Share

Bab 3

Author: Y.Y
Aku naik taksi, mengikuti mobil Rangga dari belakang, meski aku tahu jelas, dia sama sekali tak ingin melihatku.

Sulit bagiku membayangkan kenyataan bahwa Sarah benar-benar hamil.

Aku mengejarnya hanya untuk menjelaskan, bahwa semua ini sama sekali bukan salahku.

Namun, begitu Rangga mengantar Sarah masuk ke ruang operasi, tatapannya langsung menusukku, dingin.

“Vanya… aku nggak pernah sangka kamu bisa sekejam ini. Sarah cuma ingin datang sendiri, memberi selamat atas pernikahan kita. Kenapa kamu harus melakukan ini?!” Suaranya bergetar, penuh amarah yang ditahan.

Saat mendengar amarahnya yang terpendam, keinginanku untuk menjelaskan pun lenyap.

“Kalau Sarah sampai keguguran… mahar yang sudah kusiapkan untukmu… akan kuserahkan padanya sebagai ganti rugi,” ucap Rangga tegas.

Aku terbelalak. Dunia seakan berhenti berputar.

Bukankah dulu dia yang berkata, wanita lain punya mahar, aku juga akan punya, bahkan lebih?

Bukankah dulu dia berniat memindahkan separuh saham perusahaannya atas namaku, sebagai mas kawin?

Namun kini, dengan kata-katanya barusan, entah keguguran atau tidak, aku tahu, dalam hatinya, aku sudah divonis sebagai wanita kejam. Mahar itu tak akan pernah lagi menjadi milikku.

Aku tetap diam, dan diamku membuat Rangga makin gusar. Dia mengibaskan tangan, wajahnya tak sabar.

“Kamu pulang saja dulu. Malam ini aku menemani Sarah. Besok, mobil pengantin akan menjemputmu.”

Setelah itu, dia tak menoleh lagi. Tatapannya terpaku pada ruang operasi, seakan aku tak pernah ada.

Aku menunduk, berbalik, pergi.

Awalnya aku hanya ingin menjelaskan, semua ini bukan salahku.

Lagi pula, asal-usul anak dalam kandungan Sarah penuh tanda tanya.

Sebelum keluargaku bangkrut, saat masih ada hubungan perjodohan dengan Keluarga Wicaksono, kami rutin melakukan pemeriksaan kesehatan. Aku pernah tak sengaja melihat hasilnya, Bastian menderita azoospermia. Pria itu sama sekali tak mungkin punya anak!

Sarah terlalu licik. Sekali langkah, dua sasaran. Sayangnya, Rangga lebih memilih percaya padanya daripada padaku.

Sadar akan hal itu, aku langsung berkemas.

Awalnya, aku ingin meninggalkan rumah di hari pernikahan. Agar Rangga, pengusaha muda paling disorot di Praya, menjadi bahan tertawaan semua orang. Namun kini aku tahu, kalau menunggu sampai besok… justru aku yang akan dipermalukan.

Selesai berkemas, jam sudah pukul delapan malam. Rangga memang tak pulang.

Kalau dipikir-pikir, betapa konyolnya.

Sehari sebelum pernikahan, tunanganku berada di rumah sakit menemani wanita lain, sementara aku hanya menunggu sendirian di kamar kosong.

Aku membeli tiket pesawat, lalu menutup pintu rumah tanpa menoleh, meninggalkan semuanya tanpa rasa rindu.

Malam itu aku duduk di bandara.

Ponselku tetap sepi, tak ada pesan, tak ada panggilan dari Rangga.

Sebaliknya, justru pesan dari Sarah yang masuk silih berganti.

Dalam foto-foto yang dikirimnya, tampak Rangga yang lelah, matanya nyaris terpejam, tapi tetap membantu mengawasi infus Sarah.

[Vanya, lihatlah Rangga. Kasihan, dia capek banget. Kamu pasti bahagia, bisa menikah dengan pria yang penuh perhatian sepertinya.]

Tak lama, dia mengirim video berlatar gelap.

Suara dalam video membuat hatiku membeku.

“Rangga, kamu nggak usah peduli sama aku. Cepat pulang, besok ‘kan kamu nikah. Kamu harus tetap fit.”

Dalam video, Rangga sibuk melakukan sesuatu. Ada suara gesekan, gerakan kecil… lalu suara itu terdengar lagi.

“Nggak apa-apa. Kalau kamu nggak mau Bastian datang, aku akan menemanimu. Aku pastikan kamu nggak sendiri. Urusan pernikahan, biar besok saja. Aku bakal sengaja terlambat sedikit, biar Vanya ingat pelajaran ini!”

“Setelah dicuci, aku akan jemur untukmu.”

Video berhenti.

Tak lama, Sarah mengirim pesan baru.

[Itu tadi Rangga yang bantu mencuci pakaian dalamku, masih berlumuran darah. Vanya, jangan ambil hati, ya. Aku baru saja keguguran, nggak boleh kena air dingin. Kamu pasti ngerti, ‘kan?]

Aku hanya menatap pesan itu. Dingin.

Tak kubalas. Tak perlu kubongkar kepalsuannya.

Sampai akhirnya waktu boarding tiba.

Aku mencabut kartu SIM ponselku, membuangnya ke tempat sampah, lalu naik pesawat.

Dan ketika menatap gumpalan awan pada dini hari pukul tiga, baru saat itu aku benar-benar sadar, aku sudah meninggalkan semuanya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Air Mata di Antara Bunga   Bab 8

    Saat Rangga datang mencariku, aku sedang sibuk mengemas barang-barang, bersiap menyaksikan aurora.Di dalam negeri, gosip silih berganti. Kabar tentang Rangga dan Sarah pun perlahan terkubur oleh waktu.Aku pun perlahan belajar melepaskan—kesedihan dan kebencian bukan lagi alasan untuk terus menyiksa diri.Aku mulai merangkul hidup baru, berhenti sengaja menghindari segala hal yang berkaitan dengan tanah air.Aku bahkan sampai membuat akun Instagram khusus, di mana setiap hidangan yang kumasak kuunggah satu per satu. Tak kusangka, justru banyak orang yang menyukainya, dan perlahan aku pun mengumpulkan begitu banyak pengikut.Namun siapa sangka, di antara para pengikut itu ternyata ada Rangga.Begitu aku melangkah keluar rumah, dia sudah berdiri di sana, diterpa angin dingin.Dia menggosokkan kedua tangannya, menatapku dengan sorot mata yang penuh makna.“Di sini sangat dingin… kamu sudah terbiasa, Vanya?”Sungguh aneh. Hanya dalam hitungan bulan, perasaanku terhadap Rangga berubah tota

  • Air Mata di Antara Bunga   Bab 7

    Sejak tiba di tempat ini, aku sengaja menyibukkan diri, agar tak sempat mengikuti berita dari tanah air.Namun saat musim malam panjang tiba, ketika jam toko dipangkas, aku pun punya banyak waktu kosong.Dengan hati yang separuh ingin tahu, separuh enggan, akhirnya aku membuka portal berita dalam negeri.Dan di sanalah aku membaca, Sarah ternyata sudah bercerai dari Bastian.Semuanya berawal dari Rangga yang tanpa sengaja membocorkan kabar Sarah dirawat di rumah sakit kepada wartawan gosip.Layaknya lalat mencium bau bangkai, para jurnalis segera menyerbu, menggali lebih dalam.Awalnya mereka hanya ingin tahu alasan Sarah masuk rumah sakit. Namun semakin digali, semakin banyak rahasia kelam Keluarga Wicaksono tersingkap.Hingga akhirnya…Aib terbesar pun meledak—Bastian ternyata mandul.Keluarga besar itu seketika kehilangan muka. Tekanan datang bertubi-tubi, sampai akhirnya Bastian dan Sarah dipaksa bercerai.Dan anak dalam kandungan Sarah… ternyata benih yang tertinggal dari malam pe

  • Air Mata di Antara Bunga   Bab 6

    Aku tiba di Lemsar tepat tengah hari.Namun begitu menjejakkan kaki keluar dari pesawat, firasatku langsung berteriak—tempat ini tak aman.Mungkin karena antek-antek Rangga, atau mungkin antek-antek Sarah. Namun siapa pun mereka, satu hal sudah pasti—keberadaanku sudah terbongkar.Tak ada pilihan lain. Aku harus menghapus identitas lamaku sebagai Vanya Devara, mengganti kartu identitas baru, lalu terbang ke luar negeri.Sebelum keluargaku bangkrut, aku memang lama tinggal di luar negeri. Meski sudah beberapa tahun meninggalkannya, aku bisa cepat beradaptasi lagi.Kali ini aku memilih sebuah negara kecil di Eropa Utara—sunyi, jauh dari hiruk pikuk, siang dan malam ekstrem berlangsung bersamaan.Jika beruntung, aku bisa melihat aurora di sini.Saat kakiku menapaki salju yang tebal dan lembut, hembusan angin dingin menusuk tulang. Namun entah kenapa, senyum justru terbit di wajahku.Akhirnya, semua kenangan lama di Praya benar-benar bisa kutinggalkan.Aku teringat, dulu pernah bilang pada

  • Air Mata di Antara Bunga   Bab 5

    Sarah mengeluh sakit perut, lalu dengan suara lemah meminta Rangga kembali ke rumah sakit sebentar.Setelah ragu cukup lama, Rangga akhirnya tetap melangkah pergi.Galih yang menyaksikan punggung Rangga menjauh hanya bisa menghela napas berat.“Semua ini… memang sudah ditentukan oleh takdir,” gumamnya.Begitu tiba di rumah sakit, karena terlalu terburu-buru, Rangga tak sengaja menabrak seseorang.“Pak Rangga?”Suara itu membuatnya tersentak. Orang yang ditabraknya ternyata adalah Dokter Kevin, dokter yang dulu menangani ayah Vanya.Saat itu juga, dada Rangga terasa makin sesak. Dia buru-buru mengangguk, hendak beranjak pergi. Namun Dokter Kevin menahannya.“Eh? Hari ini Vanya nggak bersamamu? Bagaimana keadaannya sekarang?”Rangga terdiam, wajahnya langsung pucat.“Vanya? Memangnya Vanya kenapa, Dok?” Suaranya bergetar.Nama Vanya saja sudah cukup untuk menyalakan rasa gelisah sekaligus panik dalam dirinya. Kenapa Vanya datang ke rumah sakit? Apa yang sebenarnya dia sembunyikan?Dokter

  • Air Mata di Antara Bunga   Bab 4

    Pukul lima pagi, dering telepon dari perias membuat Rangga terbangun. Refleks, sebelum mengangkat, dia lebih dulu menoleh ke arah Sarah.Melihat wanita itu masih tertidur nyenyak, Rangga pun bangkit pelan-pelan, keluar kamar lalu menerima panggilan.“Ada apa?” tanyanya singkat.“Pak Rangga, kami sudah menekan bel berulang kali, tapi nggak ada yang membukakan pintu. Mungkin Bapak bisa menghubungi calon pengantin wanita?”Rangga mengusap dahinya, jelas kesal. Tanpa banyak basa-basi, dia menutup telepon itu, lalu langsung menelpon Vanya.Teguran hampir saja meluncur dari bibirnya, tapi yang terdengar hanyalah nada sambungan terputus, disusul suara mesin otomatis yang dingin menusuk telinga.“Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif.”Rangga mengernyit. Menurutnya, Vanya hanya sedang ngambek. Dengan nada malas, dia menghubungi kembali perias.“Sudahlah, nggak usah repot-repot. Kalian bisa pulang dulu, biarkan saja dia.”Meski heran, para perias akhirnya tetap menuruti perintahnya.Begitu te

  • Air Mata di Antara Bunga   Bab 3

    Aku naik taksi, mengikuti mobil Rangga dari belakang, meski aku tahu jelas, dia sama sekali tak ingin melihatku.Sulit bagiku membayangkan kenyataan bahwa Sarah benar-benar hamil.Aku mengejarnya hanya untuk menjelaskan, bahwa semua ini sama sekali bukan salahku.Namun, begitu Rangga mengantar Sarah masuk ke ruang operasi, tatapannya langsung menusukku, dingin.“Vanya… aku nggak pernah sangka kamu bisa sekejam ini. Sarah cuma ingin datang sendiri, memberi selamat atas pernikahan kita. Kenapa kamu harus melakukan ini?!” Suaranya bergetar, penuh amarah yang ditahan.Saat mendengar amarahnya yang terpendam, keinginanku untuk menjelaskan pun lenyap.“Kalau Sarah sampai keguguran… mahar yang sudah kusiapkan untukmu… akan kuserahkan padanya sebagai ganti rugi,” ucap Rangga tegas.Aku terbelalak. Dunia seakan berhenti berputar.Bukankah dulu dia yang berkata, wanita lain punya mahar, aku juga akan punya, bahkan lebih?Bukankah dulu dia berniat memindahkan separuh saham perusahaannya atas nama

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status