"Haiii, halo, Denis. Aku sudah dalam perjalanan menuju rumahmu. Kamu udah makan belum? Aku belikan nasi goreng buat kamu, ya. Kita makan malam bareng, bagaimana?" tanya Siska tampak bersemangat dari balik telepon.
"Eeee ... I-Iya, boleh boleh." Denis gugup. Ia tidak tahu harus berkata apa. Yang jelas, dia sangat kebingungan karena kakaknya masih di rumah.
“Hmmm, oke ... Ngomong-ngomong kamu kenapa kok bicaranya gugup begitu? Kamu tidak suka ya, kalau aku kerumahmu?” tanya Siska penasaran.
Denis terkejut. "T-Tidak ... bukan begitu Siska. Aku tidak apa-apa, kok."
"Bener, tidak apa-apa?"
"Iya ... Kamu tenang saja," jawab Denis.
"Hmmm ... Baguslah kalau begitu."
Dari seberang sana, Siska merasa agak sedikit kecewa. Siska curiga kalau Denis sedang menyembunyikan sesuatu. Tidak biasanya Denis gugup begini.
"Nanti kalau sudah di depan gang dekat rumahku, telepon aku, ya! Biar aku jemput," kata Denis sambil menghela nafas lega.
"Oke, kalau begitu sudah dulu, ya. Byee ..."
"Oke."
Denis menutup panggilan, kemudian langsung berbalik menatap Jessica yang sedari tadi ada di depan mendengar pembicaraan mereka.
"Kak, ayolah, pleasee ... aku masih belum mau kalau identitasku terbongkar, kak!"
Jessica sedikit kesal!
Sebelumnya, Denis meminta Jessica untuk pergi dulu dari rumah agar Siska tidak mengetahui perihal kakaknya di sana. Tentu saja Jessica marah.
"Kamu ini bagaimana, sih? Mau sampai kapan kamu terus berpura-pura menjadi miskin? Ibu kan sudah menyuruhmu untuk berhenti, Denis!" tegas Jessica sambil menyilangkan tangan di dada, menatap Denis sinis.
Jessica marah bukan karena Denis menyuruhnya pergi, tetapi dia marah karena Denis masih tetap ingin berpura-pura menjadi miskin.
"Iya, kak. Aku tahu ... tapi aku masih ingin merahasiakan identitasku. Masih ada urusan yang harus aku selesaikan!" Denis cemas.
"Aku janji, setelah saatnya tiba, aku tidak akan begini lagi!" lanjutnya.
Jessica menghela nafas berat. Dia benar-benar kesal melihat adiknya sangat bersikeras.
Setelah terdiam sejenak, Jessica yang melihat keseriusan Denis, dia akhirnya luluh dan tidak tega.
"Huuhhh ... baik kalau itu yang kau mau, kakak tidak akan mencampuri urusanmu soal ini! Tapi janji! Kamu harus segera mengakhiri aktingmu yang konyol itu, kalau ibu tahu kamu masih berpura-pura menjadi miskin, dia akan marah pada kakak," tegas Jessica mengingatkan.
Denis menghembuskan nafas panjang. Huh ...
Syukurlah kakaknya setuju. Denis merasa lega.
Dengan begitu, Denis tidak perlu khawatir lagi sekarang.
Sebagai tanggapan, dia mengangguk tegas.
Sebelum Siska menelepon, Denis sudah lebih dulu meminta kakaknya agar pergi dulu dari rumah. Tentu saja Jessica bertanya atas alasan apa Denis menyuruhnya pergi dan akhirnya jadi panjang.
Sejujurnya, yang diinginkan Jessica hanya mau Denis berhenti pura-pura menjadi miskin dan pulang ke kediaman orang tuanya di Soul Kalbar. Meskipun hanya memberitahu Denis agar berhenti berpura-pura dan tidak langsung menyuruhnya pulang, sudah terlihat jelas bahwa Jessica ingin adiknya segera pulang ke rumah.
Hanya saja, Denis tidak menyadari keinginan Jessica yang sebenarnya.
"Ya, sudah. Malam ini kakak mau nginap di komplek Calistha Residence, biar nanti pulangnya tidak terlalu jauh," ucap Jessica, lalu pergi ke kamar bersiap segera mengemasi barang-barangnya.
"Oke, kak, Hehehe." Denis tersenyum menyeringai, merasa gembira.
Setelah itu, Denis mengikuti Jessica dan membantu mengemasi semua barang, kemudian memasukan semuanya ke dalam koper besar yang sebelumnya dibawa Jessica.
Denis tampak teliti dalam memperhatikan seluruh pojok ruangan. Dia memastikan supaya tidak ada satu barangpun milik kakaknya ketinggalan.
Setelah semuanya beres, Jessica bergegas pergi menggunakan mobil miliknya yang terparkir di bawah rumah. Ia melajukan mobil dengan terburu-buru agar tidak ada orang lain yang melihatnya.
Meskipun akses jalan dari rumahnya ke pusat desa itu menurun dan cukup curam, Jessica tetap melajukan mobilnya dengan kencang. Dia memang cukup lihai kalau soal mengendarai mobil. Jalanan seperti itu tidak ada apa-apanya bagi Jessica.
Beberapa menit kemudian sekitar seratus meter dari rumah, Jessica menyusuri jalanan gelap, mungkin bisa dibilang hutan. Banyak pepohonan besar di sana dan tepat di samping kanan kirinya hanya ada pohon bambu yang menjalar ke pinggir jalan.
Suasana di jalan itu cukup angker.
Pada saat sedang menyusuri jalanan gelap dan sepi itu, tiba-tiba Jessica terkejut melihat ada seorang gadis cantik sedang berjalan seorang diri sambil memegang ponsel yang digunakannya senter untuk menerangi jalan.
"Mau ke mana gadus itu malam-malam begini?" Jessica mengerutkan kening.
Melihat kondisi gadis itu cukup mengkhawatirkan, Jessica merasa kasihan sekaligus khawatir kalau gadis itu kenapa-napa. Apa lagi di sini sangat sepi! Bisa bahaya kalau gadis cantik sepertinya berjalan seorang diri malam-malam di sini.
Setelah berpikir sejenak, Jessica kemudian memperlambat kendaraannya lalu memutuskan untuk menghampiri gadis itu.
Di sisi lain, gadis itu mengerutkan kening dan ketakuan melihat sebuah mobil mewah yang tiba-tiba berhenti tepat di sampingnya. Rasa takutnya itu disebabkan karena dia tidak tahu mengenai siapa pemilik mobil mewah ini, dan dia takut kalau sampai si pemilik mobil akan melakukan hal yang macam-macam kepadanya.
"Hai, dek? Kamu mau ke mana malam-malam begini?" Jessica membuka kaca mobil lalu bertanya pada gadis itu.
Setelah melihat pemilik mobil ternyata perempuan, gadis cantik itu langsung merasa lega. Ahh ... sepertinya kakak ini bukan orang jahat,’ pikirnya.
"I-Ini ... saya mau ke rumah teman saya, kak," jawab gadis itu malu-malu sambil menundukan kepala.
Jessica mengangkat alis. Ia tiba-tiba teringat sesuatu.
‘Rumah teman? Apakah dia teman Denis yang mau ke rumah’ gumam Jessica dalam hati.
Sementara itu, saat yang bersamaan di sebuah semak belukar yang jaraknya sekitar dua puluh meter dari belakang gadis cantik tersebut, terlihat ada dua orang pria mengenakan jaket hitam, menutup kepalanya dengan tudung, sedang mengintai gadis itu dari kejauhan.
"Sial, ada yang mendekati Siska!"
"Padahal ini kesempatan kita untuk menculiknya," desis salah satu pria itu sambil terus memfokuskan pandangan pada orang yang mendekati Siska. Tampaknya, dia pemimpinnya.
"Iya, kalau tidak ada orang itu, dari tadi kita pasti sudah berhasil menculik Siska!" jawab pria satunya lagi. "Sudah, kita tunggu saja. Sebentar lagi orang itu pasti akan pergi. Setelah itu, kita culik Siska dan bawa dia pada bos besar!" tegas si pemimpin. Sebagai tanggapan, pria satunya hanya menganggukan kepala. Beberapa detik kemudian setelah melihat ke pemilik mobil, pria itu menyadari sesuatu. “Ngomong-ngomong, bos. Gadis yang mendekati Siska ternyata cantik juga ya. Kelihatannya dia orang yang sangat kaya.” “Maksudmu?” tanya si pemimpin. "Coba lihat bos, mobil yang dikendarai gadis itu sangat mewah! Itu mobil Bentley Bacalar! Mobil itu seharga dua juta dolar dan hanya ada 12 unit saja di dunia ini!" Temanya menjelaskan sambil menunjuk mobil Jessica. Mendengarnya, pria itu terkejut lalu melihat kembali ke arah mobil Jessica.
Di tempat lain, Denis bersiap-siap untuk menjemput Siska. Denis membuka pintu depan rumah dan hendak pergi saat itu juga. Dia membawa sebuah Headlamp (senter kepala) di tanganya untuk menerangi jalanan yang gelap. Rumah Denis terletak di sebelah kiri jalan yang di mana jalanan itu agak menurun karena memang rumahnya berada di atas kaki gunung. Tepat di samping kanan jalan adalah jurang yang sangat terjal. Kalau melihat ke bawah, siapapun bisa melihat pemandangan seluruh desa Western Cily dari atas sana. Dari ujung desa Westren Cily, terlihat ada sebuah danau luas yang membatasi antara desa Western Cily dan desa lain. Sejauh mata memandang, seluruh desa Westren Cily di kelilingi oleh pegunungan-pegunungan besar yang menjulang tinggi. Tepat di atas rumah Denis adalah gunung Prau. Gunung Prau memiliki ketinggian yang cukup tinggi, yaitu sekitar 2500 MDPL. Setelah keluar rumah, Denis langsung mem
"Betul Tuan Muda. Kita tunggu saja. Bawahanku pasti akan segera kembali dan membawa Siska kepadamu, Tuan. Haha!" tambah pria bertubuh besar satunya lagi. Big Buster. Wakil pengawal keluarga Bringtong. Mereka tertawa terbahak-bahak sebelum kemudian dikejutkan dengan kedantangan dua orang pria bertudung hitam, membuka pintu utama Villa dan berlari menghampiri mereka dengan nafas terengah-engah. "M-Maaf Tuan Muda, kami gagal membawa Siska, Tuan." Kedua pria bertudung itu menghampiri Jacob, kemudian berlutut di hadapannya dengan ekpresi ketakutan. "APA! KALIAN GAGAL MEMBAWA SISKAAA?" Raut wajah Jacob seketika berubah merah padam. Rahangnya mengeras serta alis menyatu, menatap tajam ke arah dua pria bertudung itu. Jacob mengepalkan tangan lalu mengambil botol anggur di meja dan melemparkan botol itu ke lantai! Pranggkkk... Botol
Mendengar penjelasan komandanya, Denis terkejut! Ternyata ada keluarga sekejam itu di Kota Bandung City? Yang Denis tahu, Bandung City adalah kota maju. Tetapi, di balik kemajuan kota itu ternyata ada kejahatan ternyembunyi di dalamnya. "Iya Denis. Atasan menyuruhku untuk mengganti misimu. Karena kamu dekat dengan kota Bandung City, kamu di tugaskan untuk menyelidikinya. Bagaimana, Siap?" "Baik Komandan. Siap!" jawab Denis dengan tegas. "Baiklah kalau begitu. Mulai besok, kamu sudah bisa menjalankan misi ini." Komandan Andri tampak senang mendengar Denis bersemangat. "Oh, satu lagi, menurut informan, ada orang-orang misterius yang membuat pasar gelap di Bandung City" "Dengan adanya pasar gelap di sana, dunia bawah semakin tak terkendali! Kamu selidiki itu juga, ya!" lanjutnya. "Oke, komandan!" "Baiklah. Sudah dulu Denis." Denis kemudian menutup panggilan lalu memasukan ponselnya ke saku celana. Dia benar-b
"Hei? Apa yang kau bicarakan? Pria itu ingin melihat tas edisi khusus?" tanya Rio sambil tangannya menunjuk Denis dengan congkak. Ini pasti hanya lelucon! Rio memandang Denis dengan tatapan merendahkan. Denis merasa malu karena pengunjung lain juga memperhatikannya. Bella pun tidak bisa menyembunyikan rasa kesal. "Wanda! Apa kau benar-benar yakin pria itu akan mampu membeli barang di toko ini? Ayolah, jangan bercanda!" "Aku sedang tidak bercanda, Bella. Dia memiliki kartu black-gold. Dia pengunjung VIP." "Hahaha!" Sekali lagi Rio tertawa keras. " Pengunjung VIP kau bilang!? Hei, dengar, dia cuma seorang gembel di desa ini!" Salma memandang Denis dengan tatapan jijik, "Denis, Tidakkah kau malu pada dirimu sendiri? Kenapa kau tidak pergi saja dari sini?" "Hahahahaha!" Pengunjung lain ikut menertawakan Denis. Kejadian di toko i
Denis baru menyadari bahwa dia tidak mungkin membawa belanjaan dan tas Hermes ke acara reuni. Dia memutuskan kembali ke toko dan berniat mengganti pakaian dengan yang sudah dia beli di sana, sekaligus menitipkan tas Hermes nya.“Selamat datang kembali, Tuan. Apa ada lagi yang bisa kami bantu." Bella dan Wanda keheranan melihat Denis kembali ke toko.“Maaf. Bolehkah aku ikut mengganti pakaianku di sini. Aku ada urusan mendadak," ucap Denis sambil menatap kedua wanita itu di depanya.“Oh, silahkan Tuan. Di sebelah sini," jawab Wanda dan Bella secara bersamaan sambil menunjuk sebuah ruangan khusus untuk berganti pakaian.Denis tersenyum melihat Bella yang sekarang tampak lebih sopan. Mungkin dia masih malu karena kejadian tadi.“Terimakasih. Oh, ya. Aku ingin menitip tas ini. Nanti aku ke sini lagi." Denis memberikan tas Hermes edisi khususnya pada Bella.“Baik, Tuan. Dengan senang hati." Bella membungkuk hormat, m
“Hai semuanya. Perkenalkan, namaku Rio Martin. Dan ini ...." Rio beralih menatap Salma dan melanjutkan, “Aku yakin kalian sudah mengenalnya. Dia adalah pacar baruku, Salma."Semua orang terkejut mendengar perkataan Rio. Ternyata benar! Salma sudah putus dengan Denis!“Aku anak kedua dari keluarga Martin. Senang berkenalan dengan kalian," lanjut Rio sambil tersenyum menyeringai.“Hah! Keluarga Martin? A-Apa aku tidak salah dengar? Dia adalah Tuan Muda ke dua dari keluarga Martin!"Sekali lagi, semua orang dikejutkan dengan perkataan Rio. Mereka langsung berdiri dan bersorak kegirangan sambil memandang Rio dengan penuh takjub. Apa ini mimpi? Seorang tuan muda dari keluarga Martin sekarang ada dihadapan kita? Mereka sungguh tidak menduga dan tentu sangat bahagia bisa bertemu dengan Rio.Seketika suasana menjadi ricuh.Pantas saja, seorang gadis yang sangat cantik seperti Salma bisa berpacaran denganya! Tuan Muda Rio adal
“Bagaimana, boleh gak?" tanya Siska bersemangat. “Emm ..." Denis berpikir sejenak. Setelah menghembuskan nafas panjang, dia menatap Siska lalu menjawab, “Baiklah. Terserah kamu saja." Mendengar persetujuan Denis, Siska senang. Dia langsung memeluk Denis sambil berkata, “Terimakasih, Denis. Kamu memang sabahat terbaikku." “Emm, sudah sudah." Karena Denis merasa canggung dipeluk oleh orang secantik Siska, dia melepaskan pelukanya dan melanjutkan, “Kalau begitu, aku pergi sekarang. Dahh ...." Denis kemudian pergi meninggalkan Siska. Sementara Siska, dia memandang punggung Denis yang pergi menjauh sambil tersenyum. Tentu dia merasa senang. Di sisi lain, Denis benar-benar khawatir kalau kakaknya akan pulang malam ini. Untuk itu, dia berhenti sejenak di persimpangan jalan dan buru-buru memanggil kakaknya. “Hallo, kak?" “Hallo Deni