Share

Air Mata Maduku
Air Mata Maduku
Penulis: Rina Novita

Aku Harus Kuat

"Aku menghamili Liana, Bu."

Apa? Tidak salah dengarkah aku? 

Dengan gemetar, diam-diam aku terus mendengarkan percakapan Mas Dewa-suamiku dengan ibunya dari balik pintu kamar ini. Bukan maksud ingin menguping. Namun Aku tak tau kalau ada Mas Dewa di dalam saat aku hendak mengambil pakaian kotor ibu di dalam kamarnya.

"Tega sekali kamu mengkhianati istrimu, Dewa!. Zahra wanita yang baik. Dia tidak hanya mengurusmu, tapi dia juga mengurus ibu yang sedang sakit ini." Jelas terdengar suara Ibu bergetar menahan sesak. 

Sama sepertiku. Sangat sesak. Bahkan saat ini aku sangat sulit bernapas. 

Liana adalah sekretaris Mas Dewa di kantor. Wanita itu memang sangat cantik dan menarik. Kebersamaan mereka hingga sering keluar kota, membuat mereka lupa diri. Ya, sebenarnya aku telah lama menduga ada hubungan khusus diantara mereka. Namun karena kesibukanku yang terlalu banyak di rumah, membuatku tak sempat untuk memikirkan hal itu.

"Aku bosan dengan Zahra, Bu. Lihat saja dia, semakin hari nampak tidak menarik saja. Zahra tidak pandai mempercantik dirinya untuk menyenangkanku."

Bagai petir menggelegar di siang hari, Aku sangat terkejut mendengar alasan yang Mas Dewa utarakan pada Ibu. Selama ini aku pikir Mas Dewa tak pernah mempermasalahkan penampilanku. Kenapa dia tak pernah mengatakan langsung padaku?

"Zahra tak sempat, Dewa. Dia terlalu lelah mengurus ibu dan kamu. Seharusnya kamu mengerti!" Ibu masih terus membelaku. 

"Masa cuma dandan aja nggak sempat, Bu? Sudahlah, Bu. mulai besok aku akan membawa Liana tinggal di sini. Dia berhenti bekerja. Secepatnya Aku akan menikahi Liana." 

Tubuhku semakin lemas. Kedua kakiku gemetar seakan tak sanggup lagi menopang tubuh rampingku ini.

Tidak! Aku harus kuat. Aku tidak boleh lemah. Aku harus bisa menghadapi semua ini dengan elegan. Dengan menarik napas panjang secara perlahan, aku mencoba untuk tenang. 

"Kamu harus minta izin Zahra dulu! Ibu tak ingin kamu pisah dengan Zahra. Dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi selain kita. Orang tuanya menitipkannya pada Ibu. Oleh sebab itu Ibu menjodohkan Zahra denganmu dulu. 

Mas Dewa membuang napas kasar. Mungkin dia merasa berat untuk meminta izin padaku.

"Tidak perlu, Bu. Aku sudah mendengar semuanya." 

"Zahra ...?"

Mas Dewa dan Ibu terkejut melihatku tiba-tiba muncul dari balik pintu. 

'Seizinku atau tidak, kamu pasti akan tetap menikahi Liana. Ya,kan, Mas?"

"Zahra ... maksud Mas ...."

"Silakan, Mas. Tapi ada satu syarat. Ceraikan aku dulu!"

"Zahra ..." Kali ini Ibu menyebut namaku dengan suara parau.

"Tidak. Aku tidak akan menceraikanmu!" 

Aku mendengkus kesal. Sebenarnya aku tidak tega dengan Ibu. 

"Baiklah, Mas. tapi tetap aku punya satu syarat. Izinkan aku bekerja!"

Spontan Mas Dewa terbahak-bahak.

"Mau kerja apa kamu? Cleaning service? Pelayan toko? Atau Office girl? Jangan mimpi ketinggian kamu, Zahra! Kamu beda dengan Liana. Dia itu memang berpengalaman dan terpelajar. Sedangkan kamu ..., memangnya kamu pernah kerja apa, hah?" 

Laki-laki yang sudah dua tahun menjadi suamiku itu kembali terkekeh. Tega-teganya dia membanding-bandingkan diriku dengan selingkuhannya. Sejak awal kami dijodohkan, memang Mas Dewa tidak pernah dan tidak mau peduli dengan latar belakangku. Dia hanya tinggal beres saja saat akan akad nikah. Semua Ibu yang mengurus. Ketika itu Ibu masih sehat dan sangat bersemangat menjodohkan kami.

"Tidak usah kamu pikirkan, Mas. Aku mau kerja apa biar menjadi urusanku!" ketusku.

"Kalau kamu kerja, siapa yang mengurus Ibu?" tanya Mas Dewa.

"Bukankah kamu bilang Liana berhenti bekerja? Jadi, biar dia yang menggantikanku. Toh dia juga calon menantu ibu, bukan?"

Sebenarnya aku tidak tega mengatakan hal ini di depan ibu. Tapi hatiku sudah terlanjur sakit. Semoga Ibu dapat memahami perasaanku.

"Iya, Dewa. Izinkan saja Zahra bekerja. Biar Liana yang menjaga ibu nanti."

Aku tersenyum puas mendengar ucapan Ibu.

"Terserah kamu saja! Lagian memangnya gampang cari kerja. Siapa juga yang mau terima orang nggak berpengalaman kayak kamu!" Mas Dewa terlihat frustasi.

Dia tau Liana pasti akan menolak untuk merawat Ibu yang sudah tidak bisa bangun dari ranjang. Ibu mengalami stroke pada separuh tubuhnya. Tapi beruntung Ibu masih bisa lancar berbicara. 

Setelah lelah bersitegang dengan Mas Dewa, diam-diam aku mengirim pesan pada seseorang. 

[ Ivan, tawaran posisi manager pemasaran untukku apa masih berlaku?]

Ternyata pesanku langsung di baca oleh sahabatku itu. 

[ Masih, Ra, cuma kamu yang pas untuk jabatan ini. Apa kamu berubah pikikan?]

[ Ya, Aku terima tawaranmu. Kapan aku mulai kerja?]

[ Alhamdulilah. Akhirnya perusahaanku bisa merekrut orang cerdas dan berpengalaman sepertimu. Lusa kamu sudah bisa mulai kerja. ]

Untunglah belum ada yang mengisi posisi itu. Manager pemasaran adalah posisi yang aku tinggalkan saat aku akan menikah dengan Mas Dewa. Karena aku ingin sepenuhnya berbakti pada suamiku. Seperti Ibuku berbakti pada Ayah. Hingga Ayah makin mencntai Ibu. 

Namun Mas Dewa ternyata berbeda dengan Ayah. Aku justru membosankan untuknya. 

Siap-siaplah menangis maduku. Kamu akan menerima karmamu. Karena kamu akan tinggal dirumah dengan penampilan yang membosankan. Sementara aku akan merubah diriku seperti ketika sebelum mengenal Mas Dewa. Menjadi seorang wanita karier yang selalu mengutamakan penampilan. 

Komen (6)
goodnovel comment avatar
sya si
zahra is the best
goodnovel comment avatar
Icha Qazara Putri
Wah baru bab awal tapi udah suka banget dengan karakter Zahra ini. tegas tidak cengeng walau suaminya telah berhianat, ayo Zahra balas dengan cantik penghinaan suami mu itu.
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Hallo author ijin baca ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status