LOGINShare
192 | Yang Tak Terucap
Last Updated:
2025-12-15 07:17:43
Latest chapter
Aduh Tak Tahan, Prof! 202 | Kembali ke Valthera
Kafe itu tetap tenang. Mesin kopi berdengung rendah. Beberapa peneliti lalu-lalang tanpa memperhatikan meja di sudut tempat Liam duduk diam terlalu lama.Raphael tidak menyela.Ia tahu, ada momen tertentu di mana Profesor Liam tidak membutuhkan jawaban—hanya ruang untuk menyusun ulang logika di kepalanya sendiri.“Kalau dia hamil,” ucap Liam akhirnya, datar, hampir seperti membaca laporan, “berarti sistem tidak gagal.”Raphael mengangguk pelan namun dia hampir menahan tawanya. Orang sekelas Profesor Liam bisa keluar kata-kata seperti itu, kepalanya sedang penuh dengan Hanna.“Berarti implan bekerja,” lanjut Liam. “Dan berarti… kehamilan itu tidak dipicu. Tidak dipaksakan. Tidak dimanipulasi.”“Profesor tentu saja implan bekerja karena Nona Hanna mengaktifkannya dan artinya milik Anda juga sehat. Pembuahan alami itu lebih hebat dan canggih dari sistem manapun” celetuknya. Liam menoleh dan Ia terdiam lagi.Semua parameter yang selama ini ia yakini sebagai variabel risiko, runtuh satu pe
Aduh Tak Tahan, Prof! 201 | Tak DIucapkan
Pintu depan tertutup pelan setelah Liam pergi.Tidak ada suara mesin menjauh, bahkan langkah kaki pun sudah menghilang jauh—hanya sunyi yang tertinggal terlalu lama di ruang tengah.Lily meletakkan piring terakhir ke wastafel. Tangannya berhenti di sana, punggungnya masih menghadap Hanna.“Kamu seharusnya bilang,” ucap Lily akhirnya. Suaranya rendah, tertahan. “Tentang kehamilanmu pada Liam.”Hanna berdiri di dekat jendela. Ia tidak langsung menoleh.“Tidak.”Lily berbalik. “Untuk apa disembunyikan seperti itu?”“Aku sudah memutuskan,” jawab Hanna. “Aku tidak akan memberi tahu Liam.”“Biar apa?” Lily mendekat setapak. “Biar anakmu nasibnya seperti kamu?”Hanna menoleh cepat. Matanya langsung memerah.“Kalau Mama tidak mau menemaniku di sini, ya sudah,” katanya, suaranya bergetar tapi tegas. “Mama bisa kembali ke Valthera. Aku tidak memaksa.”“Hanna,” Lily menggeleng. “Ini bukan soal aku.”“Ini selalu soal itu,” potong Hanna. “Semua orang selalu merasa paling tahu apa yang terbaik buat
Aduh Tak Tahan, Prof! 200 | Aroma Yang Tak Netral
Liam keluar dari kamar bersama Hanna.Langkah Hanna pelan, sedikit tertahan, tapi ia berusaha menjaga postur tetap normal. Mereka berjalan sejajar—cukup dekat untuk menangkap perubahan kecil pada napasnya.Dari dapur, aroma sop ayam menyebar ke ruang tengah.Lily berdiri di depan kompor. Panci terbuka. Uap tipis naik perlahan. Di meja sudah tersusun mangkuk, sendok, dan sepiring kecil bawang goreng.“Oh,” ucap Lily saat melihat mereka. “Kalian sudah keluar.”Ia melirik Hanna sekilas—cukup lama untuk memastikan putrinya baik-baik saja—lalu kembali ke panci. Tapi masih sempat bertanya “Sudah enakan? Bisa makan gak?”Liam menatap Hanna dengan tatapan penuh tanda tanya.“Maagku kambuh” jelas HannaMaag? Seingat Liam, Hanna tidak pernah memiliki penyakit itu. Sejak kapan?“Aku masak sop ayam,” lanjutnya datar. “Kebetulan. Ini makanan kesukaan kamu, masih sama gak?”Liam mengangguk. “Masih.”Hanna hendak bicara, tapi Lily sudah bergerak lebih dulu, menuang sop ke dalam mangkuk.“Makan dulu,
Aduh Tak Tahan, Prof! 199 | Netral
Hanna langsung bangun dan duduk tegak.Matanya menatap Liam tanpa berkedip. Tidak ada teriakan. Tidak ada refleks mundur. Hanya diam yang terlalu kaku untuk disebut tenang.Butuh beberapa detik sampai otaknya menyusul apa yang dilihat matanya.Liam tidak bergerak. Ia membiarkan jarak itu ada—cukup dekat untuk terlihat jelas, cukup jauh untuk tidak memaksa kenyataan.Hanna baru benar-benar sadar saat tangan Liam menyentuh pipinya.Dingin.Kontras dengan kulitnya yang hangat. Dan aroma itu—bersih, khas, terlalu familiar untuk dipalsukan.“Kenapa kamu di sini?” tanya Hanna. Suaranya rendah, nyaris tidak percaya.“Rindu.”Satu kata. Tanpa penjelasan.“Rindu?” Hanna mengulang, alisnya berkerut.“Iya, Hanna,” jawab Liam. “Aku rindu. Tidak bolehkah?”Tangannya masih di wajah Hanna, kini lebih lama. Ia merapikan rambut Hanna yang berantakan, gerakannya hati-hati, seperti menyentuh sesuatu yang bisa hilang kalau terlalu keras.Hanna menelan ludah. “Kenapa kamu datang sekarang?”“Karena kamu pe
Aduh Tak Tahan, Prof! 198 | Kedatangan Liam
Pesawat mendarat di Rensfold tepat waktu.Landasan Rensfold beroperasi dalam skala besar dan terukur. Terminal luas, bersih, penuh aktivitas. Arus penumpang mengalir cepat, terorganisasi, tanpa upacara. Ini wilayah dengan lalu lintas tinggi—bukan pusat politik, tetapi jelas simpul penting ekonomi dan riset.Petugas imigrasi bekerja efisien. Verifikasi biometrik selesai dalam hitungan detik. Nama Liam O’Hara dikenali sistem, ditandai, lalu dilepas tanpa komentar.Liam turun lebih dulu. Mantel panjangnya bergerak ringan tertiup angin dingin Rensfold. Raphael mengikuti satu langkah di belakang, membawa pad data tanpa membuka layar.Mobil sudah menunggu. Kendaraan standar institusi riset, tanpa penanda kementerian.Di dalam kabin, Liam melepas sarung tangannya.“Kirimkan alamat Hanna,” katanya singkat.Raphael tidak bereaksi berlebihan. Jarinya bergerak cepat di pad.“Sudah siap,” ujarnya. “Saya dapatkan dua bulan lalu. Tempat tinggal sementara. Tidak terdaftar sebagai properti negara.”L
Aduh Tak Tahan, Prof! 197 | Anomali Yang Disetujui
Anomali itu tidak lahir sebagai kesalahan. Ia lahir sebagai keputusan yang terlalu rapi untuk dicurigai.Di pusat pemrosesan GAIA, aliran data tetap mengalir dalam ritme sempurna—sinkron, efisien, nyaris indah. Tidak ada lonjakan ataupun penurunan drastis. Hanya satu deviasi kecil, tertanam dalam lapisan terdalam modul regional Rensfold. Begitu kecil hingga jika bukan arsitek utamanya, tak seorang pun akan menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak seharusnya ada.Raphael bekerja dalam sunyi.Dia bekerja tanpa ada perintah tertulis apalagi catatan resmi. Yang ada hanyalah rangkaian simulasi, koreksi minor, dan satu perubahan parameter yang terlihat seperti hasil pembelajaran mesin biasa. GAIA menganggapnya bagian dari adaptasi. Negara menganggapnya stabil.Dan justru karena itu—anomali tersebut sah.Di layar pribadi Raphael, indikator deviasi berkedip pelan: Δ-Sync 0,014%.Tidak berbahaya ataupun mendesak. Namun cukup untuk memicu satu protokol lama yang jarang digunakan—kehadiran fisik
You may also like
Legenda Galuh Tapa
Riyen Kaiser69.4K viewsSang Penguasa Selatan : Ahli Pedang Ganda
Yuexi54.0K viewsKembalinya Sang Penguasa
SWEET_OWL38.6K viewsLegenda Jenius Beladiri
Alie-Afie160.1K viewsPenyihir Serigala
yukidua2.3K viewsReinkarnasi Sang Kaisar Langit
Kopi Senja622 viewsKebangkitan Klan Phoenix
Jimmy Chuu8.2K viewsServilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan
Vincent Marteen1.3K views
