Share

Pov Rianti (meminta cerai)

"Bu, bangun bu." Aku menggoyang-goyangkan tubuh ibu mertuaku, menyesal sekali sudah berucap kasar padanya. Mungkin ibu shok baru kali ini di bentak menantu, pasti dia sakit hari.

"Ria, Ria ibu kenapa Ri?" Tanya Mas Syarif yang datang tiba-tiba dia langsung memangku ibu ke kursi. Kemudian ia menempelkan minyak kayu putih di hidung ibu. Perlahan ibu membuka matanya. Ibu menangis memukul-mukul Mas Syarif.

"Anak sialan. Anak sialan. Aku sekolahkan, aku ngajikan aku didik kamu agar tak menjadi pezina, tapi kau malah zina. Anak sialan, huhu..." Ibu menangis histeris

"Maafkan Syarif, Bu." Mas Syarif menangis di kaki ibunya

"Minta maaflah pada istrimu karna dia yang paling terluka." Ibu memalingkan wajahnya dari Mas Syarif, kemudian Mas Syarif menatapku, buru-buru aku lari dan mengunci diri di kamar. Menyender di belakang pintu lalu berjongkok perlahan, mata ini tak henti-hentinya menangis.

Sementara di luar, Mas Syarif terus menggedor-gedor pintu dan terus memanggil-manggil namaku. Tega, kamu. Mas. Entahlah, apakah luka ini bisa sembuh atau tidak, yang jelas aku benar-benar sakit hati dan ingin pergi dari hidupnya. Pengkhianatan ini begitu menyakitkan.

Untuk apa aku disini? Aku segera memasukkan satu persatu pakaianku ke dalam koper, mungkin perjalanan rumah tanggaku memang haru sampai di sini. Untuk apa bertahan dengan lelaki pengkhianat, ku buka pintu, Mas Syarif jatuh terjungkal mungkin dia menyender di belakang pintu.

"Rianti maafkan aku!" Dia memeluk kakiku.

"Awas, Mas!" Aku mendorong tubuh Mas Syarif.

"Aku ingin kita cerai! tak sudi aku jadi istrimu lagi!"

"Apapun kesalahan kamu akan aku maafkan kecuali perselingkuhan!" Teriakku.

"Tapi kamu sedang hamil. Mana bisa bercerai dalam keadaan hamil." Aku sampai lupa kalau aku sedang mengandung, jadi sulit terlepas dari lelaki ini.

"Kumohon, tinggallah bersamaku sambil menunggu anak kita lahir, setelah anak kita lahir terserah kamu mau apapun juga." Dia membawa koperku kedalam lalu menyimpan semua baju-bajuku kembali.

"Tolong tinggalkan aku sendiri. Aku ingin sendiri!" Mas Syarif menuruti perkataanku, dia keluar tanpa sepatah katapun.

Aku berjalan menuju box bayi, perlahan menyentuhnya dan memeluk bantal yang selalu di pakai tidur bayi itu. Ammar aku begitu menyayangimu. Semoga kamu cepat sembuh nak. Ammar, jujur saya saat ini batin dan fikiranku sedang berperang, Batinku mengatakan kalau kamu tak bersalah ini semua bukan salahmu, dan aku tetap akan menyayangimu.

Tapi fikiranmu mengatakan kalau aku juga harus membencimu, karna kamu juga buah cinta dari mereka, kamu harus sembuh nak, karna aku tetap menyayangimu walaupun kecewa dengan kedua orang tuamu.

Ah, perutku lapar sekali. Aku sadar aku belum makan dari pagi. Sesuatu berdetak di perutku, apakah kamu lapar nak? maafkan ibu yah nak. Padahal kamu tak bersalah, tapi kena imbasnya juga. Aku harus bagaimana ini, masa aku keluar makan, tapi perutku lapar sekali. Aku tak akan makan jika tak ada yang membujukku makan.

"Rianti, makan dulu Ria. Ingat, sekarang di dalam tubuhmu juga ada nyawa lain, tolong makan demi bayi yang di kandungmu, dia tak bersalah makanlah dulu. Tolong buka pintunya." Bujuk Mas Syarif. Dari tadi kek, Aku sudah lapar dari tadi, eh bukan aku tapi bayiku.

Aku membuka pintu, lalu berjalan menuju meja makan.

"Aku tak mau melihatmu, tolong tinggalkan aku. Kalau ada kamu aku tak mau makan, pergilah dari hadapanku." Mas Syarifpun menuruti perkataanku, dan aku makan dengan sangat lahap, mungkin karna saking lapar, atau karna bayiku yang lapar. Maafkan Mama yah Nak.

Setelah makan aku memutuskan untuk pergi ke kamar. Tapi, mataku tertuju pada sepatu hak tinggi dan tas-tas mahal, aku yakin kalo barang-barang itu milik wanita jalang itu, entah kenapa aku yakin sekali.

"Syarif ..." Sengaja aku memanggil nya tanpa Mas, agar dia tahu kalau aku sudah tak menganggapnya suami.

"Kamu memanggilku?"

"Keluarkan barang-barang milik gundikmu itu. Aku yakin barang-barang itu milik pelacurmu, singkirkan semua karna aku tak ingin melihatnya!"

"Rianti..."

"Barang itu bekas semua tak ada yang baru, aku yakin itu miliknya. Di mana-mana juga pelakor selalu dapat barang mewah sementara istri sah dapat bekasnya. Mau itu di novel atau sinetron cerita itu memang fiktif tapi biasanya fiktif terinspirasi dari kisah nyata."

Aku memang sering membaca novel bertema perselingkuhan baru-baru ini setelah punya Ammar, aku menyesal kenapa baru sekarang aku membacanya, andai saja dari dulu aku membaca atau menonton sinetron perselingkuhan, mungkin aku tahu tanda-tanda nya.

Dulu, kufikir cerita itu memang hanya karangan dan hayalan para penulis, dulu ku anggap sinetron perselingkuhan itu lebay, tanpa ku sadari mereka membuat karna memang itu sebenarnya kisah nyata yang di modifikasi.

Andai aku tahu sejak lama, mungkin akan mudah untuk bercerai dan terlepas dari lelaki itu, sekarang aku harus menunggu bayi ini lahir agar terlepas dari lelaki penghianat itu, melihat nya saja aku sudah tak ingin.

Kamu harus kuat Rianti, jangan lemah. Jangan lagi menangis, kamu harus tangguh. Jika kamu lemah mereka menang dan mereka senang, jangan sampai itu terjadi, mulai saat ini aku akan berubah, membuang Rianti yang lemah.

Aku mencari hp lamaku, hp yang sangat jadul keluaran 2016 sungsang j1. Aku bersyukur ternyata masih menyala, dulu ku sumpan sebagai kenang-kenangan tapi sekarang akan ku gunakan kembali.

Merasa jenuh dan bosan terus-terusan di kamar, kuputuskan untuk keluar. Disana terlihat Bang Didin yang mengangkat rumput-rumput itu ke kandang kambing, kalau Bang Didin ngarit lalu kemana ibu mertuaku?

Aku berjalan perlahan menuju kamar ibu yang pintunya terbuka lebar. Ibu sakit? kenapa aku sampai tak tahu. Ibu terbaring lemah di tempat tidur . Beliau langsung memanggilku saat melihatku.

"Neng kemari!" suara yang begitu parau, tangan keriputnya melambaikan tangan, menyuruhku menemaninya. Aku masuk lalu duduk di samping ibu. Ku raba dahi ibu sangat panas sekali, kemudian ibupun menangis.

"Maafkan ibu Neng. Maafkan ibu yang gagal mendidik anak. Ibu sudah gagal mendidik anak, huhuhu," ibu menangis seperti anak kecil.

"Bu, Mas Syarif bukan anak kecil lagi, dia orang dewasa yang sudah tahu mana yang baik mana yang buruk. Ibu tak perlu menyalahkan diri sendiri karna itu bukan salah ibu."

"Maafkan ibu nak. Maafkan ibu." Mertuaku menggenggam erat tanganku.

"Ibu tak salah. Rianti yang salah, maafkan Rianti kemarin kasar pada ibu. Tak sepatutnya Rianti begitu pada ibu, maafkan kesalahan Rianti, Bu." Ibu langsung memelukku dan kami menangis bersama.

"Bu, Badan ibu panas Rianti kompres yah." Ibu hanya mengangguk. Aku bergegas kedapur kemudian menuangkan air termos ke baskom kecil yang sudah ku sediakan lap bersih di dalamnya. ku kompres dahi ibu.

"Makasih, Neng." lirihnya,

"Sama-Sama, Bu." Ku pijat kakinya sampai ia tertidur.

"Oh, Ada Rianti yah?" Tanya Teh Mirna, yang tumben wajahnya bersahabat, biasanya jutek dan culas. Dia mendekat ke arahku lalu duduk di sampingku.

"Ria, aku turut prihatin yah dengan apa yang menimpa kamu, pasti jadi kamu berat banget dan sakit banget, kalo aku jadi kamu aku juga sama kaya kamu bakal nuntut cerai sama Si Syarif lelaki bangs@t memang dia mah.

Padahal kurang apa coba kamu cantik alami, baik hati kalo kamu jadi janda banyak pasti lelaki yang langsung meminang kamu, dari dulu dia mah begitu Ri playboy tukang PHPin cewek.

Maafin aku yah, kemarin-kemarin kita sempet cekcok. Maaf kalau ada kata-kata yang menyakitkan. Kamu mau kan maafin aku? Jika nanti kamu cerai sama Syarif hubungan kekeluargaan kita jangan sampai putus yah, Rianti." Katanya panjang lebar.

"Iya, Teh. Aku juga minta maaf kalau aku banyak salah sama teteh."

"Ria, nanti kalo kamu udah cerai sama Si Syarif aku comblangin deh kamu sama temenku, temenku banyak lho yang kaya-kaya dan ganteng-ganteng."

"Hah?" Aku melongo tak percaya. Cerai juga belum.

"Kamu kan cantik, alami lagi. Pasti banyak yang bakal tertarik sama kamu. Harus move on Ri, jangan mau mertahanin laki-laki kaya gitu. Bila perlu kamu bales tuh selingkuh biar dia tau rasa, ku kasih yah no mu sama temenku yang jomlo, dia ganteng kaya lagi." Tawarnya, kenapa begini sih.

"Jangan Teh, jangan. Gak usah, gak perlu." Tolakku

"Lho, kenapa? kamu harus move on dari sekarang Ri. Biar kalo udah cere langsung nikah." Kenapa dia kekeh sekali sih.

"Teh, begini. Proses perceraian aku sama Mas Syarif itu lama banget, Teteh kan tau aku lagi hamil. Aku mau fokus sama kehamilanku saja lah Teh. Nanti saja kalo aku sudah benar-benar cerai akan ku fikirkan segala."

"Iya, kamu pake hamil segala sih jadi lama kan. Padahal udah bener kalo kemarin kamu gak hamil." Dulu gue belum hamil lu cibir, setelah hamil di cibir juga, sekarang sama. Kok ada manusia model gini.

"Gak apa-apa aku gak bakal maksa kamu, semoga apapun keputusanmu itu yang terbaik." Dari tadi juga elu maksa-maksa gue. Heran mabok t@i ini orang ikh amit-amit.

"Teh, aku permisi ke belakang dulu yah Teh, sepertinya perutku mules." Aku mencoba menghindari orang ini.

"Kalo gitu kita barengan yuk, aku juga mules."

"Hah?"

"Mau sekalian pulang, kamu di wc sini ya aku di wc aku di rumahku." Udah sana pergi ah. Aku berlari seperti orang ingin buang air beneran.

Huft, akhirnya. Kok ada yah orang begitu, baru tau aku sifat aslinya seperti itu. Dulu hubungan kami memang baik tapi hanya sebatas tegur sapa doang. Saat aku keluar dari wc kulihat Bang Didin sudah ada depan pintu membuatku kaget.

"Eh, Ria kaget yah. Ri, aku boleh minta no wa kamu gak, Aku tau saat ini kamu kesepian maksud aku butuh teman curhat. Kamu boleh kok anggap aku sebagai kakakmu tempat keluh kesah." Ucapnya dengan tatapan jalang.

"Emh, maaf Bang. Aku sudah tak memiliki ponsel, sudah ku berikan ponselku pada Mas Syarif."

"Rianti," Dia memegang pergelangan tanganku saat aku beranjak pergi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status