dengan Alia, Pa," pinta Ghizra pada akhirnya menyetujui permintaan mertuanya.

Rahmat menghela napas beratnya, sangat tidak adil bagi Amalia saat ini. Kalau dirinya melarang keduanya bertemu.

"Saya berutang penjelasan padanya, Pa. Terlebih Ayah Ali sudah tidak ada sekarang. Saat saya menjabat tangan beliau, saat itu juga saya berjanji mengambil alih tanggung jawabnya. Ketika saya diterima sebagai menantunya."

Ucapan Ghizra membuat Rahmat terhenyak, bayangan Amalia yang mandiri dan pantang dikasihani. Walaupun dirinya telah berjanji melindungi Amalia layaknya putrinya sendiri, Rahmat tidak pernah mengeluarkan sepeser uangnya untuk keperluan Amalia.

Ayah Amalia menyiapkan tabungan untuk biaya kuliah putrinya, Amalia pun dari semester tiga hingga lulus tidak pernah absen mendapat beasiswa.

"Iya, temuilah dia. Papa akan memberitahu Syaiba. Bahwa kamu ada tugas ke luar kota. Tadi, Alia telpon mamanya, akan menghabiskan masa cuti di desa. Hilmy besok pulang dari sana,"

"Hilmy, pria yang menjemputnya tadi pagi, mengantar Alia sampai Ponorogo?" tanya Ghizra dengan nada gusar.

"Iya. Hilmy pemuda yang baik, dari keluarga berada dan seorang dokter. Beberapa kali mengutarakan niatnya melamar Alia."

Senyum Rahmat mengembang saat bercerita tentang upaya Hilmy mendekati Amalia. "Alia berpendirian selama belum terucap talak darimu, dirinya masih istri Ghizra Arsyad. Coba! bisa kamu bayangkan, kalau kalian tidak bersua hingga usianya tua, bagaimana?"

Ghizra terdiam. Rasa bersalah kian bersarang di dadanya untuk Amalia, istri pertamanya itu.

***Rr***

Keesokan harinya setelah Ghizra berangkat membawa serta Kanzu, Rahmat meminta Sinta dan Syaiba ke ruang kerjanya.

"Syaiba, apakah kau cerita tentang Amalia kepada suamimu?" tanya Rahmat.

"Maksudnya cerita apa, Pa?"

"Bahwa dia ibu kandung Kanzu," lanjut Rahmat.

"Ya, enggaklah Pa. Bukankah, telah menjadi kesepakatan kita bersama. Tidak boleh ada yang bercerita tentang Kanzu kecuali Amalia sendiri. Bahkan, mbok Amin yang ngasuh Kanzu dari kecil pun tidak tahu, siapa ibu kandung Kanzu sebenarnya."

"Terus, suamimu tidak bertanya siapa Alia?"

"Enggak, malamnya setelah bersua dengan Alia. Aku bilang, siapa Amalia."

"Apa, reaksinya?"

"Enggak, ada. Diam saja dianya," jawab Syaiba.

"Semalam, sepulang dia keluar dengan Papa, dia enggak ngomong apa-apa juga?"

"Enggak, ada. Ada apa sih, Pa?" tanya Syaiba mulai khawatir, tidak biasanya papanya bertanya demikian mendetail tentang situasi rumah mereka selama ini.

"Iya, nih! Papa jadi aneh, habis pulang dari Balikpapan. Kemarin, datang-datang langsung tanya ke Mama. Apakah Ghizra bertemu dengan Alia? Aneh, 'kan," imbuh Sinta turut penasaran.

"Papa merahasiakan sesuatu, kayaknya nih, Ma," ucap Syaiba dengan pandangan menyelidik ke arah papanya.

"Ah, kalian berdua ini." Rahmat berdecak sebentar, sebelum menghela napas dan memberi peringatan pada anak dan istrinya. "Papa ingatkan sekali lagi. Tentang Kanzu, mutlak Alia yang boleh membongkar jati diri anak itu."

"Ya ampun Papa. Enggak mungkinlah kita melakukan itu. Udah, jangan cemaskan tentang Kanzu dan Alia lagi," sahut Sinta pada akhirnya.

Sebenarnya dalam hati Sinta merasakan Rahmat menyimpan rahasia dan itu akan dia tanyakan saat mereka ada kesempatan ngobrol berdua saja.

Next ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Abhizar Ananda Ghaisan
kurang ajar nih pak Rahmat,kaya laki2 gak ad aja,harus suami orang buat dijadiin mantu ,najis bener emosi aku bacanya,semua kesalahan ada di pak Rahmat,coba jujur kamu pak dari awal ya Allah nyesek akuu
goodnovel comment avatar
Retno Ririn
berarti Rahmatlah yg egois&jahat, pengkhianat culas, apa Syaiba nggak laku sampai disodor2kan, menjijikkan nyatanya kau Rahmat, kapan rahmatmu tercabut dr sang pembuat cerita y?
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   60. Menjaga Cinta

    Satria membiarkan Kanaya kembali berbaring santai setelah menandaskan tiga potong kue dan satu gelas jus jeruk. Ia menyalakan ponselnya lagi, memeriksa rentetan pesan masuk yang didominasi ancaman Kanzu dan deretan pertanyaan dari Daffa, berselang-seling dengan notifikasi panggilan tak terjawab dari Ghea.Satria berlalu ke ruang duduk, menatap layar ponselnya. Foto tangannya dan Kanaya, serta cincin kawin mereka berdua.Bunda Syaiba calling...Satria membiarkan panggilan itu berhenti berdering, lalu menyandarkan punggung dan mendongak menatap langit-langit artistik dengan cahaya lembut yang menenangkan. Ia tidak ingin membawa Kanaya kembali, namun terus memaksakan keadaan pun terasa menyakitkan.Satria memejamkan mata, menarik dan mengembuskan napas berulang kali hingga merasa siap menghadapi sisa permasalahan yang menunggunya nanti.Terdengar suara ponsel berdering kembali. Satria memeriksa, ternyata Fran yang menghubungi.“Halo...” sapa Satria pelan, menempelkan ponsel ke telinga ag

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   59. Dia Pintar

    “Mas Kanzu tahu kondisi Kanaya sekarang.”“Tapi kalau aku nyerah, pasti makin susah untuk bisa sama-sama seperti sebelumnya,” kata Satria. Ia tahu benar arah pembicaraan itu.“Makanya menyerahnya bukan sekadar menyerah,” ujar Ghea sambil menunduk. “Minta maaf, perbaiki, dan kalau perlu menangislah.”“Apa?” seru Daffa, kaget. “Bby, kamu tahu, Kanaya juga melakukan beberapa hal yang—”“Dia pintar, ingat? Mustahil dia enggak melakukan apa-apa sementara kamu selalu seenaknya,” potong Ghea santai. “Dia harus bisa bertahan di segala keadaan, makanya ngajak cerai itu ide paling tolol, Mas!”“Apa ingatannya udah pulih sepenuhnya?” tanya Satria.Ghea menggeleng. “Belum. Dokter bilang Kanaya kadang masih kewalahan dengan beberapa potongan dan kilas balik ingatan. Dia juga berkomitmen meminimalisasi penggunaan obat, jadi fokusnya sekarang cuma terapi dan relaksasi.”“Kalau ingatannya utuh, dia pasti tahu aku enggak serius sama rencana cerai itu.”Daffa menyipitkan mata. “Bukannya kalau ingatanny

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   58. Beri Kesempatan

    "Pak…” ucap Fran, menghentikan mobil di area lobi rumah sakit. “Pak Satria menunggu di Suite Room lantai delapan.” Kanzu menipiskan bibir dan melepas sabuk pengamannya. “Bapak sejak tadi memang tidak bertanya-tanya, namun saya sungguh bersaksi bahwa hingga siang tadi Ibu Kanaya masih sangat baik-baik saja bersama Pak Satria dan—” “Dan kenyataannya sekarang terjadi hal sebaliknya,” sela Kanzu sambil menyelipkan ponsel ke saku celana belakang dan keluar dari mobil. “Mas Kanzu!” panggil Ghea yang bergegas mendekat begitu Kanzu menuju lift. Daffa yang bersamanya segera membuntuti. “Kanaya?” tanya Kanzu. “Baik, stabil. Dia dirawat di Gedung Selatan,” jawab Ghea sambil menunjuk arah seberang, ke koridor besar menuju gedung perawatan. “Ayo, kita ke—” “Aku akan menemuinya setelah membereskan Satria,” potong Kanzu. Daffa menahan. “Situasi Satria juga enggak

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   57. Akan Aku Hadapi

    “Terima kasih sudah menelepon. Bunda akan siapkan keperluan tidurnya Saka. Kanaya juga sudah tidur?” “Iya, pulas sejak sejam lalu. Saya janji, Bund ... Kanaya akan baik-baik saja.” Bunda Syaiba mengangguk. Ia tidak bisa menutupi rasa sedih dan kecewanya, karena itu segera mematikan sambungan telepon. “Ayo, ambil Grimlock di kamar Papa Kanzu,” ajak Saka bersemangat. “Iya…” ucap Bunda Syaiba sambil menurunkan cucunya dari pangkuan dan membawanya keluar kamar, meski saat sampai di tangga ternyata Sus Neta sudah membawa barang-barang yang diperlukan. Saka tampak tenang kembali ke tempat tidur. Ia mengenakan kaus kaki, memeluk robot dinosaurusnya, dan diselimuti dengan quilt dari kamar Kanaya. Suara petir bersahutan beberapa kali, namun Saka tidak lagi menangis. Ia hanya mendekut semakin rapat di balik selimut bersama robot Grimlock. “Kenapa?” tanya Bu Syaiba saat cucunya terlihat membuka mata lagi. “Lampunya dimatiin,” jawab Saka sambil tersenyum. Saka udah bobok pakai selimu

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   56. Anakku

    "Kanaya!" seru Satria begitu sadar dari pingsannya. Daffa yang duduk di sisi kiri tempat tidur menghela napas pendek. "Dia baik-baik saja. Ghea bersamanya." "Aku mau—" Daffa dengan mudah menahan bahu Satria, membuatnya kembali rebah di tempat tidur. "Dokter obgyn mengonfirmasi kehamilannya, sekitar lima sampai enam minggu kalau dilihat dari hasil USG. Kantong kehamilan dan embrionya sudah terlihat. Jadi ...." "Anakku," lirih Satria. Daffa sempat diam, lalu mengangguk pelan. Sahabatnya tampak tenang menerima situasi. "Mama sudah menelepon. Ghea tidak banyak cerita. Kamu beruntung, dokter memutuskan Kanaya harus bedrest minimal seminggu." Satria mengangguk. Itu berarti istrinya harus beristirahat hingga pulih. "Ghea dan Kanaya sudah video call dengan Saka. Dia terus bertanya kenapa kalian belum pulang. Untungnya, hujan deras. Jadi, bisa dibuat alasan. Mas Kanzu juga baru bisa berangkat besok, sepertinya." Satria menggeleng. "Kalau tidak bisa naik pesawat, dia akan n

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   55. Gila dan Bodoh

    RS Premier Surabaya Ghea dan Daffa sama-sama butuh tempat untuk duduk sekaligus menenangkan diri. Dua jam lalu, begitu mobil mereka tiba, Satria justru sedang membopong Kanaya keluar dari rumah, langsung masuk ke kursi belakang, meneriakkan perintah untuk pergi ke rumah sakit. Ghea langsung bertanya apa yang terjadi, namun Satria menyuruhnya diam dan sibuk menghubungi Sus Neta agar segera membawa Saka ke rumah mereka.. “Apa pun yang terjadi, Saka harus kembali padaku, mengerti?” Ghea agak bergidik mendengar seruan itu, ditambah Satria yang kemudian sibuk menghubungi dr. Jihan meminta rekomendasi dokter di Surabaya untuk menangani keadaan Kanaya. Dan di sinilah mereka sekarang, salah satu rumah sakit terbaik di kota Pahlawan. Kanaya menjalani pemeriksaan awal di IGD dan dipindahkan ke Presidential Room setelah dipastikan kondisinya stabil. Kini hanya tinggal menunggu waktu hingga ia sadar. “Kamu aja dulu, Sayang ... yang ajak ngomong,” ucap Daffa karena ponselnya mulai berdering-d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status