Share

pembalasan

''Dasar kau gadis gila! Hei, cepat kau habisi dia. aku sudah tidak tahan melihat wajahnya.'' Laki-laki preman tadi kembali mendekatiku yang masih terduduk di lantai, lalu mengambil gunning yang tadi dilempar Tante Mia.

''Hentikan! Aku percaya pada Zahra. Anakku ini tidak mungkin melakukan hal itu sembarangan tanpa alasan yang kuat.'' Ibu berteriak sambil memelukku lagi.

Laki-laki preman itu menarik kasar tubuhku dari pelukan ibu, dia menyeretku ke hadapan Tante Mia. Tampak wanita tersenyum lebar saat aku terjatuh dan hampir mencium kaki busuknya. Kurasa dia lebih pantas dipanggil wanita gila saat ini.

''Apa yang sudah terjadi?!'' Terdengar seseorang berteriak di depan pintu yang sedang terbuka. Itu adalah  Pak Ketua RT. Beliau datang bersama beberapa warga lain di belakangnya

Syukurlah Pak RT akhirnya datang juga, aku tidak tahu apa yang akan di lakukan Tante Mia dan preman itu padaku dan ibu. Aku tidak masalah jika Tante Mia mau menyiksaku lagi, itu sudah  biasa dilakukan saat aku di rumahnya.

Aku hanya khawatir terhadap ibu. Bukan tidak mungkin Tante Mia juga akan menyakitinya, aku takut nanti tidak bisa menolong ibu.

''Sebenarnya apa yang sudah terjadi di sini? Teriakan kalian sampai terdengar oleh para tetangga, sehingga mereka datang kepadaku. Bu Fatimah, tolong jelaskan ada apa ini?'' Pak RT mulai membuka pembicaraan saat Aku, Ibu, Tante Mia, dan Preman itu didudukkan bersama. Terlihat beberapa warga yang tadi juga datang memilih menunggu di depan pintu sambil melihat kami.

''Saya tidak tahu, Pak. Tadi tiba-tiba saja Mia datang ke sini dan langsung ingin mencelakai anakku,'' jawab Ibu.

''Hoy, aku hanya ingin membalaskan apa yang sudah dilakukan gadis gila itu pada anakku,'' sahut tante Mia meninggikan suara. Dia juga mulai bangkit dari tempat duduk, sepertinya dia akan kembali menyerangku.

''Maaf, Bu. Saya minta Anda untuk tenang dulu, kita akan selesaikan permasalahan ini dengan kepala dingin,'' ucap Pak RT berusaha menenangkan Tante Mia yang mulai kelihatan tidak waras.

Hah, apakah wanita tua itu tidak bisa melihat situasi? Perang otot tadi sudah usai, sekarang saatnya kita duduk bersama mendengar penjelasan masing-masing. Lagipula, apa yang bisa dia lakukan padaku? Dari tadi dia hanya menyuruh preman itu untuk bertindak, dia hanya sibuk berteriak tidak jelas saja.

''Aku tidak bisa tenang. Gadis gila itu harus menerima balasan yang setimpal!'' Teriak Tante Mia lagi.

''Sekali lagi saya minta kepada Ibu untuk tenang, kalau tidak saya terpaksa mengusir ibu dari tempat ini sekarang. Karna sepertinya Ibu memang tidak bisa untuk diajak bermusyawarah!'' Kali ini Pak RT yang mulai meninggikan suaranya. Mungkin saja beliau sudah habis kesabaran melihat sikap Tante Mia.

''Saya tidak bisa tenang!  Bagaimana mungkin saya bisa! gadis gila itu sudah hampir membunuh anakku!''

''Membunuh? Apa maksud Anda?'' tanya Pak RT.

''Ya, sebelum ini gadis gila itu tinggal di rumahku. Aku kasihan pada ibunya yang hanya seorang penjual kue keliling, apalagi ayahnya baru saja meninggal. Jadi kuputuskan untuk merawat dan juga berniat akan menguliahkannya. Tapi apa balasan yang kudapat? Gadis gila itu malah hampir membunuh anakku, sekarang anakku itu terbaring koma di rumah sakit. Disaat aku ingin membalaskan apa yang sudah pembunuh itu lakukan, Anda malah menyuruhku untuk tenang! Apakah Anda waras?'' Tante Mia bereriak keras sambil mengacungkan gunting di hadapan kami semua.

''Zahra, apakah yang semua yang dikatakan ibu ini benar?'' tanya Pak RT melihatku.

''Tidak semuanya,'' jawabku singkat.

''Maksudmu ibu ini berbohong, begitu?''

''Tidak,''

''Jadi semua yang dikatakan ibu itu benar?''

''Tidak semuanya,''

''Zahra, tolong jelaskan kepada Bapak apa yang tidak semuanya? Kamu membuat saya bingung,'' ucap Pak RT memegang dahinya.

''Apa yang dikatakan Tante Mia itu …''

''Sudahlah, gadis gila itu tidak akan mau mejelaskan apapun. Karna memang dialah yang bersalah, dia hampir membunuh anakku dengan gunting ini!'' sahut Tante Mia memotong ucapanku.

Ada apa sebenarnya dengan wanita tua itu, kenapa dia malah memotong ucapanku? Dan kenapa dia seenaknya mengatakan kalau aku yang bersalah. Apa dia takut  jika  nanti aku menceritakan alasan aku menusuk anaknya kepada Pak RT?

Lagipula, hanya satu kalimat saja dari ucapannya itu yang benar. Dia berkata ingin menolongku? akan menguliahkanku? Kasihan padaku? Hahaha, lucu sekali. Selama satu bulan aku di rumahnya dia memperlakukanku seperti babu pribadi, bahkan dia tidak mengijinkanku untuk mendaftar kuliah dimanapun. Lalu sekarang dia malah mengarang cerita agar seolah di sini akulah penjahatnya.   

''Zahra, apakah kamu melakukan hal itu? tolong jelaskan pada Bapak, karna rasanya masih kurang percaya kamu mampu melakukannya,'' tanya Pak RT memastikan kembali.

''Iya, saya melakukannya,'' jawabku santai tanpa merasa bersalah.

''A~apa? Zahra, tolong jangan bercanda. Ini bukanlah masalah yang ringan,'' Pak RT menatapku serius. Sepertinya Beliau masih tidak percaya dengan apa yang kukatakan.

''Apa Anda tidak mendengar apa yang diucapkannya barusan? Gadis gila itu sudah mengakui bahwa dia sudah hampir membunuh anakku, bukti apalagi yang Anda butuhkan agar bisa percaya?'' sahut Tante Mia.

Aku bisa melihat wanita itu tersenyum lebar. Ntah apa yang dia senyumkan, apa dia merasa sudah menang dengan pengakuanku barusan? Sungguh dia tidak tahu malu. Bisa-bisanya dia merasa begitu setelah memutar balikkan fakta. Sikapnya itu membuatkuku benar-benar merasa muak.

''Zahra, apakah kamu sadar dengan apa yang sudah kamu lakukan? Kamu bisa di penjara,'' Pak RT menatapku dengan mata berkaca-kaca, suaranya juga mulai terdengar berat.

Aku tahu Pak RT memang orang yang baik, selama ini Beliaulah yang selalu menolong keluargaku yang serba kekurangan. Apalagi semenjak ayah tiada, bantuannya menjadi harapan besar bagiku dan ibu.

''Ya,''

''Tapi kenapa?''

''Laki-laki brengs*k itu pantas menerima hukuman, karna dia sudah berani mencoba berlaku tidak pantas padaku. Aku hanya membela diri dengan menusuknya, lagipula dia belum mati,''

''Itu tidak benar! Gadis gila itu berbohong! Anakku  tidak mungkin melakukan hal seperti itu,'' bantah Tante Mia.

''Tidak mungkin katamu? Dia sudah mencoba melakukannya berulang kali saat kau tidak di rumah. Saat itu dia sudah melampaui batas. Satu kali tusukan di pinggangnya itu menurutku belum cukup untuk membalas perbuatan buruk yang berulang kali dia coba lakukan. Harusnya kau bersyukur, aku tidak menusuk dada atau kepalanya hingga mati,''

''Bohong! Dia sudah mengarang cerita! Gadis gila itu yang tidak tau diri, tidak tau rasa syukur dan terimakasih. Padahal aku sudah berbaik hati menolong dan membiarkannya tinggal di rumahku.'' Tante Mia berteriak lagi sambil berdiri mengacungkan telunjuknya padaku.

''Mengarang cerita katamu? Justru kaulah yang dari tadi melakukan hal itu. Tadi kau mengatakan aku tidak tau terimakasih dan harus bersyukur? Hahaha, apa yang patut aku syukurkan? Bersyukur karna kau menjadikan aku babu di rumahmu, begitu? atau berterimakasih karna anakmu itu hampir menodaiku? Apa itu yang kau ingin harus aku lakukan? Dari tadi kaulah yang mengarang cerita berlagak seperti malaikat penolong, nyatanya kau dan anakmu itu tidak lebih dari iblis,''

Tante Mia terdiam saat mendengar ucapanku, senyuman yang tadi sempat terukir di wajah menornya sudah tidak terlihat. Sekarang hanya wajah ketakutan yang sanggup dia tampilkan.

Mungkin wanita itu terkejut aku bisa mengatakan itu semua, karna selama ini yang dia tahu aku hanyalah gadis lemah yang selalu diam saat diperlakukan seenaknya. Memang selama aku tinggal di rumah itu aku selalu mengikuti yang dia perintahkan, tidak ada perlawanan sama sekali, karna  berharap dia menepati janji untuk menguliahkanku. Tapi ternyata itu semua hanya alibi agar bisa menjadikanku sebagai babu gratis. Huh! Aku tidak akan diam saja kali ini.

''Mia! Kamu keterlaluan! Berarti janjimu yang akan menguliahkan Zahra itu bohong, begitu?'' Ibu berdiri menatap Tante Mia menuntut penjelasan. Tapi, wanita itu hanya diam tanpa berkata apa-apa.

''Mia! jawab pertanyaanku! Kenapa kamu begitu tega kepada keponakan sendiri? Aku sungguh tidak meyangka ternyata sikap baik yang kamu tunjukkan padaku selama ini semuanya palsu!'' Air mata ibu kembali tumpah saat mengetahui kebenaran tentang adik yang selama ini begitu  dia percaya.

''Mia, kenapa ka …'' Belum sempat Ibu menyelesaikan ucapan tubuhnya tiba-tiba terjatuh kembali terduduk di kursi. Ibu pingsan?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status