Share

Terbongkar

Syarif dan Rianti bergegas ke dapur untuk menemui sumber suara. Ternyata itu bukan Bu Aas tapi Mirna.

"Apa gak salah denger, Si Rianti hamil?" ucap Mirna juga tak percaya.

"Iya, gak salah dengar aku tak mandul teh. Perasaanku sih mengatakan kalau bayi yang di kandungku berjenis kelamin laki-laki. Uh, ibu pasti senang, anak ini pasti jadi cucu kesayangan ibu." Rianti sengaja memanas-manasi kakak iparnya karna ingin membalas perlakuannya.

"Idih, kasian yah bunting nunggu ngadopsi anak dulu. Kasian deh nanti pasti anak pungutnya di buang lagi tuh." Ucap Mirna tak mau kalah.

"Udah-udah kaya anak kecil aja ribut. Maneh juga Mir, kenapa sih dari dulu syirik aja sama kehidupanku. Dan ingat, kami akan membesarkan Ammar bagaimanapun Ammar sudah menjadi anak kami." Tentu saja Syarif membela istrinya, dari dulu Syarif dan Mirna memang jarang akur.

"Maneh nu pilih kasih, ka anak si Teh Fitri jeng Teh Sarah maneh mere 5 juta, sementara ka anak aing maneh kur mere sajuta, padahal da sarua anak aing teh pan alo sia meren." ( Kamu yang pilih kasih, ke anak Teh Fitri dan Teh Sarah kamu memberi 5 juta, sementara ke anakku kamu hanya memberi sejuta, padahal sama anakku kan sepupumu) sambil menunjuk-nunjuk Syarif.

"yaa ampun, cuma hal sepele gitu di besar-besarkan, maaf dulu kan aing memang tak punya uang saat anak maneh lahir, maneh sendiri nyumbang gak ke si Ammar, nggak kan? Apa aing marah oh tidak, karna aing orangnya positif thingking. Mungkin maneh tak punya uang jadi aing nga maklum, aing lain maneh nu iri dan dengki pada orang." Syarif lalu mengeluarkan uang dari tas nya.

"Ini empat juta, untuk anakmu. Sisa sumbanganku yang kurang." tapi Mirna menepis uang itu sehingga uang berhamburan di lantar.

"Ada apa ini ribut-ribut, itu uang kenapa berserakan Syarif." Bu Aas datang menenteng kresek hitam, sepertinya beliau dari warung.

"Ibu tau gak, Riana hamil bu. Kami akan punya anak lagi, bu." Syarif menggenggam tangan sang ibu.

"Benarkah? mashaa allah, selamat yah Neng semoga kandungan sama ibunya sehat yah Neng." kata Bu Aas mengusap-usap perut sang menantu sambil berkaca-kaca.

"Lebay, semua orang di sini lebay!" Mirna pergi dengan menutup pintu dengan keras.

"Astagfirullah, Neng gak usah di hiraukan yah Si Mirna mah." Rianti hanya tersenyum memaklumi iparnya.

"Huh,baru bunting aja heboh." Mirna terus mengomel di rumahnya.

"Kenapa sih ngomel-ngomel?" Tanya Didin suaminya.

"Si Rianti hamil." Jawabnya ketus.

"Ya, bagus dong. Mereka kan pengen punya anak dari dulu." Mirna melempar bantal pada suaminya.

"Kalo si Ria hamil terus anak nya lahir pasti ibu lebih sayang sama anak itu, sekarang aja sama anak pungut sayangnya ngalahin cucu sendiri, apalagi kalau anak asli. Kamu sih pake di pecat segala, korupsi kok ketauan payah. Bukan nya cari kerja lagi malah betah jadi pengangguran." Mirna mendengkus kesal,

Didin memang di percaya memegang sebuah proyek pembangunan yang cukup besar, tapi dia mengkhianati bos nya dia korupsi untuk memenuhi gaya hidup dirinya dan Mirna, Akhirnya Didin di pecat dengan tidak terhormat beruntung tak di jebloskan ke penjara. Didin hanya di suruh mengganti uang yang di korupsinya saja.

Saat Didin nganggur, urusan jajan sama makan di tanggung Bu Aas. Itu membuat Didin malas untuk kembali mencari kerja, toh nganggurpun dia masih bisa makan.

"Kok kamu gitu sih aku kan ini lagi cari kerja, keliatannya aja main game, selain main game aku cari lowongan juga lho, kebeneran aja kamu liat nya main game nya aja." Kata Didin berbohong pada istrinya.

"Ibu sekarang lebih sayang sama anak pungut itu dari pada anak kita."

"Kita buat aja anak itu celaka, bila perlu meninggal pasti kan si Rianti yang akan di salahkan." Terbesit ide jahat pada mereka.

"Tapi gimana caranya?" Didin membisikkan sesuatu pada telinga sang istri, Mirna senyum-senyum dengan rencana suaminya.

"Tapi aku takut ketahuan, kalo ketahuan gimana, takut di laporkan ke polisi kita."

"Ya jangan sampai ketahuanlah."

**

Pagi itu seperti biasa Riana memandikan dan menjemur baby Ammar, saat membuka lemari dapur persediaan makanan habis, minyak tak ada, gula tak ada, mie tak ada, susu juga tinggal setengah padahal kemarin masih banyak.

Riana ingin mengeluarkan motor maticnya tapi ternyata ban motornya kempes. Jarak ke pasar memang lumayan jauh jika jalan kaki, tapi jika naik motor jarak yang jauh akan dekat hanya 10 menit waktu tempuh.

Tadinya Rianti akan ke grosir sendiri dan meninggalkan sebentar bayi Ammar toh tak akan lama, tapi karna ban motor kempes, terpaksa ia harus membawa baby Ammar. Jika di tingggal sendiri terlalu lama, takut terjadi apa-apa pada bayi yang berusia 4 bulan itu.

"Apa kutunggu saja ibu pulang ngarit yah? biar Ammar bersama ibu. Tidak, kasihan ibu pulang dagang kemudian ngarit masa harus momong cucu. Aku bawa Ammar saja sekalian jalan-jalan deh." Fikir Rianti

Rianti memakai jilbab warna hitam, dan gamis warna navy, sambil menggendong Ammar tangan kanan memegang payung, sementara tangan kiri memegang tas kecil berisi dompet, sebotol susu dan dua buah diapers, hp dia simpan di saku gamis karna takut suaminya tiba-tiba nelpon tak harus membuka-buka tas.

"Mau kemana Neng?" Tanya Bu Ira, tetangga.

"Mau ke pasar Bu, persediaan sudah habis"

"Oh, tumben jalan kaki?"

"Motor bannya kempes bu."

"Katanya lagi hamil yah? selamat yah semoga janin sama ibunya sehat."

"Amiin bu, mari ah."

"Oh iya, Mari." Setelah Rianti melangkah sedikit jauh terdegar bisik-bisik orang-orang membicarakannya.

"Padahal jangan dulu adopsi anak yah kalo subur mah, kasian anaknya masih bayi coba."

"Iya, bener kasian yah anak pungutnya udah mau punya adik masih sangat kecil,"

"Ah, paling nanti di balikin sama emak kandungnya." Rianti pura-pura tak mendengar obrolan mereka, terus saja berjalan.

Setelah berjalan beberapa kilometer Wanita berhijab hitam itu tampak ragu untuk melanjutkan perjalanannya, tiba-tiba saja perasaanya tak enak saat akan melewati hutan bambu.

Hutan bambu di sana memang terkenal cukup angker apalagi di malam hari, jarang ada kendaraan yang lewat. Sepanjang jalan Rianti membaca ayat kursi dan surat annas.

"Mmmmhhh...mmmhh..." Rianti tiba-tiba di bekap dari belakang dan di bawa ke dalam hutan. Dua orang penjahat itu memakai ciput yang hanya kelihatan matanya saja.

"Serahkan tas milikmu atau kubunuh anak ini!" Ancam salah satu dari mereka, sementara yang satu hanya diam saja.

"Tolong...tolong...tolong..." Rianti berteriak sambil menangis.

"Percuma kamu minta tolong, tak akan ada yang nolongin kamu di sini, serahkan cepat atau bayi ini kita bawa."

"Ampun tolong jangan, kembalikan anakku" Rianti memberikan tasnya pada dua penjahat itu. Tapi bayi Ammar malah di simpan di ujung jurang ketika bayi itu menangis dan bergerak, langsung bergelinding ke jurang.

"Tidakkkkkk" Rianti menjerit dan mengejar anaknya. Saat Ammar menjerit diapun ikut menjerit.

"Ammar!!!! huhu.." bayi Ammar berhasil ia bawa dalam keadaan penuh darah. Rianti langsung berlari dan berteriak minta tolong sepanjang jalan. Tangisan dan jeritannya menggema.

Beruntung ada bapak-bapak yang lewat, menolong Rianti.

"Totolong sasayaaa, paaak totolong bawaa annak saya kerumah sakiiit." Ujar Rianti sambil sesegukan.

"Oeekkk..Oeeekkk...oeeekkk" Bayi Ammar yang menangis tanpa henti membuat hati Rianti meringis, Bapak-bapak tersebut langsung membawa ibu dan anak ke rumah mengendarai sepeda motor dengan mengebut, baby Ammar langsung di bawa ke ruang IGD.

Rianti langsung menelpon Syarif dengan sesegukan dia memberitahu keadaan Ammar, mendengar kabar tersebut Syarif meminta izin pulang dan menyusul Rianti ke rumah sakit. Melihat gamis Rianti penuh dengan darah Syarif marah.

"Kenapa keluar rumah! kamu bisa telpon aku, kamu bisa bilang kalau keperluan habis!" Syarif memukul tembok. Sementara Rianti kini menangis tanpa suara, kenapa ia yang di salahkan padahal disini juga dia korban.

"Bagaimana keadaan anak saya dok?"

"Banyak luka di tubuhnya karna bambu-bambu kecil dan runcing membuat tubuh anak bapak mengeluarkan banyak sekali darah. Dan putra bapak memerlukan beberapa kantung darah." Belum sempat dokter menjelaskan.

"Darah saya saja ambil dok, kebetulan darah kami sama, dia anak kandung saya, donorkan darah saya dok, tolong selamatkan anak saya dok!" Syarif memohon, dan dokterpun menyetujuinya. Syarifpun di bawa ke ruang transfusi darah.

Rianti mencerna setiap kata-kata dari suaminya, apakah benar Ammar anak kandungnya, apakah benar Syarif mengkhianatinya. Rianti menunggu Suaminya kembali karna lelaki itu hutang penjelasan padanya.

Setelah beberapa lama akhirnya Syarif datang kembali menemui sang istri, wajah Rianti yang penuh selidik membuat Syarif ketakutan.

"Apakah benar kalau Ammar anak kandungmu,Mas?" Bangkai yang sudah ,di tutup-tutupi akhirnya tercium juga, sekarang Syarif tak bisa berkilah karna buktinya sudah jelas.

"Rianti..." Syarif meraih kedua tangan istrinya, tapi Rianti menepis tangan Syarif.

Prok..prok..prok Rianti bertepuk tangan lalu tersenyum getir dengan amarah dan mata yang berkaca-kaca.

"Hebat kamu, hebat sepatutnya kamu di beri penghargaan, juara menipu istri. kamu selingkuh sampai mempunyai anak, hem." "Aku membencimu!" Teriak Rianti, lalu berlari meninggalkan suaminya.

Syarif ingin sekali mengejar Rianti, tapi ia juga tak tega meninggalkan Ammar yang sedang kritis sendirian. Syarif akhirnya menelpon dan meminta tolong pada kedua temannya untuk menjaga putranya sedangkan ia akan mengejar Rianti.

"Titip anak gue sebentar yah bro." Ujar Syarif pada Andre dan Bimo, mereka hanya mengangguk.

"Bim, lu ngerasa bersalah gak sih kita dulu nyuruh Si Syarif selingkuh, sekarang pasti rumah tangganya di ujung tanduk."

"Iya bener, padahal Syarif dulu orang yang bener gagara kita dia jadi melenceng,"

"Semoga rumah tangga mereka baik-baik aja yah bro."

"Iya, aamin. Semoga mereka tak sampai cerai."

Rianti menangis tanpa henti, dia terus saja memegangi dada, ibarat luka yang di siram dengan air garam. Iya menuju rumah suaminya untuk mengemasi barang-barangnya.

"Astagfirullah Neng, kamu kenapa ini baju kamu penuh dengan darah, dari mana saja dan Ammar mana Ammar anakmu mana?" Tanya sang mertua.

"Anakmu? asal ibu tahu, Ammar sebenarnya anak kandung Syarif, anak hasil zina dengan kekasih gelapnya." Ucap Rianti dengan tegas. Tak menjawab tubuh Bu Aas langsung ambruk.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status