Cinta datangnya tidak diduga dan siapa sangka seorang gadis yang anti dengan cowok urakan dan rusak bisa jatuh cinta kepada cowok rusak yang sama sekali bukan tipenya. Patah hati karena merasa terkhianati membuat Tia menutup diri, tidak mau mendengarkan penjelasan Adit yang membuat laki-laki itu kelimpungan sendiri dan ditambah lagi dengan kemelutnya orang ketiga yang membuat kisah mereka menjadi semakin rumit. Baca ceritanya disini yah yah, apakah mereka akan bahagia atau sebaliknya, menderita karena ego masing-masing. Tungguin guys kisah Adit dan Tia disini. Selamat menikmati. Maaf kalau typo bertebaran.
View More"Lo mau maling yah," kataku dan memegang tangan laki-laki urakan yang sedang memegang dompetku.
"Maling-maling," teriakku dan sialnya dia segera menutup mulutku dengan tangannya.
"Jangan asal nuduh," katanya lagi.
"Lepas berengsek," gerakku dan berusaha melepaskan tangannya yang menutup mulutku.
"Gw cuma mau ngembaliin dompet Lo yang jatuh," katanya dan melepaskan bekapan mulutku.
"Alasan aja," geramku dan merampas dompetku yang ada ditangan laki-laki itu.
"Terserah mbak kalau gak percaya," jawabnya cuek.
"Anak jalanan dan rusak seperti kalian kalau bukan maling yah pasti preman," gumamku lagi.
"Sembarangan," katanya lagi.
"Lihat tato satu badan, rambut gak keurus, meskipun tampang tidak terlalu menyeramkan saya sudah bisa tebak," gumamku sewot.
"Mbak ditolongin bukanya terimakasih," gumamnya.
"Ngapain terimakasih, kalau gak ketahuan sama saya sudah hilang ini dompet," jawabku sewot.
"Susah ngomong sama embak," katanya lalu pergi begitu saja.
"Eehh, dasar maling," kataku keras.
"Mbak jangan asal ngomong," ujarnya berbalik.
"Saya benar kok," kataku lagi.
"Ada apa?" Kata laki-laki lain yang sama gembelnya dengan maling itu.
"Bukan apa-apa," jawabnya lagi.
"Situ temannya? Pantas sama-sama gembel," kataku kasar.
"Eehh jangan asal ngomong mbak," ujarnya sewot.
"Emang benar, buktinya itu teman situ mau maling dompet saya," tuduhku.
"Emang ada buktinya," kata temannya lagi.
"Tadi ada," kataku.
"Wah gak benar ini Dit, dia nuduh Lo," ujar siteman cowok itu.
"Udah lah, ayok pergi," kata laki-laki yang dipanggil Dit itu.
"Enak aja, tanggung jawab Lo, kalau barang gw ada yang hilang giaman?" Kataku tidak terima.
"Lo benar-benar yah," kata sitemannya tadi.
"Sudahlah," katanya lagi.
"Cemen," ujarku berapi-api.
"Wah ngelunjak," kata temannya lagi.
"Apa Lo!" Ujarku sewot.
"Ini kartu mana gw dan jika barang mbak terbukti ada yang hilang silahkan hubungi nomor ini kalau enggak cari aja ke alamatnya, gw pasti tanggung jawab," kata dia lagi lalu pergi begitu saja meskipun aku masih mendumel.
"Kenapa Lo?" Kata Nara yang baru sampai.
"Itu ada berandalan mau nyuri dompet gw," ujarku sewot.
"Gila berani banget, siang bolong gini lagi," ucap Nara geleng-geleng.
"Tau tuh, untung ketahuan," kataku lagi.
"Terus orangnya udah diamankan?" Kata Nara.
"Dia cabut," jawabku.
"Kok tumben Lo lepas?" Tanya Nara dengan alis terangkat.
"Dia ngasih kartu namanya dan gw pasti bakalan nguber dia kalau sampai ada barang gw yang hilang," jawabku senget sambil menatap kearah mana tu cowok berandalan pergi.
"Waaahh zaman sekarang maling aja pake kartu nama, canggih," ucap Nara yang mendapatkan pelototan dariku.
"Udah ah, sebel banget gw," ujarku dan menarik Nara pergi dari tempat itu.
"Gw ada janji sama bu Mita dodol," kata Nara lagi.
"Yaudah Sono, gw mau bobok cantik," kataku dan meninggalkan Nara seorang diri.
Sesampainya di kosan aku merebahkan diri diatas tempat tidur ternyamanku.
"Lelah hayati," gumamku.
"Mana perbaikan seabrak lagi," kataku tidak semangat.
"Mau liburan......" Kataku tapi itu hanya hayalan semata.
"Tidur deh, siapatau bisa mimpi liburan ke Eropa," gumamku dan memejamkan mata tanpa perduli dengan pakaianku yang masih menggunakan baju dari kampus tadi.
"Gila kebo banget gw," kataku saat terbang dari mimpi indahku dan jarum jam sudah menunjukkan pukul 6 sore.
"Gangguin Nara deh," kataku semangat.
"Nara......," Teriakku didepan pintu kamarnya.
Tidak ada jawaban dan kembali aku berteriak.
"Raaaaaaa" kataku lagi.
"Berisik Tia," geram teman satu kosanku yang lain.
"Yeee, kayak Lo pada enggak aja," dumelku.
"Ini anak kemana lagi?" Gerutuku dan mencoba membuka pintu kamarnya.
"Elah pasti dia lagi pacaran sama gebetan barunya," gumamku saat melihat kamar Nara kosong melompong.
"Dari pada ngenes mendingan jalan sendiri aja," gumamku dan berlari kekamar untuk bersih-bersih.
"Taxi," panggilku dengan melambai.
"Kemana mbak?" Tanya disulutnya.
"Jalan aja dulu," kataku dan sisupir untunglah nurut.
Tidak punya tujuan akhirnya aku hanya muter-muter saja.
"Mbak mau kemana sih udah satu jam ini kita muter-muter," kata si supir taxi.
"Berhenti didepan aja deh pak," kataku akhirnya.
"Baik mbak," katanya dan akhirnya aku turun disebuah restoran yang lumayan ramain.
"Pas ini perut bunyi," gumamku dan dengan riang melangkah menuju kedalam restoran.
"Akhirnya," gumamku kekenyangan setelah makan.
"Hay cantik," ujar dua orang cowok nampeein mejaku.
Dilihat dari penampilannya sih ini pasti pereman dan aku malas meladeninya, mana tato diseluruh badan lagi.
"Gak sekain tuh gigi di tato," gumamku dalam hati.
"Wah sombong banget bro," kata si teman yang menyapa tadi.
"Sendirian aja nih," kata si tatoan lagi.
"Pelayan," panggilku dan untunglah dia datangnya cepat dan setelah membayar aku segera meninggalkan restoran ini dan gw tentu saja dua preman tadi.
Lebih baik cari aman daripada bikin onar dan pasti aku akan malu setengah mati jadi pusat perhatian pengunjung restoran itu.
Sayangnya aku fikir mereka akan berhenti tapi sayang mereka malah mebgekoriku.
"Sial," gumamku dan mempercepat langkah kakiku.
"Waahh jangan cepat-cepat cantik nanti jatuh," kata si pereman dan tetap mengejarku.
"Kalian pergi saja, jangan ganggu gw," kataku akhirnya.
"Kita cuma mau kenalan kok, jangan terlalu sombong," ujar meekea lagi.
"Gw gak mau kenalan sama kalian," jawabku cepat.
"Waah, sombong dan galak gini enak nih," kata si teman yang tatoan lagi.
"Enak palalo," sewotku.
"Mantap," ujar mereka smabil tertawa.
"Gila," kataku dan kembali melangkah.
"Galak-galak menggemaskan," ujar mereka lagi dan tertawa terbahak-bahak.
"Ini taxi mana lagi," gerutuku dan semakin mempercepat langkah kakiku.
"Ayo seret aja, mumpung sepi," kata si tatoan dan sialnya disini benar-benar sepi dan aku meeutuk didalam hatiku.
"Tolong," teriakku saat sekarang langkah kakiku bukan jalan lagi tali sudah berlari dan sialnya tidak ada satu orangpun yang menolongku meskipun satu-satu mobil lewat.
"Sial," umapatku lagi.
"Tolong," kataku dan mendapatkan tawa dari mereka.
"Percuma teriak-teriak gitu mbak, gak bakalan ada yang nolongin," kata mereka dan tetap mengejarku.
"Pergi berengsek," kataku lagi dan sialnya aku malah tersandung.
"Nahkan dibilangin juga apa," ucap mereka sambil tertawa.
"Pergi berengsek, aku lapor polisi baru tau rasa," kataku lagi.
"Lapor aja mbak, kita gak takut," kata mereka lagi.
"Tolong," teriakku lagi.
"Lepas," kataku saat mereka memegang pergelangan tanganku.
"Lepas," bunyi sebuah suara yang membuat mereka melepaskan tangannya dariku.
"Jangan ikut campur," ujar mereka entah kepada siapa.
"Lo ganggu cewek gw bangsat," kata si cowok dan aku hanya bisa menutup mulut saat melihat perkelahian didepan mataku.
"Mati Lo berengsek," kata ornag itu dan menghajar dua preman tadi.
"Sudah tidak apa-apa mbak," kata laki-laki itu setelah diu preman bajingan itu kabur.
"Kamu?" Kataku kaget.
"Mau saya antar?" Tawarnya.
"Tidak usah dan terimakasih," kataku dan untunglah aku melihat sebuah taxi yang lewat dan akhirnya aku bisa pulang kekosanku lagi.
"Hari yang sial," gumamku didalam taxi.
"Kenapa mbak?" Tanya sisupir yang aku jawab dengan gelengan.
Sesampainya dikosan aku ingin bercerita kepada Nara tapi sayang sepertinya gadis itu juga sedang banyak masalah dan akhirnya aku putuskan untuk menyimpan sendiri saja.
Gimana bab ini?
Maaf kalau typo masih bertebaran. Tungguin kelanjutannya yah teman-teman, mohon kritik dan sarannya juga. Terimakasih buat yang sudah baca.Sudah hampir satu bulan ini aku menjauhi Tia dan berharap aku bisa melupakannya tapi ternyata aku salah, setiap saat aku malah semakin merindukan gadis itu, merindukan kemarahannya yang kadang kala membuat aku gemas dan sebal, sebal saat dia sangat keras kepala sekali. Tia merupakan wanita yang keras dan tidak gampang dan hal ini membuat aku merasa tertantang, tertantang untuk menaklukkan dan mendapatkan gadis itu, urusan Papa itu bisa berlakangan sekarang yang aku lakukan adalah urusan hatiku yang selalu merindukan gadis itu dan hal ini tidak bisa aku remehkan. Sebenarnya aku benar-benar ingin menjauhinya, tapi melihat bagaimana perjuangannya Febri untuk mendapatkan wanita yang dia cintai membuat aku termotivasi dan sekarang aku tidak akan melepaskannya lagi dan akan semakin gencar untuk melakukan pendekatan. "Kemana Lo?" Tanya Febri saat aku baru saja berdiri dari tempat dudukku. "Keluar." Kataku dan mengabaikan pertanyaan lainnya yang datang dari teman-temanku. Saat ini tujuank
Aku fikir semalam semuanya sudah baik-baik saja, bisa tenang dan tidak ada gangguan lagi tapi ternyata aku salah, Adit tubuh menyerah dan tinggal diam, dia menghubungiku berkali-kali sampai aku memutuskan untuk mematikan hp ku saja, bahkan mengirimkan bertubi-tubi SMS yang kembali aku abaikan. Pahitnya aku bertemu lagi dengan laki-laki itu, dia tidak menyerah dan hal itu yang membuat aku malas luar biasa. "Kau bisa tidak, tidak usah menggangguku," gerutuku saat melihat Adit didepan pintu rumahku. "Jelaskan," pintanya lagi. "Sudah aku bilang kami tidak membicarakan apapun," kataku yang tidak habis fikir. "Jangan bohong," katanya yang membuat aku marah. "Kalau kamu tidak percaya itu urusanmu, jangan ganggu aku lagi," kataku dan segera meninggalkan Adit begitu saja. "Tia," katanya dengan nada tinggi dan aku tetap mengabaikan laki-laki itu. "Apa-apaan sih," gerutu dan menaiki angkot untuk menuju kekampus. Kali ini u
Entah kenapa aku merasa agak aneh dengan laki-laki yang bernama Adit itu, merasa sedikit marah saat melihat dia dengan wanita lain, padahal kami tidak memiliki hubungan apapun dan aku juga membangun dinding tebal untuk melarang laki-laki seperti dia masuk kembali kedalam kehidupanku. Rasa sakit itu masih terlalu membekas erat didalam hatiku, tidak ingin kembali kecewa karena laki-laki yang berjenis yang sama, laki-laki rusak dan tidak jelas melakukannya, tidak bisa dipercaya kesetiaannya. Hari ini seperti biasanya aku berangkat kekampus dengan tumpukan kertas didalam gendongan tanganku, sudah seberat seperti menggendong seorang bayi saja saking banyaknya kertas yang harus aku bawa. Skirpiku tidak lah sesedikit yang lainnya, saat mereka mungkin hanya memiliki sekitar 60 dari ban satu sampai bab tiga, sedangkan aku untuk bab tiga saja sudah ada 80 lembar dan itu semuanya adalah teori, yah beginilah nasipku dalam membuat skripsi. Yang lain akan tuntas de
Memang benar-benar gila aku tidur sampai sore, yah senyenyak itu lah aku tertidur, entah karena semalam bergadang atau efek wangi Tia yang masih melekat erat di kasurku. Entahlah aku tidak tau yang mana, tapi yang pasti aku terbangun karena perutku sudah minta diisi. "Perut yang malang," gumamku dan bergegas membersihkan diri sebelum keluar untuk mencari makan. Entah makan apa namanya ini, yang pasti aku hanya butuh mengisi perut saja. "Kak Adit," panggil seorang wanita saat aku masih asik makan di salah satu restoran mewah langgananku. "Kamu?" Gumamku bingung melihat gadis itu masih tersenyum cantik. "Aku Tiara masa kak Adit lupa?" Katanya dan mengambil tempat. "Tiara?" Gumamku bingung. Benar-benar tidak ingat siapa wanita yang ada didepanku ini. "Itu loh kak, yang waktu ketemu di bar yang kakak peluk!" Ingatkannya kepadaku. "Oohhh, maaf yah aku memang suka lupa," kataku padahal sebenarnya aku juga tidak ingat. Bukannya apa-ap
Setelah bertengkar dengan Tia aku memutuskan untuk meninggalkan rumah sakit, menenangkan diri terlebih dahulu sebelum kembali menjenguk Febri yang aku tau sekarang pasti hanya dijaga oleh Nara, hadis baik-baik yang dikejar-kejar oleh sahabat baikku itu. Aku tau dia cinta mati kepada gadis itu, karena dulu sekali sebelum kami sedekat sekarang dia pernah menolak cewek tercantik disekolah dengan alasan sudah punya cewek yang dia sukai, awalnya aku kira itu hanyalah omong kosong Febri untuk menjauhi cewek itu tapi saat dia diam-diam menatap seorang gadis biasa dari kejauhan setiap saat aku jadi mengerti kalau gadis itu adalah ornagnya. Sayangnya Febri saat itu tidak berani mendekat dan lebih memilih bersembunyi dengan segala perasaan yang dia miliki tapi entah apa yang merasuki laki-laki itu sehingga dengan gilanya membuat sang wanita putus dengan pacarnya yang ternyata sangat berengsek itu, lebih gila dari Febri tapi dia berkedok menjadi laki-laki baik didepan Nara.
Entah mengapa bisa ada Adit disini, aku benar-benar tidak menyangka kalau laki-laki itu adalah temannya Febri, selama ini aku tidak pernah melihat mereka bersama dan hal ini malah membuat aku semakin marah."Apa yang Lo lakukan disini?" Geram ku tapi dengan suara yang masih rendah, takut membangunkan Nara yang masih tertidur dengan pulas. Melihat Febri yang sepertinya juga masih tertidur membuat aku sedikit legah."Kita harus bicara," kata Adit yang kembali melotot, pasalnya dia sama sekali tida mengecilkan volume suaranya.Pelan-pelan sekali aku mengangkat kepala Nara dan menaruhnya diatas bantal sofa, memastikan gadis ini tetap tertidur."Keluar," gumamku dengan amarah yang sudah mulai berkobar."Kita harus membahas masalah ini," ujar Adit lagi."Keluar atau gw yang bakalan pergi," kataku dengan marah tidak perduli apakah suaraku mengganggu dua manusia yang masih tertidur itu."Aya," kata Adit yang membuat aku segera meninggalkan ru
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments