Share

Bab 8

last update Last Updated: 2023-02-09 20:29:59

“Tutup mulutmu! Aku tidak pernah mengajarimu untuk menghina orang seperti itu!” Hendro bahkan sampai bangkit dari tempat duduknya sambil menggebrak meja.

“Aku bukan menghina, Kek. Memang kenyataannya seperti itu!” Ken tergagap.

“Diam kau! Aku benar-benar kawinkan kau dengan dia!” ancam Hendro naik pitam.

“Aku tidak sudi!” desis Ken dengan penekanan yang kuat.

“Kalau kau tidak mau. Kakek cabut semua fasilitas yang sudah Kakek berikan padamu. Semuanyaa!” teriak Hendro lalu kembali terjatuh menahan dadanya yang terasa sakit.

Melihat itu, Kinan langsung menghambur memburu Hendro.

“Bapak!” Kinan menahan tubuh Hendro sambil menepuk-nepuk pipinya pelan. Sementara itu Ken masih berdiri ketakutan. Hal yang dia takutkan, sekarang malah dia sendiri sebagai penyebabnya.

“Telepon Ibu!” teriak Kinan pada Ken yang masih terpaku.

“Cepat! Apa kau tuli?!” bentak Kinan lagi tanpa sungkan dan membuat Ken semakin melotot.

“Beraninya kau!” desis Ken. Namun, Kinan semakin emosi.

“Cepat anak manja! Apa kau mau kalau Kakek sampai meninggal?”

“Hei, kau ini!” Ken ingin menoyor jidat wanita di depannya, tetapi urung dilakukan karena melihat Hendro yang megap-megap seperti kehabisan udara.  

“Ibu!” Kinan juga berteriak memanggil Ningsih. Kehebohan pun terjadi. Untung saja Hendro tak harus kembali ke rumah sakit. Hanya dengan minum obat dia kembali membaik.

**

Saat ini semuanya berkumpul di kamar Hendro. Za dan Albany duduk bersisian di kursi, sementara Ningsih duduk di pinggiran kasur tepat sebelah suaminya.

Mata Albany menatap tajam pada sang putra yang lagi-lagi membuat ulah.

“Dasar anak tak tau diuntung!” desis Albany menahan amarah.

Za mengelus pelan punggung tangan sang suami. “Tenangkan dirimu, Mas. Kasian Papa,” bisiknya.

“Papa sudah putuskan, Al. Papa akan mencabut semua fasilitas yang sudah Papa berikan pada Ken,” ucap Hendro pada sang putra. Ken melotot mendengarnya.

“Dan kau, anak berandalan. Kamu tidak akan mendapat apa-apa, tanpa bekerja. Kakek akan memberikan kembali fasilitas itu, hanya jika kamu mau bekerja di perusahaan Kakek dan mau menikahi Kinan,” ucap Hendro tegas meski tubuhnya masih lemas.

“Sa-saya? Jadi yang Bapak bilang tadi itu bukan gurauan? Jangan saya, Pak. Saya tidak mau.” Kinan yang menunjuk hidungnya sendiri itu mengibas-ngibaskan tangannya.

“Heh! Siapa juga yang mau sama elu. Yang ada juga gue yang nggak mau!” sergah Ken dengan nada yang ketus.

“Tuh, Kakek bisa lihat sendiri, kan, kalau si papan gilesan ini nggak mau nikah sama aku. Udahlah, nggak usah yang aneh-aneh.”

“Apa? Papan gilesan? Enak aja! Dasar telor asin!” sentak Kinan melotot.

“Apaan telor asin?” Ken mengerutkan keningnya.

“Telor yang tatoan,” cibir Kinan sambil menjulurkan lidahnya. Ken memang memiliki tato di lengan kanannya.

“Sialan! Gue pites juga lu!” Ken mengangkat tangannya. Hendro menahan tawa, merasa dapat hiburan di tengah rasa sakitnya. Benar dugaannya, Kinan bukan perempuan lemah. Dia akan bisa menghadapi Ken yang seperti itu. Meski baru mengenal Kinan sekilas, Hendro tahu jika gadis itu memiliki hati yang lembut.

“Sudah-sudah. Ini permintaan saya sama kamu, Kinan.” Hendro menatap lembut pada gadis itu. dia lalu mengalihkan pandangan pada sang cucu. “Dan kamu, anak bandel! Ini adalah salah satu syarat kalau kamu masih mau menikmati segala fasilitas. Kalau tidak, silakan kamu keluar. Tinggalkan semua fasillitas yang sudah Kakek kasih sama kamu!” ancam Hendro. Albany mengulum senyum. Sepertinya sang ayah benar-benar serius dengan rencananya.

“Ok, fine. Aku pilih pergi dari sini dari pada harus kawin sama papan gilesan macam dia!” Ken berbalik dan beranjak pergi. Pemuda itu merasa yakin jika orangtua juga kakeknya tidak akan tega membiarkannya terlantar di jalanan.

“Mas ….” Za meminta sang suami untuk mencari cara agar Ken tidak jadi pergi.

“Tidak perlu kalian kejar anak bebal macam dia. Biarkan saja. Papa yakin dia tidak akan bertahan tanpa bantuan keuangan dari kita,” ujar hendro yakin.

Kinan merasa lega karena tak perlu menikah dengan laki-laki aneh dan arogan itu, meskipun dia tahu jika Ken adalah putra dari pemilik kebun tempat dia bekerja selama ini.

“Ken! Tinggalkan juga kunci motornya! Kakek tidak mau memberikanmu sepeser pun!” teriak Hendro dan membuat Ken menghentikan langkahnya seketika.

“Apa?!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 74

    “Lina, Ima! Apa Nyonya sudah selesai?” tanya Javier dari luar pintu.“Sudah Bang Jev,” jawab Ima.“Tuan Al sudah menunggu di bawah untuk sarapan,” katanya. Lina dan Ima pun bergegas membereskan peralatannya.“Silakan duluan, Nyonya. Kamarnya biar kami yang bereskan,” ucap Ima. Walaupun merasa tak enak hati, tetapi Kinan tak punya pilihan lain, Aldebaran sudah menunggunya di bawah.Saat pintu terbuka Javier sempat terperangah melihat Kinan yang semakin cantik. Sebagai lelaki normal dia kagum dengan wanita ini.“Silakan,” ujar Javier yang mendadak bersikap begitu sopan.“I-iya,” jawab Kinan terlihat gugup.Dia berjalan pelan menuruni tangga lebar yang melingkar. Di bawah sana Aldebaran yang mendengar bunyi heels pendek dari sepatu yang dikenakan Kinan sontak menoleh ke arah tangga.Matanya terperangah untuk sesaat, sebelum akhirnya dia membuang muka karena Javier melihat padanya.Sangat aneh. Aldebaran sering berurusan dengan wanita berbaju seksi. Dia bahkan sering menikmati wanita tan

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 73

    Aldebaran menatap tak berkedip pada wanita yang jatuh terlelap karena saking capenya. Kinan bercerita tentang hidupnya sambil menangis tadi. Entah kenapa Aldebaran ingin sekali memeluk dan memberikan bahunya untuk bersandar saat Kinan menangis, tetapi dia tak bisa melakukannya. Wanita itu masih sah menjadi istri orang.Saking lelahnya, Kinan meracau lalu kepalanya terkulai di pinggiran sofa.“Kupikir kisah hidupku yang paling buruk,” gumam Aldebaran sambil menatap dengan rasa kasihan pada Kinan. Dia menunggu hingga Kinan benar-benar terlelap, lalu memindahkannya ke atas kasur miliknya. Setelah yakin jika Kinan tidur dalam keadaan nyaman, dia lalu keluar dan menuju ruang kerjanya untuk tidur di sana.Aldebaran seakan susah untuk memejamkan matanya. Dia masih teringat saat Kinan menceritakan kisahnya dengan sang suami.“Kamu wanita tegar dan berprinsip. Berani meninggalkan suami seperti itu demi sebuah harga diri,” gumamnya, lalu terbayang wajah Kinan yang polos, namun pemberani. Ide-id

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 72

    Kinan masih fokus memijit kaki Ahmet, sementara Aldebaran mengajaknya untuk cepat-cepat. Dia sudah tidak sabar ingin menginterogasi wanita yang menjadi istri gadungannya ini.“Udah mendingan, kan, Dad?” tanya Aldebaran.Ahmet mendelikan matanya. “Aku lagi enak dipijitin. Ganggu saja kamu ini!” Dia hendak melemparkan lagi sebuah bantal pada anaknya, tetapi Kinan menahannya.“Ssst, jangan ribut.” Kinan menyilangkan telunjuknya di bibir.“Tuh denger! Sana pergi kau!” usir Ahmet mengacungkan tinjunya pada Aldebaran.“Hei, dia itu istriku. Seharusnya aku yang lebih berhak, bukan kau Pak Tua!” sergah Aldebaran.“Kau bisa sepuasnya sama istrimu nanti. Aku hanya sebentar saja. Aku ingin mengobrol dengannya.” Ahmet mengangkat bogemnya.“Aku kasih waktu lima menit lagi. setelah itu aku ajak Kinan pergi tidur. Ini sudah malam. Apa kau tidak mengerti bagaimana rasanya pengantin baru?” kata Aldebaran sambil melirik jam yang melingkar di tangannya.“Ya sudahlah. Pergilah kalian. Kakiku sudah jauh l

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 71

    Sementara itu Kinan dan Ahmet yang mendengar keributan di luar langsung terbangun. Ahmet terperangah saat melihat ada Kinan di kamarnya.“Ngapain kamu di sini?” tanyanya marah.“Emmh, itu … Kek, aku mau bawakan makan malam, tapi Kakek udah tidur. Jadi aku tunggu di sini,” jawab Kinan sambil menunjuk ke sofa yang tadi didudukinya.“Kakek! Sudah kubilang jangan panggil aku kakek.” Ahmet berteriak dengan keras dan membuat Aldebaran mendengarnya. Dia gegas ke sana untuk melihat.Betapa bahagia rasanya saat melihat ada Kinan di sana yang tadi dia kira kabur.“Kenapa kamu di sini, Sayang?” tanya Aldebaran menghampiri Kinan dan berpura-pura bersikap romantis. Kinan tampak risih saat tangan Aldebaran menyentuh pinggangnya.“Mmh, itu, Tuan. Saya … mau ambilkan makan malam buat Kakek,” jawab Kinan polos. Aldebaran mengedipkan sebelah matanya berulang kali, memberi kode pada Kinan agar tidak menyebutnya tuan.Lelaki itu mendekatkan wajahnya pada Kinan dan berbisik, “Panggil aku sayang jika di de

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 70

    Aldebaran terbahak mendengar pertanyaan Kinan.“Kau pikir aku akan melakukannya? Yang benar saja. Aku tidak akan pernah mau terikat dalam pernikahan.”Mendengar kalimat dari mulut Aldebaran, Kinan pun merasa lega.“Baguslah. Aku juga tidak mau,” balas Kinan sambil membuang muka. Aldebaran melotot. Belum pernah ada yang berani seperti itu padanya. Biasanya wanita akan tunduk dan merengek agar didekati, yang ini malah sebaliknya.“Kamu!” desisnya. Namun, Kinan malah nyengir kuda. Aldebaran mendengkus pelan.“Cepat pose yang baik, aku akan mengambil gambarmu,” titah Aldebaran sambil menunjuk ke arah tembok untuk memberi kode pada Kinan untuk berdiri di sana.“Ok,” sahut Kinan gegas berdiri di depan tembok berwarna putih.Cekrek.Aldebaran kemudian melihat hasil fotonya. Dia mendesis kesal, karena ternyata Kinan malah menggosok matanya.“Kamu ini, foto aja susah. Tahan dulu sebentar,” ucap Aldebaran sedikit emosi.“Maaf, tadi mataku kelilipan,” jawab Kinan yang masih mengucek matanya. “S

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 69

    “Pakailah salah satu. Buang saja baju yang kau pakai,” katanya seperti yang kesal. Kinan mendengkus dan kembali ke kamar pas untuk berganti pakaian.Keluar dari kamar pas kali ini sudah dengan baju yang baru dan membuat Aldebaran terpaku sesaat. Namun, dia gegas membuang muka.“Ayo, masih ada tempat lain yang harus kau kunjungi,” katanya sambil berjalan, lalu diikuti oleh Javier.Kinan melongo karena dua lelaki itu malah melenggang tanpa ke kasir dulu. Dia gegas menyusul Javier dan menarik tangan lelaki itu.“Ada apa?” tanya Javier yang kaget saat tangannya ditarik.“Kenapa nggak bayar? Kalian penjahat yang lagi merampok?” tanya Kinan sambil berbisik. Javier langsung terbahak dan membuat Aldebaran berhenti dan menoleh ke belakangnya. Javier langsung berhenti tertawa dan menunduk hormat.“Butik itu punya Tuan Aldebaran,” bisik Javier dan kembali membuat Kinan melongo.“Ayo cepat!” teriak Aldebaran yang kemballi berhenti karena Javier dan Kinan malah mengobrol dan berjalan lambat.“Ini

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status