Share

Upaya menemui Tari

    Rinai hujan membumi pagi ini, saat kesadaran mulai kembali utuh,aku tak mendapati suamiku berada di sampingku.

"Kemana Mas Dirga kok sudah bangun?" Fikirku sejenak lalu bangkit dari posisi nyamanku.

Kucari ke ruang tamu, namun batang hidungnya pun tak nampak di tempat yang kutuju.

"Mungkin saja Mas Dirga sedang mandi, coba aku cari ke belakang," gumamku.

 "Mas ... Mas!" Aku mencoba memanggil beberapa kali.

"Tadi Suamimu pamit kepada Ibu, katanya mau keluar sebentar, ada urusan yang harus segera diselesaikan."

Namun, jawaban itu kudapat dari wanita kesayanganku-Ibuku yang sedang bergumul dengan aneka sayuran di dapur.

"Perginya sudah dari tadi ya, Bu? Kok tidak pamit sih sama Dewi, Bu," gerutuku.

"Iya katanya dia kasihan mau bangunin kamu, karena tidurmu nyenyak sekali, Nduk," ucap Ibu memberi penjelasan.

"Mas Dirga ada bilang ke Ibu nggak mau pergi kemana?" selidikku.

"Nggak ada, Nduk, cuman pamit aja tadi, Ibu juga nggak nanya mau pergi kemana," timpal Ibu.

"Hm ... kemana Mas Dirga, sudah pergi sepagi ini, padahal di luar juga sedang gerimis, apakah tidak bisa menunggu sampai gerimis reda," sungutku.

Sebenarnya aku berniat menanyakan perihal kejadian janggal yang kualami kepada Ibu, mungkin Ibu memiliki jawabannya. Namun urung ku sampaikan rasa penasaranku.

Bairlah nanti saja menunggu saat yang tepat.

***

  Sementara di tempat yang berbeda, Dirga sedang menikmati coffe latte dan mengusap lengannya beberapa kali karena hawa sejuk yang kian menusuk hingga ketulang.

Dimana keberadaan kamu saat ini Tar?  Sudah setengah jam belum sampai juga.Aku tak mampu menahan rinduku yang menggebu.

Sejak semalam aku berhasil menghubungi Tari, aku jadi tak sabar ingin segera bertemu dengannya.

Bahkan pagi-pagi buta aku sudah menghubungi Tari untuk memintanya menemuiku disalah satu kedai kopi yang cukup jauh dari rumah Dewi. 

Dan Tari pun menyanggupinya.

Namun, kekasihku itu belum jua menampakkan diri.

 Empat puluh lima menit berlalu, aku mulai resah, kembali kuambil ponselku dan kulihat banyak pesan maupun panggilan dari Dewi yang sengaja ku abaikan.

Kucoba terus menekan tombol hijau bertuliskan nama Bian. Ya, tentu aku menamai kontak Tari dengan nama samaran agar Dewi tak menaruh curiga kepada hubunganku dan Tari.

[tuuut...tuuut....tuuut]

Terhubung namun tak dijawab.

Pandanganku menerobos ke luar melewati dinding kaca, rupanya gerimis telah reda.

Karena terlalu lama menunggu tanpa kepastian, akhirnya aku memutuskan untuk pulang membawa serta kekecewaan mendalam.

Pupus sudah harapanku hari ini bertemu dengan Tari.

Kupesan ojek melalui salah satu aplikasi, dan setelah ojek itu tiba, aku bergegas memintanya melajukan motor setelah sebelumnya kuberikan alamat rumah mertuaku.

Namun , saat di perjalanan, tak sengaja mataku melihat sosok Tari yang sedang menuntun motor.

Ah,mengingatkan pada awal pertemuan kami.

Aku pun menginstruksikan sopir ojek untuk menepi menghampiri Tari.

" Kenapa Sayang motornya?" tanyaku.

" Eh untung ada Mas Dirga. Motor Tari mogok, Mas , mana Tari lupa bawa Hp lagi"

"Pantesan Mas nggak bisa hubungi kamu. Ya sudah kita bawa kebengkel ya, mungkin saja didekat sini ada bengkel " 

" Iya, Mas, Nanti setelah motorku jadi, kita kerumah aku aja ya,Mas, soalnya Mama Papa lagi nggak di rumah." Tari mengerling manja.

"Siap, Bos," jawabku

Lalu kami pun terkekeh bersama-sama.

***

     Setelah selesai dengan rutinitas pagiku di rumah, aku duduk di teras sembari menunggu kepulangan suamiku.

Pasalnya, panggilan dan pesan yang entah sudah berapa puluh kali ku kirimkan tak jua mendapat balasan.

 "Sebenarnya kemana Mas Dirga sampai tak sempat mengabariku , barang mengetik pesan sebentar saja pun tak mau." Aku berdecak geram.

 

   Hingga senja mulai menampakkan awan jingga, namun belum jua ada tanda-tanda kepulangan suamiku.

Aku mondar mandir di teras dan berulang kali melirik gawaiku, tak ada pesan maupun panggilan dari Mas Dirga, ku buka aplikas berwarna biru maupun warna hijau, namun nihil.

Aku teringat pesan Ibu perkara sandikala.

Lalu aku bergegas masuk dan menutup pintu dengan melafaskan basmalah.

Aku terkulai pasrah, sungguh perasaanku resah dan gelisah.

Aku beranjak ke kamar mandi untuk sekadar membasuh mukaku, barangkali dapat sedikit menyegarkan.

 Saat aku memasuki kamar mandi, aku menghidu aroma bunga melati, padahal tidak ada bunga melati di sekitar rumah.

"Ah mungkin parfum baru milik Ibu," aku berusaha menepis rasa takutku.

Kubasuh mukaku beberapa kali, lalu aku menghadap ke arah cermin yang menggantung di dinding kamar mandi.

 

"Kalau diperhatikan sepertinya ada yang aneh." Aku memperhatikan dengan seksama akara ku yang berada di cermin.

Saat aku tengah fokus meneliti inci demi inci, tiba-tiba kulihat bibirku di bayangan itu melengkung indah,menampakkan kesan manis pada pemiliknya.

"Kan aku nggak senyum , kok bayanganku senyum. Aaa! " Aku berteriak lalu berlari keluar dari kamar mandi.

Aku menyembunyikan seluruh tubuhku di bawah selimut.

Lalu terdengar derap langkah yang mulai mendekat.

Hatiku semakin berdebar tak karuan, kala ada yang menyibak selimutku secara perlahan.

Kucengkeram selimutku kuat-kuat menutupi wajahku. Sungguh aku tengah dilanda ketakutan yang luar biasa hebatnya.

"Sepertinya setannya sudah pergi".

Perlahan kepalaku sedikit menyembul dari balik persembunyianku.

Kulirik kesana kemari untuk memastikan.

"Alhamdulillah, aman," ucapku lega.

Lalu aku duduk bersandar di kepala ranjang. Ku lihat jarum jam menunjukkan pukul setengah tujuh malam.

Aku berniat untuk menghubungi Mas Dirga lagi. Namun tak kudapati benda pipih itu di sekitarku.

"Oh iya, ponsel ku 'kan tadi ketinggalan di meja depan."

Aku pun beranjak untuk mengambil gawaiku.

Sesampainya diruang tamu ternyata ada Ibu yang sedang nonton televisi.

"Kenapa to, Nduk, mukanya kok gitu , kayak habis dikejar setan aja," gurau Ibu.

"Emang habis dikejar setan, Bu," lirihku

"Eh ... Ngomong apa, Nduk?"

"Tidak, Bu, hawatir saja sama Mas Dirga, pergi dari pagi kok jam segini belum pulang, Dewi udah coba hubungi tapi tidak bisa, Bu" 

"Ya sudah tunggu saja, mungkin memang urusannya belum selesai,Nduk"

 Aku mengambil nafas panjang lalu menghembuskannya kasar.

[tok...tok...tok]

 Terdengar pintu diketuk beberapa kali.

Bergegas aku membuka pintu, ternyata Mas Dirga-lah yang berdiri di ambang pintu.

"Dari mana sih, Mas?, pergi dari pagi kok jam segini baru pulang." 

Kusambut kepulangan suamiku dengan bibirku yang mengerucut.

"Mbok ya suaminya disuruh masuk dulu, Nduk, masih di depan pintu kok udah diomelin," ucap Ibu.

"Iya betul, suami pulang kok malah diomelin." Senyum Mas Dirga mengembang.

"Yaudah masuk gih Mas, mandi terus makan" 

"Loh, kok Dewi udah nggak marah sama aku, padahal tadi kan dia ngamuk-ngamuk dirumah Tari, lagian dari mana Dewi tau rumah Tari," batin Dirga penasaran.

"Kok malah matung disitu sih Mas, buruan masuk terus mandi" 

"I-i-iya Dew," jawabku gugup.

Mas Dirga pun bergegas ke kamar untuk mengambil handuk lalu menuju kamar mandi.

Aku menunggunya di ruang tamu sembari menemani Ibu menonton televisi.

Tiba-tiba terdengar teriakan cukup lantang,

"Aaaa!"

Aku terkejut mendengar teriakan yang berasal dari dalam kamar mandi.

 Pandanganku beradu dengan manik hitam milik Ibu.

"Bu," panggilku lirih.

"Ayo, Nduk, kita periksa apa yang terjadi," ucap Ibu.

Aku dan Ibu berjalan tergopoh mendekati sumber suara.

 Aku menggedor pintu kamar mandi, pintu dikunci dari dalam, namun nihil. Tak ku dapati jawaban Mas Dirga dari dalam sana.

Sebenarnya kunci penahannya hanya terbuat dari kayu kecil persegi yang dipaku di bagian tengahnya, pasti bisa terbuka jika didobrak kencang.

"Bu, kalo didobrak pasti jebol ini bu, tapi Dewi nggak berani," kataku sembari pengusap perutku.

"Ibu juga nggak kuat kalo sendirian, Nduk, Ibu panggil tetangga ya untuk minta tolong.

***

   Dua Bapak-Bapak mencoba mendobrak daun pintu secara paksa.

[Brug]

Suara badan gempal mereka yang beradu dengan pintu.

Dobrakan pertama, kedua , hingga ketiga.

Akhirnya pintu berhasil terbuka, terlihat tubuh Mas Dirga yang tergeletak hanya menggunakan celana boxer-nya.

 Aku bergegas meminta tolong dua Bapak itu untuk membopong Mas Dirga masuk ke dalam kamar.

Aku mengucapkan terima kasih setelah Bapak-Bapak itu meletakkan bobot suamiku di atas kasur, dan setelahnya mereka berpamitan pulang.

Aku mengambil minyak angin lalu ku oles di bagian bawah hidung Mas Dirga.

Berharap ia akan segera siuman setelah menghirup aroma minyak anginnya.

Tak lama kemudian, jari tangan Mas Dirga bergerak secara perlahan.

"Mas, bangun, Mas." Ku tepuk-tepuk pipi Mas Dirga untuk mengembalikan kesadarannya.

Ia pun meresponnya dengan membuka mata pelan, lalu mengerjapkan beberapa kali.

"Alhamdulillahh, akhirnya bangun juga, Mas, apa yang sebenarnya terjadi, Mas? Kenapa Mas teriak-teriak? Kenapa Mas bisa pingsan?" cercaku.

"A-a-aku ... " suara Mas Dirga mengatung begitu saja.

"Ayo, Mas, cerita sama Dewi," desakku begitu penasaran.

"A-a-aku ... " jawab Mas Dirga terbata.

"Sudah, Nduk, jangan dipaksa dulu, ambilkan minum sana biar suamimu lebih tenang," ucap Ibu.

Aku pun ke dapur untuk mengambil air putih.

Aku mengambil gelas dan meletakkannya diatas meja.

Aku masih sangat penasaran, sebenarnya apa yang terjadi dengan Mas Dirga.

Aku mengambil teko yang berisi air putih, namun saat hendak menuangkan air kedalam gelas, tiba-tiba gelas bergeser dengan sendirinya.

Aku mengucek mataku berulang kali, memastikan apakah aku sedang berhalusinasi atau memang ini nyata.

"Astaga ... " lirihku

Ternyata ini nyata, ku raih gelas dengan perasaan ragu dan takut.

Ku ulangi lagi adegan menuang air kedalam gelas.

 Dan setelah penuh, aku bergegas hendak kembali ke kamar.

Tetapi baru beberapa langkah berjalan, kembali mataku menangkap kejanggalan di kaca almari tempat perkakas pecah belah milik Ibu.

Aku berhenti sejenak, sebenarnya aku sangat takut, tapi rasa penasaranku jauh lebih besar.

Akhirnya ku sipitkan mataku agar lebih fokus pada titik yang ku tuju.

Bayangan diriku kembali berada di dalam cermin, dengan senyum menyeringai yang selalu membuat bulu kuduku meremang.

Aku bergegas mempercepat langkahku menuju kamar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status