Share

Air Mata di Antara Bunga
Air Mata di Antara Bunga
Author: Y.Y

Bab 1

Author: Y.Y
Dunia yang kukenal runtuh satu per satu.

Bisnis keluargaku bangkrut...

Tunanganku, Bastian Wicaksono, tanpa ragu membatalkan pertunangan kami dan memilih Sarah Laksmana sebagai penggantiku.

Saat aku jatuh ke jurang kehancuran, Rangga Mahardika datang seperti malaikat penolong.

Dia melunasi semua hutang keluargaku, mengurus pemakaman ayahku, menarikku keluar dari abu kehidupan yang nyaris membakarku habis.

Tiga tahun penuh, dia selalu mendampingiku. Selalu ada.

Aku sempat percaya… mungkin inilah bentuk penyelamatan yang selama ini kutunggu.

Namun, tepat di malam sebelum pernikahan, tanpa sengaja aku mendengar percakapan Rangga dengan sahabatnya...

“Kamu serius mau nikah sama Vanya? Nggak takut, suatu hari dia tahu… kalau kematian ayahnya dan bangkrutnya bisnis Keluarga Devara itu ulahmu?”

“Sarah sudah nikah sama Bastian, aku sudah nikah sama Vanya. Nggak masalah kalau dia tahu, toh semua hutangnya sudah kubayar. Pemakaman ayahnya juga sudah aku urus. Intinya… aku sudah menebus semuanya.”

Saat itu juga aku sadar…

Ternyata, Rangga pun menipuku.

Dari awal hingga akhir, semua hanyalah permainan.

Dan satu-satunya orang yang benar-benar hanyut di dalamnya… hanyalah aku sendiri.

Aku berdiri di luar pintu, mendengarkan setiap kata percakapan antara Rangga dan Galih.

Nampan buah di tanganku bergetar hebat, tubuhku sendiri rasanya gemetar tak karuan.

“Kamu sama sekali nggak menyesal?”

Nada ragu Galih entah kenapa justru menumbuhkan secercah harapan di hatiku.

“Semua aku lakukan demi Sarah… aku nggak akan menyesal,” jawab Rangga.

Galih memijit pelipisnya, tampak frustrasi.

“Kamu sudah bantu Sarah berdiri kokoh di Keluarga Laksmana… tapi untuk apa? Pada akhirnya dia tetap memilih Bastian! Kamu tega melukai orang yang tulus mencintaimu, hanya demi seseorang yang bahkan nggak pernah mencintaimu?”

Rangga menatapnya tanpa emosi, suaranya tenang tapi tajam menusuk telinga.

“Aku nggak peduli siapa yang Sarah pilih, itu hak dia. Aku cuma ingin membantu. Soal Vanya… dia begitu mencintaku. Jadi, kalau aku nggak menikah sama dia, justru akan lebih menyakitinya. Selama dia nggak tahu kebenarannya, dia nggak akan terluka. Aku cuma… melindunginya.”

Galih terdiam. Kata-kata itu membuatnya bungkam, tak sanggup lagi membantah.

Sementara aku… hanya bisa tersenyum getir. Menertawakan diriku sendiri yang begitu buta, begitu bodoh.

Tiga tahun hidupku… ternyata hanya terbuang sia-sia.

Tiga tahun terakhir, aku selalu menganggap Rangga sebagai penolongku. Sosok penyelamat yang menopangku di saat seluruh Praya menertawakanku.

Bukan hanya melunasi semua utangku, dia juga mengurus pemakaman ayahku.

Karena dia, aku yang terpuruk masih bisa menemukan tempat berteduh.

Karena dia juga, aku tak pernah menyimpan dendam atas pengkhianatan Bastian.

Namun sekarang… percakapan itu menghancurkan semuanya.

Semua keyakinanku selama ini, ternyata hanya ilusi.

Dan yang lebih menyakitkan… aku hampir saja menikahi pria yang menjadi dalang kehancuran keluargaku sendiri.

Suara langkah kaki dari dalam membuatku panik.

Tanpa pikir panjang, aku buru-buru kembali ke kamar.

Begitu Galih pergi, Rangga masuk. Dia berdiri tepat di depanku, menggenggam tanganku erat.

“Tanganmu dingin… kamu sakit?”

Ucapannya lirih, lalu telapak tangannya menempel ke dahiku.

“Nggak panas. Bagian mana yang sakit, Vanya?”

Wajahnya dipenuhi kekhawatiran, tapi justru itulah yang membuatku takut.

Dia jelas tak mencintaiku, tapi entah bagaimana selalu bisa membuatku merasa seakan-akan cintanya menusuk hingga ke tulang.

Aku hanya menggeleng, memaksakan senyum tipis.

“Mungkin karena jendelanya terbuka, jadi kena angin.”

Rangga melangkah ke jendela, lalu menutupnya.

“Tubuhmu lemah, jangan sering kena angin. Kalau sampai sakit, aku akan sedih,” ucapnya lembut.

Dulu, kata-kata itu selalu membuatku tersenyum cerah, bahkan manja memeluknya.

Kini, aku hanya terdiam, tak sepatah kata pun terucap.

Melihatku murung, Rangga berjongkok, menatapku dengan tatapan cemas.

“Vanya… besok ‘kan hari pernikahan kita. Kamu nggak bahagia nikah sama aku?”

Sejak mendengar percakapan Rangga dengan Galih, hatiku berkecamuk.

Namun, justru kata-katanya barusan menyadarkanku…

Aku tak boleh menikah dengannya. Aku harus pergi.

Tak ingin kegugupanku terbaca, aku buru-buru tersenyum.

“Mungkin ini cuma stres pra-pernikahan saja. Jangan khawatir, aku baik-baik saja.”

Rangga tersenyum lembut.

“Vanya… jangan cemas. Aku akan selalu ada di sisimu.”

Tiga tahun lalu, dia juga berkata seperti itu.

Dan selama tiga tahun, memang selalu menepati.

Namun kini aku sadar, yang dulu kuanggap cinta… ternyata hanyalah penebusan dosa, sekaligus rantai untuk mengikatku.

“Oh ya, gimana kalau kita ke rumah baru, dekorasi kamar pengantin kita?” Rangga memotong lamunanku.

Aku hanya bisa mengangguk.

Rumah itu berada di barat kota, sebuah vila mewah yang dulu membuatku terpesona.

Rangga bilang rumah ini dipilih sesuai seleraku.

Namun berbeda dengan kunjungan pertama yang penuh tawa, kali ini hawa dingin menusuk saat aku melangkah masuk.

Di depanku berdiri sosok yang kucinta sekaligus musuhku.

Pria yang menghancurkan keluargaku.

Bagaimana mungkin aku merasa nyaman di sini?

Saat aku berusaha menenangkan diri, ponsel Rangga berdering. Nada dering itu khusus milik Sarah.

Aku langsung teringat perselisihan kami dulu karena nada dering itu. Namun Rangga selalu meyakinkanku, Sarah hanyalah rekan kerja.

Matanya serius, seolah memaksaku percaya.

Akhirnya meski hatiku menolak, aku diam. Aku tak ingin dianggap merepotkan.

Namun kali ini, mendengar dering itu lagi, rasanya seperti suara penyelamat.

Rangga menatapku canggung, lalu menjawab telepon dan berjalan menjauh.

Beberapa menit kemudian, dia kembali dengan wajah panik.

“Vanya, ada urusan mendadak di kantor. Aku harus pergi. Kamu beres-beres dulu, sisanya nanti aku bantu setelah aku kembali.”

Tanpa menunggu jawabanku, dia langsung melangkah pergi.

Melihatnya pergi tanpa menoleh, aku menghela napas lega. Hanya saja, hatiku tetap nyeri.

Dulu aku terlalu bodoh… atau mungkin sengaja berpura-pura tak tahu.

Rangga selalu sigap menanggapi panggilan Sarah, apa pun yang sedang dia lakukan.

Bahkan ketika kami sedang intim sekalipun, dia tetap menjawab teleponnya. Lalu berganti pakaian, pergi begitu saja, tanpa menatapku sedikit pun.

Sejak awal hingga akhir… dia tak pernah benar-benar menatapku.

Tak pernah sekalipun memberiku penjelasan.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Air Mata di Antara Bunga   Bab 8

    Saat Rangga datang mencariku, aku sedang sibuk mengemas barang-barang, bersiap menyaksikan aurora.Di dalam negeri, gosip silih berganti. Kabar tentang Rangga dan Sarah pun perlahan terkubur oleh waktu.Aku pun perlahan belajar melepaskan—kesedihan dan kebencian bukan lagi alasan untuk terus menyiksa diri.Aku mulai merangkul hidup baru, berhenti sengaja menghindari segala hal yang berkaitan dengan tanah air.Aku bahkan sampai membuat akun Instagram khusus, di mana setiap hidangan yang kumasak kuunggah satu per satu. Tak kusangka, justru banyak orang yang menyukainya, dan perlahan aku pun mengumpulkan begitu banyak pengikut.Namun siapa sangka, di antara para pengikut itu ternyata ada Rangga.Begitu aku melangkah keluar rumah, dia sudah berdiri di sana, diterpa angin dingin.Dia menggosokkan kedua tangannya, menatapku dengan sorot mata yang penuh makna.“Di sini sangat dingin… kamu sudah terbiasa, Vanya?”Sungguh aneh. Hanya dalam hitungan bulan, perasaanku terhadap Rangga berubah tota

  • Air Mata di Antara Bunga   Bab 7

    Sejak tiba di tempat ini, aku sengaja menyibukkan diri, agar tak sempat mengikuti berita dari tanah air.Namun saat musim malam panjang tiba, ketika jam toko dipangkas, aku pun punya banyak waktu kosong.Dengan hati yang separuh ingin tahu, separuh enggan, akhirnya aku membuka portal berita dalam negeri.Dan di sanalah aku membaca, Sarah ternyata sudah bercerai dari Bastian.Semuanya berawal dari Rangga yang tanpa sengaja membocorkan kabar Sarah dirawat di rumah sakit kepada wartawan gosip.Layaknya lalat mencium bau bangkai, para jurnalis segera menyerbu, menggali lebih dalam.Awalnya mereka hanya ingin tahu alasan Sarah masuk rumah sakit. Namun semakin digali, semakin banyak rahasia kelam Keluarga Wicaksono tersingkap.Hingga akhirnya…Aib terbesar pun meledak—Bastian ternyata mandul.Keluarga besar itu seketika kehilangan muka. Tekanan datang bertubi-tubi, sampai akhirnya Bastian dan Sarah dipaksa bercerai.Dan anak dalam kandungan Sarah… ternyata benih yang tertinggal dari malam pe

  • Air Mata di Antara Bunga   Bab 6

    Aku tiba di Lemsar tepat tengah hari.Namun begitu menjejakkan kaki keluar dari pesawat, firasatku langsung berteriak—tempat ini tak aman.Mungkin karena antek-antek Rangga, atau mungkin antek-antek Sarah. Namun siapa pun mereka, satu hal sudah pasti—keberadaanku sudah terbongkar.Tak ada pilihan lain. Aku harus menghapus identitas lamaku sebagai Vanya Devara, mengganti kartu identitas baru, lalu terbang ke luar negeri.Sebelum keluargaku bangkrut, aku memang lama tinggal di luar negeri. Meski sudah beberapa tahun meninggalkannya, aku bisa cepat beradaptasi lagi.Kali ini aku memilih sebuah negara kecil di Eropa Utara—sunyi, jauh dari hiruk pikuk, siang dan malam ekstrem berlangsung bersamaan.Jika beruntung, aku bisa melihat aurora di sini.Saat kakiku menapaki salju yang tebal dan lembut, hembusan angin dingin menusuk tulang. Namun entah kenapa, senyum justru terbit di wajahku.Akhirnya, semua kenangan lama di Praya benar-benar bisa kutinggalkan.Aku teringat, dulu pernah bilang pada

  • Air Mata di Antara Bunga   Bab 5

    Sarah mengeluh sakit perut, lalu dengan suara lemah meminta Rangga kembali ke rumah sakit sebentar.Setelah ragu cukup lama, Rangga akhirnya tetap melangkah pergi.Galih yang menyaksikan punggung Rangga menjauh hanya bisa menghela napas berat.“Semua ini… memang sudah ditentukan oleh takdir,” gumamnya.Begitu tiba di rumah sakit, karena terlalu terburu-buru, Rangga tak sengaja menabrak seseorang.“Pak Rangga?”Suara itu membuatnya tersentak. Orang yang ditabraknya ternyata adalah Dokter Kevin, dokter yang dulu menangani ayah Vanya.Saat itu juga, dada Rangga terasa makin sesak. Dia buru-buru mengangguk, hendak beranjak pergi. Namun Dokter Kevin menahannya.“Eh? Hari ini Vanya nggak bersamamu? Bagaimana keadaannya sekarang?”Rangga terdiam, wajahnya langsung pucat.“Vanya? Memangnya Vanya kenapa, Dok?” Suaranya bergetar.Nama Vanya saja sudah cukup untuk menyalakan rasa gelisah sekaligus panik dalam dirinya. Kenapa Vanya datang ke rumah sakit? Apa yang sebenarnya dia sembunyikan?Dokter

  • Air Mata di Antara Bunga   Bab 4

    Pukul lima pagi, dering telepon dari perias membuat Rangga terbangun. Refleks, sebelum mengangkat, dia lebih dulu menoleh ke arah Sarah.Melihat wanita itu masih tertidur nyenyak, Rangga pun bangkit pelan-pelan, keluar kamar lalu menerima panggilan.“Ada apa?” tanyanya singkat.“Pak Rangga, kami sudah menekan bel berulang kali, tapi nggak ada yang membukakan pintu. Mungkin Bapak bisa menghubungi calon pengantin wanita?”Rangga mengusap dahinya, jelas kesal. Tanpa banyak basa-basi, dia menutup telepon itu, lalu langsung menelpon Vanya.Teguran hampir saja meluncur dari bibirnya, tapi yang terdengar hanyalah nada sambungan terputus, disusul suara mesin otomatis yang dingin menusuk telinga.“Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif.”Rangga mengernyit. Menurutnya, Vanya hanya sedang ngambek. Dengan nada malas, dia menghubungi kembali perias.“Sudahlah, nggak usah repot-repot. Kalian bisa pulang dulu, biarkan saja dia.”Meski heran, para perias akhirnya tetap menuruti perintahnya.Begitu te

  • Air Mata di Antara Bunga   Bab 3

    Aku naik taksi, mengikuti mobil Rangga dari belakang, meski aku tahu jelas, dia sama sekali tak ingin melihatku.Sulit bagiku membayangkan kenyataan bahwa Sarah benar-benar hamil.Aku mengejarnya hanya untuk menjelaskan, bahwa semua ini sama sekali bukan salahku.Namun, begitu Rangga mengantar Sarah masuk ke ruang operasi, tatapannya langsung menusukku, dingin.“Vanya… aku nggak pernah sangka kamu bisa sekejam ini. Sarah cuma ingin datang sendiri, memberi selamat atas pernikahan kita. Kenapa kamu harus melakukan ini?!” Suaranya bergetar, penuh amarah yang ditahan.Saat mendengar amarahnya yang terpendam, keinginanku untuk menjelaskan pun lenyap.“Kalau Sarah sampai keguguran… mahar yang sudah kusiapkan untukmu… akan kuserahkan padanya sebagai ganti rugi,” ucap Rangga tegas.Aku terbelalak. Dunia seakan berhenti berputar.Bukankah dulu dia yang berkata, wanita lain punya mahar, aku juga akan punya, bahkan lebih?Bukankah dulu dia berniat memindahkan separuh saham perusahaannya atas nama

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status