Share

Pov Rianti

Aku beruntung sekali menikah dengan Mas Syarif. Selain tampan, Mas Syarif juga mapan. Keluarganya juga menerimaku dengan baik, tak ada lah mertua julid ipar julid, akupun betah tinggal di sini.

Dia meminta izin padaku untuk mengonytak, karna akhir-akhir ini dia selalu pulang larut malam, jarak dari sini ke kantornya lumayan jauh memang, dulu aku juga sering menyuruhnya untuk ngontrak saja, tapi dia bilang selalu kangen padaku.

Pada akhirnya dia sendiri yang meminta ngontrak, dan memilih pulang seminggu sekali. Mas Syarif tak mau membawaku karna dia yakin aku akan bosan, lebih baik disini menemani ibunya, dan itu memang benar aku pasti akan bosan terlebih kami belum punya anak.

Mas Syarif sangat royal padaku setelah ia ngontrak, dia selalu memberikan aku perhiasan yang bagus sekali dan harganya pasti mahal ah, dia tahu bagaimana menyenangkan istri.

Tak hanya perhiasan, dia juga membelikanku tas. Tas yang bermerk padahal ku fikir untuk apa, toh keseharianku di rumah saja dan herannya barang tersebut seperti bekas pakai.

Sampai suatu hari dia memberikanku sepatu berhak tinggi.

"Mas, kamu kan tahu aku gak suka yang kaya gini. Aku gak bisa makenya, gimana kalau aku jatuh, Mas? kamu kenapa sih akhir-akhir ini sering berikan aku tas, perhiasan sekarang sepatu hak tinggi ini. Aku gak butuh itu. Lagi pula sehari-hari aku kan di rumah."

Heran saja, kenapa dia memberikanku barang begituan coba, padahal aku gak butuh itu dan harganya pasti mahal, lebih baik aku di kasih uangnya lalu ku tabung.

"Eumh, yang. Itu buat kamu ke ondangan. Kamu harus belajar memakai sepatu hak tinggi itu biar lebih elegant, bisa menghargai suami lah." Jawabnya gelagapan

"Emang selama ini aku belum menghargai suamiku?" jujur saja aku sedikit menaikan nada bicaraku.

"Emh Ria sayang begini. Aku kan kerja kantoran, kamu juga kan sering ku ajak keondangan mereka, mereka memakai baju mewah, tas mahal sepatu kayak gini."

"Tapi ada juga kok yang berpakaian sederhana sepertiku hanya memakai gamis dan sepatu mereka gak berhak tinggi kaya gini."

"Harga gamis nya kan mahal banget yang, mahal banget jadi walau mereka tak menggunakan tas dan sepatu branded gami nya kan mahal."

"Gitu yah, maafin aku yah aku gak bisa ngehargain kamu, pasti kamu malu yah keondangan bawa aku pasti kamu kapok yah." Aku merasa bersalah, mungkin dia ingin aku seperti istri teman-temannya yang hedon.

Aku memang pernah di ajaknya beberapa kali ke undangan di gedung. Ada yang hedon ada yang hanya memakai gamis sepertiku, ternyata gamis yang mereka pake mahal, pantas mereka tak memakai tas bermerk.

Harusnya aku bisa menghargai suamiku, dia kan kerja kantoran, pasti dia ingin aku seperti istri temannya, aku tak bersyukur harusnya aku senang, jadi merasa bersalah.

"Mas maafin aku yah, Padahal niat kamu baik."

"Gak apa-apa sayang, Mas malah beruntung punya istri sepertimu." Mas Syarif mengusap-usap kepalaku.

"Tapi ini kaya nya bekas pake semua yah, soalnya ada lecet-lecetnya sedikit, hehe."

"Mmh, ia itu anu istri temen Mas hobinya koleksi-koleksi gituan, jadi Mas beli karna yang bekas pake harganya lebih terjangkau, yang penting gak kw kan sayang. Maafin Mas yah sayang cuma bisa ngasih barang bekas."

"Gak apa-apa kok sebenarnya aku gak butuh ini, tapi kamu hanya ingin menyenangkan istrimu, aku senang kok Mas, kamu mau ngehargain aku." Niat nya baik, pasti dia tak mau aku di pandang rendah ooleh siapapun, Mas Syarif baik sekali sih kamu Mas.

Sebulan kemudian aku dibuat terkejut, dia memberikanku iph*ne 12 harganya pasti mahal sekali, dia bilang itu kejutan aniversary pernikahan kita.

Walaupun itu barang bekas pasti harganya mahal, suamiku memang pandai membahagiakan istri.

Aku menggunakan iph*ne baruku untuk mencari uang, awalnya aku iseng-iseng coba tik-t*k affiliate dan sh*pee affiliate. Memang awal-awal berat sekali paling dalam sebulan cuma seribu perak.

Tapi setelah aku konsisten menekuni bidang tersebut, akhirnya aku punya penghasilan sendiri Mas Syarif sendiri gak tahu ini, biarlah anggap saja ini sebagai tabungan atau dana darurat jika hal buruk terjadi padaku suatu saat nanti.

Saat ibu mertuaku jualan gorengan atau ngarit rumput aku selalu mempergunakan waktuku untuk live jualan, dan hasilnya tiga kali lipat dari yang di berikan Mas Syarif.

Aku tak mau memberitahunya, aku akan memberitahunya nanti saat waktunya, kurasa saat ini waktunya belum tepat. Biar jadi kejutan untuknya kalau istrinya punya tabungan banyak sama sepertinya yang selalu membuatku terkejut.

***

Hari ini lengkap sudah kebahagiaanku karna aku akhirnya mempunyai seorang putra yang sangat tampan. Walaupun bukan lahir dari rahimku entah mengapa aku mencintai anak ini.

Ketiga kakak suamiku yang merantau datang pada kami dengan membawa hadiah, mashaa allah walaupun Ammar hanya anak pungut tapi di terima dengan baik.

"Siapa ini teh namanya Bibi Ria?" Tanya Teh Fitri Kakak pertama Mas Syarif.

"Namanya panggilannya Ammar, Nama panjangnya Syahil Ammar abidzar," jawabku.

"Meuni ganteng nya anak teh, tega yah ibunya buang anak nya." Kata teh Sarah kakak kedua suamiku.

"Katanya ibunya lagi kuliah yah, kuliah kok bandel yah nyampe punya anak padahal anaknya ganteng gini," Kata teh Ratna

"Iya yah, padahal kasian. Si Rianti aja belum punya anak pengen punya anak dia malah buang anak, tapi anak ini berada di tangan yang tepat Rianti dan Syarif pasti jadi orangtua yang baik untuk anak ini," kata teh Fitri.

"Iya, ibu juga pasti sayang kayak cucu sendiri apalagi ini laki-laki secara ibu kan belum punya cucu laki-laki, Si Syarif juga anak laki-laki satu-satunya ibu anak emaskan," kata teh Mirna dia tinggal bersebelahan dengan kami.

"Ah, dari dulu ibu mah gak beda-bedain anak-anak ibu kok, semua sama. Cucu-cucu ibu juga gak bakal ibu beda-bedain semuanya sayang."

Ibu pun kemudian masak, masakan liwet ibu mertua rasanya enak nampol, kami makan di daun pisang yang besar.

Lauknya terdiri dari ikan asin, sambel, lalab daun singkong, tahu tempe, dan krupuk. Itulah tradisi keluarga ini, kalo berkumpul pasti masak nasi liwet.

Kemudin kami berfoto untuk di pamerkan ke media sosial kami masing-masing. Banyak mereka yang mengomentari kalau keluarga ini selalu kompak walau sudah punya keluarga sendiri.

Mereka juga memuji ketiga kakak perempuan Mas Syarif, walaupun merantau tapi selalu menyempatkan mengunjungi orangtua, biasanya pada umumnya orang lain berkumpul hanya saat lebaran saja.

Keluarga ini memang berbeda, mereka akan berkunjung selama tiga bulan atau empat bulan sekali. Mereka sudah mempunyai anak dua dan anak mereka kebetulan semuanya perempuan.

[Selamat datang di keluarga baru] Teh Fitri mengunggah Foto Ammar dan saat kami bersama tak lupa aku dan yang lain di tandai dalam postingan itu.

[Wah, itu bayi siapa teh?] komentar nama akun Mama dilan, itu Tika tetangga kami

[Syarif beb] balas teh Fitri

[Tapi kok gak tau yah hamilnya?]

[Itu anak pungut ceu] komen Teh Mirna, Ammar memang anak pungut, kok aku sakit hati yah dia di panggil anak pungut, kenapa gak nyebut anak angkat aja sih Teh Mirna.

[Istrinya kayaknya mandul yah, atuh dari pada mungut anak mah Syarif mending poligami aja dia kan mampu, eh 🤭] Tak ada yang berani membalas komentar nya,

[Mbak punya masalah apa yah sama saya?] aku mengomentari komentarnya.

[Ikh, kok baper aku bercanda lho] balasnya. Ah, malas rasanya berdebat dengannya.

"Si Tika itu dulu naksir sama Si Syarif, tapi Si Syarifnya gak demen sama Si Tika, gausah baper yah Ria Tika juga udah punya suami." Ucap Teh Mirna, entah aku yang emag baper apa dia yang tak bisa menjaga perasaanku sih?

"Ohhh..." hanya itu yang ku jawab.

"Kok kalau di lihat-lihat Si Ammar mirip sama Syarif yah. Liat deh, Teh Fitri, Teh Sarah," katanya lagi.

"Mungkin Ammar sama Syarif udah punya ikatan batin, walau bukan ayah kandung." Teh Fitri menyanggah.

"Siapa tau aja emang bener anak Si Syarif." Ucapan Teh Mirna kali ini membuat aku tak bisa sabar lagi.

"Mbak, kenapa sih? gak suka sama aku ngomong dari tadi kok aku perhatikan, Mbak kok gitu. Salah aku punya salah apa sih sama Mbak Mirna?" Aku akhinya memberanikan diri mengeluarkan unek-unekku, di depan semua kakak iparku.

"Ikh, kok kamu baper sih Ri. Dari tadi kita kan bercanda kamu suudzon terus sama aku, jangan-jangan kamu punya penyakit hati lagi, marah-marah gak jelas." Cemoohnya, membuat darahku naik. Ingin sekali ku menjambak bibir nya.

"Sudah-sudah, kamu Mir ngalah dikit kenapa kalau ibu tau kalian ribut pasti ibu sedih, sudah lah masalah kecil kok di besar-besarkan kaya anak kecil kalian." Kata teh Fitri berusaha menjadi penengah untuk kami.

"Terus aja belain, terus belain Si Rianti. Aneh yah saudara kok lebih mihak orang lain, ck"

"Bukan gitu, Mir!"

"Halahh" Teh Mirna pun meninggalkan kami semua.

"Dia kenapa sih? kok aneh" tanya Teh sarah

"Lagi mens kali, udah jangan di dengerin omongan dia mah, Mirna mah emang gitu. Sama Syarif juga dari kecil gak akur." Ujar Teh Fitri

"Tapi kemarin-kemarin gak gitu kok Teh, kami baik-baik aja kenapa sekarang mendadak jadi gitu Rianti jadi heran, Rianti kira-kira punya salah apa yah sama Teh Mirna."

"Udah lah gak usah di fikirin nanti juga ngebaikin sendiri, dia mah gitu bilang baperan sama orang lain, padahal dia sendiri yang baperan." Teh Sarah terus membujuku.

Tapi tetap saja aku kefikiran, kenapa tiba-tiba Teh Mirna begitu padahal sebelum-sebelumnya dia tak begitu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status