Share

Pak Satya The Merciless

Pak Satya itu tangannya lumayan dingin. Artinya bisnis yang dia pegang lumayan berkembang. Awalnya sih dia bisnis pinjamin uang berbunga tinggi alias rentenir, sebelum merambah masuk ke bisnis limbah. Di bisnis ini Pak Satya jadi juragan yang nyewain dua unit mobil box untuk digunain dalam jasa pengantaran barang secara daring. Penyewaan lima unit motor bebeknya adalah bisnis terbaru yang baru dia rintis. Yang lain dirental untuk jadi ojeg. Mengenai bisnis awalnya yang mengenai limbah itu. Sebetulnya cakupannya adalah dua jenis limbah yaitu limbah industri dan limbah manusia.

Bener. Dia juga bisnis limbah manusia alias e’ek dengan punya dua mobil tangki sedot tinja. Tapi karena sebutannya yang nggak elit, dia juga bisnis lain. Menurut beliau sebutan sebagai juragan mobil box tetap lebih manis kedengaran daripada sebutan sebagai juragan e’ek. Mana mau dia dipanggil dengan sebutan itu. Apalagi disebut sebagai juragan tai. Ada orang yang ketahuan manggil dia dengan sebutan itu, wah, bisa habis didamprat.

Ya iyalah. Masuk akal emang. Siapa juga orang yang mau digelari sebutan nggak elit begitu. Ada gituh yang mau disebut 'juragan tai' terus ngacung tangan? Gak ada kan? Nah begitu juga sama tokoh protagonis ini. Pak Satya the merciless.

Jadi boleh dibilang Pak Satya emang nggak kaya-kaya banget. Ekonominya sedikit di atas rata-rata. Cuma, orangnya besar mulut dan pelit. Disebut besar mulut karena ini orang hobi banget mengklaim dirinya sebagai milyarder.

Ini nggak aneh karena orang yang kekayaannya nanggung cenderung seperti itu. Pamer sana-sini termasuk di medsos demi supaya dihargai dan dikagumi. Dan pak Satya ini juga pantes banget disebut pelit karena kenyataannya emang begitu. Pak Satya ini sulit ngeluarin duit untuk hal yang sifatnya sosial. Katanya sih, sifat jelek ini emang udari dari sononya karena bagi mereka yang tahu, bapak dan kakeknya orang itu juga sama pelitnya. Kalo mau keluarin duit dari dompet itu gerakannya lamaaaaa banget. Kalo orang lain hanya butuh waktu beberapa detik, tapi bapak dan kakeknya pak Satya ini butuh waktu satu menit sendiri. Buset.

Dinda jadi mikir, bisa jadi ide munculnya adegan slow motion di video adalah setelah si pembuatnya lihat mbah moyangnya pak Satya saat itu orang mau keluarin duit dari dompetnya.

Kehidupannya lain banget dengan keluarga Dinda yang berlatar ekonomi menengah bawah. Demi perjuangan hidup, Apih dengan Amih sama-sama gigih cari nafkah. Selain Apih yang kerja sebagai pegawai kecil di kantor, Amih juga buka usaha lain yaitu distributor telor. Mulai dari telor puyuh, telor ayam negeri, telor ayam kampung, telor bebek. Sampe pertengahan tahun, usaha itu sempat sukses. Apih sampe niat keluar perusahaan malah untuk ngembangin usaha. Sayang, uang yang kekumpul akhirnya harus abis juga waktu Apih dan Amih harus bawa Dinda buat operasi usus buntu. Beban hidup jadi makin berat setelah inflasi dan harga BBM naik. Dan seperti belum cukup, sekarang mereka harus keilangan motor pinjaman yang otomatis mereka musti tanggungjawab ngegantiin. Apih sekarang nyambi kerja serabutan dan Amih jualan nasi uduk di depan rumah.

O ya, pak Satya itu punya anak. Lumayan ganteng, namanya Panji dan teman sekolah Dinda juga.

*

Jalan arteri makin rame dengan kendaraan yang lalu-lalang. Kendaraan bermotor dari berbagai jenis wira-wiri sepanjang ruas, dan kiri-kanan jalan. Kondisi jalan memadat dan kendaraan-kendaraan mulai melambat dan bahkan berhenti ketika lampu di persimpangan menyala merah. Dinda ada di sana. Biasanya dia diantar bokapnya sampe ke depan sekolah dengan motor.

Tapi itu dulu. Sekarang dirinya harus jalan kaki. Sebetulnya ada alternatif angkot. Tapi jarak dari rumah ke sekolah yang serba tanggung membuat Dinda harus tiga kali gonta-ganti kendaraan. Itu jelas nggak praktis dan lebih mahal.

Waktu Dinda nyeberang jalan matanya nangkep buntelan sampah kertas yang dibuang dari jendela mobil merah metalik. Sebelum kaca mobil nutup, Dinda masih liat pelakunya. Miss Cosmo.

Dinda jelas masih nggak tahu siapa namanya. Tapi gadis tinggi, langsing, berkacamata seperti Syahrini, cantik dan selalu tampil modis dengan setelan serba bermerk itu selama tiga hari ini dia lihat terus. Di jalan arteri ini, di mini market, di sebuah parkiran hotel. Misterius emang kenapa Dinda bisa begitu sering ketemu orang itu dalam waktu singkat di sekitar tempat itu. Dinda cuma ngeliatin sampe mobil-mobil mulai bergerak lagi termasuk mobil yang disetirin Miss Cosmo. Ngeliat tadi Miss Cosmo buang sampah sembarangan nggak membuat kekaguman Dinda atas orang itu berkurang.

Diiiin! Sebuah klakson motor yang dimodifikasi sehingga bersuara seperti klakson truk bikin Dinda menoleh.

“Ngagetin aja lu!”

Dari jok motor, Sandro dengan Bimbim ketawa sama-sama. Sepertinya bahagia banget bisa bikin Dinda kaget.

“Pintu gerbang sekolah tutup bentar lagi. Elo nggak mau nebeng?”

“Bertiga?”

“Iya,” kata Bimbim yang nyetir. “Bertiga di motor gue.”

Dinda ngelirik motor bebek Bimbim. Kendaraan roda dua yang setia dipakai Bimbim itu bukan motor baru tapi perawatan rutin membuat penampilan motor tetap apik.

“Nggak dah,” tolak Dinda halus, “gue nggak tega. Kalo motor lo bisa ngomong, pasti dia udah teriak-teriak kesakitan karena harus nambah beban satu orang lagi.”

“Jangan sok imut, cepetan naik!” Sandro ngebentak pura-pura.

“Serius nih masih muat?”

“Muat!” Bimbim dan Sandro ngejawab barengan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status