Share

Marah Hebat

Tidak bisa menghubungi Tia aku malah berakhir di dalam klab malam, menghabiskan berbotol-botol minuman yang membuat aku sejenak melupakan gadis keras kepala itu.

Menikmati hingar-bingar suasana malam dan menggunakan barang terlarang sebagai pelengkap kebahagiaan ku malam ini.

Melayang, merasa tanpa beban dan semuanya terasa sangat indah membuat aku terhanyut dan tersesat dalam lingkaran setan, lingkaran yang entah kapan akan mengejek dan membunuh ku.

"Gila nikmat banget broooo," teriakku dan menganggukkan kepala sesuai irama musik. Meneguk lagi minuman langsung dari botolnya.

"Pesta sampai pagi," teriak teman-teman ku yang basipnya hampir tidak beda jauh. Dilupakan keluarga, ditinggalkan kekasih dan bahkan dikhianati oleh saudaranya sendiri.

Kami kumpulkan anak-anak tidak berguna menurut segelintir orang yang melihat hanya dari luarnya saja. Padahal mereka tidak tau bagaimana kami melawan rasa sakit disaat bahkan kami belum tau dan mengerti betapa kejamnya dunia ini.

"Minum lagi," teriakku dan di sambut dengan gelak tawa para teman-temanku. Seperti inilah kehidupan kami, berantakan dan hancur karena kebusukan orang-orang sekitar. Orang-orang egois yang hanya memikirkan diri mereka sendiri.

"Gila, cantik banget itu cewek," gumam teman sebelahku.

Aku tidak suka berbaur dengan orang-orang yang asik berlenggak-lenggok di depan sana. Mengekspresikan diri mereka dan mengeluarkan semua kegilaan yang terpendam. Tidak aku lebih suka bergoyang di dekat meja yang khusus kami pesan. Meneguk habis minuman tanpa henti.

Bukanya aku tidak mau bergabung dengan kumpulan orang-orang itu, aku hanya terlalu malas dengan cewek-cewek centil yang kadang mencari kesempatan dalam kesempatan. Meskipun aku seluar ini tali aku bukanlah penganut sex bebas. Kami hanya suka merusak diri kami dengan obat-obatan terlarang dan minuman keras. Menantang nyawa di jalanan yang pasti mendapatkan sumpah serapah dari setiap orang yang kami selip.

Makanya sebisa mungkin aku selalu menghindar semua jalang yang coba untuk mendekati ku. Tapi kali ini wanita yang di tunjuk oleh temanku membuat darahku mendidih, amarah segera menyelimuti diriku.

Dengan sempoyongan aku menuju kerumunan manusia yang asik bergoyang itu, merenggut sebuah tangan yang membuat siempunya memekik kesakitan.

"Apa yang sedang kau lakukan disini?" Geramku dengan urat-urat menonjol di mana-mana.

"Adit," cicitnya yang masih bisa aku dengar karena jarak kami yang sangat dekat.

"Beraninya kau ketempat terkutuk ini," murkaku dan menarik tangan itu untuk keluar dari tempat sialan ini.

"Masuk," teriakku saat Tia masih berontak dan mencoba untuk lepas.

"Aku tidak punya batas kesabaran lebih banyak lagi," gumamku yang membuat Tia segera mengikuti kemauan ku.

"Kau mabuk, biar aku saja yang menyetir," kata gadis itu saat aku sudah duduk didalam mobil ku.

"Tidak, aku akan membuat kita mati berdua," kataku gila.

"Kau gila?" Teriak Tia menatapku dengan mata melotot.

"Kau yang gila," kataku dengan teriakan keras.

"Apa yang kau lakukan disini, haaaah," kembali aku berteriak saat Tia tidak berkata apapun.

"Tidak bisa menjawab," delik ku marah.

"A aa aku hanya sedang bersenang-senang," gugupnya yang membuat amarahku kembali tersulut.

"Dengan datang ketempat terkutuk seperti ini?" Teriakku lagi.

"Yah dan apa hak kau marah-marah," ujar Tia yang habis kesabaran.

"Kauuu," kataku dan mencengkram pergelangan tangannya sekuat yang aku bisa. Bahkan aku rasanya bisa meremukkan tangan sialan yang terasa sangat hangat ini.

"Sampai aku melihatmu datang ketempat seperti ini lagi maka kau akan me dapatkan hukuman dariku," ujarku dengan suara rendah.

"Kau bukan siapa-siapa dan apa hak mu mengancam ku," teriak Tia yang membuat aku melakukan hal nekat.

Menarik kepalanya dan menciumnya dengan takut, menelan semua sumpah serapah yang pasti sudah diperuntukkan gadis ini untukku. Mengabaikan pukulan tangannya di seluruh tubuhku, dimanapun gadis ini bisa.

Tidak perduli dengan pasokan oksigen yang sudah menipis aku masih saja melumat habis bibir ranum yang terasa sangat manis ini, bagaikan candu yang jauh lebih memabukkan dari barang haram sekalipun.

"Berengsek," maki Tia dengan nafas tersengal saat aku melepaskan tautan bibir kami.

"Manis," gumamku dengan tanpa bersalah. Sementara wajah Tia sudah merah padam menahan amarah.

"Itu belum seberapa, jika kau berani menginjakkan kaki ketempat seperti ini lagi maka akan aku pastikan hukuman yang kau dapatkan jauh lebih parah lagi," gumamku tanpa perduli Tia yang seperti sudah mau meledak itu.

"Bajingan," geramnya dan kembali berniat untuk menyerang ku.

"Jangan coba-coba memukulku lagi," kataku dan menangkap kedua tangan Tia.

"Lepas sialan, berengsek, bajingan, aku membencimu," teriak Tia histeris.

"Terserah apa katamu," gumamku dan melepaskan tangannya lalu mengendarai mobilku dengan laju sedang.

Tidak ada perkataan apapun dari gadis itu semenjak kami meninggalkan parkiran klab dan aku juga tidak berniatan untuk mengajaknya berbicara.

Seperti yang aku duga saat gadis itu sampai didepan kosannya dia langsung turun dan membanting pintu mobilku sekuat yang dia bisa, meninggalkan aku dan melangkah kekosan dengan kaki yang dibentangkan pertanda amarahnya masih belum berakhir.

"Gadis nakal," geramku mengingat kembali bagaimana dia menari dan pandangan lapar pria hidung belang menatapnya. Membuat amarahku kembali berkobar saja. Andaikan bisa aku akan mencongkel semua mata yang sudah menatap gadisku dengan penuh minat seperti tadi.

Aku akui pakaian yang dikenakan Tia bukanlah seperti gadis kebanyakan saat mau datang ke kalap dia mengenakan celana jeans ketat dan baju kaos seperti sehari-hari dia gunakan, hanya saja saat dia melenggak-lenggok mengikuti irama musik yang membuat mata-mata sialan itu menatapnya dengan penuh minat membuat aku ingin menghabisinya.

"Oooii Lo kemana?" Tanya teman-temanku saat aku mengangkat panggilan telponya.

"Pulang," jawabku yah pasalnya aku sudah tidak berminat lagi untuk kembali kesana dan melanjutkan bersenang-senang.

Memutuskan sambungan telepon aku segera melakukan mobilku menuju ke apartemen. Menenangkan diri dan mencoba untuk tidur adalah hal yang aku lakukan. Tidak ingin mengingat bagaimana wajah marahnya Tia setelah aku melepaskan ciuman tadi.

Aku yakin sekali kali ini dia akan marah hebat kepadaku dan pasti akan semakin sulit untuk mendekatinya setelah ini. Tapi aku tidak akan tinggal diam, aku akan tetap membuatnya menjadi milikku, hanya milikku seorang.

............

"Brengsek, sialan, aku akan membunuhnya aku pasti akan membunuhnya," jerit Tia didalam kamar mandi di kosannya. Membasuh wajahnya berkali-kali dan menggosok bibirnya dengan kasar. Bibir yang mana baru saja dilecehkan oleh laki-laki sialan nan berengsek itu.

"Lihat saja aku akan menghabisi mu setelah ini," geramku dan menatap pantulan diriku didalam cermin.

"Tidak ada yang boleh meremehkan aku, aku Tia Anastasia, bukan gadis lemah seperti gadis lainnya yang bisa dipermainkan oleh laki-laki sejenis itu, laki-laki gila, cabul dan rusak," geramku dengan amarah yang masih memuncak.

"Aku akan menghabisi mu," geramku dan kembali membasuh mulutku yang terasa menjijikkan itu.

Puas memaki-makinya aku memutuskan untuk istirahat saja, bagaimanapun aku butuh tidur untuk menangkan diriku sebelum besok menghabisi laki-laki sialan itu.

Paginya aku terbangun dengan suasana hati yang tidak menentu, marah dan sedih bercampur aduk, tapi meskipun begitu aku harus tetap terlihat ceria agar Nara dan yang lainnya tidak curiga, aku tidak terlalu suka jika orang-orang terlalu ikut campur dalam urusan ku.

"Mau kemana Lo?" Tanya Nara saat aku melewati meja makan begitu saja.

"Kampus," jawabku santai.

"Sarapan dulu oneng," gerutu Nara yang sudah menyiapkan sarapan pagi untuk kami.

"Nanti aja, gw buru-buru," kataku dan pergi begitu saja. Selain aku benar-benar buru-buru aku hanya takut Adit muncul dan membuat hatiku semakin buruk saja.

Untunglah sampai waktunya jam makan siang aku tidak bertemu dengan laki-laki berengsek itu dan aku sangat bersyukur luar biasa.

Sesampainya dikosan aku dikejutkan dengan Nara yang sepertinya sangat buru-buru.

"Ada apa?" Tanyaku mencegah sahabat baikku untuk pergi.

"Febri masuk rumah sakit," katanya yang membuat aku juga ikutan panik.

"Gw ikut," kataku saat Nara kembali melangkah.

"Ok," jawabnya dan sesampainya disana aku melihat kekasih sahabatku itu sedang terbaring lemah diatas brangkar rumah sakit.

Tapi untunglah dokter bilang semuanya baik-baik saja dan hal itu membuat aku juga ikut lega. Akhirnya aku memutuskan untuk tetap tinggal dan menemani Nara yang sepertinya cukup lelah sampai-sampai dia tertidur begitu saja dan karena merasa kasihan aku memintanya untuk rebahan diatas pangkuanku tapi hal yang tidak aku duga malah terjadi Adit datang yang membuat aku merasa marah luar biasa.

Hayo loh, apakah Tia bakalan tau kalau Adit adalah sahabat baiknya Febri? Tungguin yah kelanjutannya disini, terimakasih atas kunjungannya dan mohon kritik dan sarannya juga teman-teman biar aku semakin semangat buat nextnya. Daaahhh semuaaa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status