Share

03. Serangan Fakta Yang Mematikan

Daniel berjalan menyusuri koridor rumah sakit dan mencari nomor kamar tempat Yohan dirawat. Lelaki itu membawa satu paperbag berisi makanan dan juga kebutuhan untuk sahabatnya itu.

Yohan yang berbaring di tempat tidur berusaha bangkit. Kakinya mendapatkan beberapa jahitan serta tangan kiri harus digips untuk beberapa waktu.

“Bubur dan juga jus, makanlah.” Daniel mengeluarkan isi paperbag yang ia bawa. “Berhentilah bertengkar dengan ayahmu, dia mencabut semua uangmu dan kau terancam tidak bisa ikut ujian.”

“Dia memang membenciku, mungkin aku bukan anaknya.”

Daniel menarik nafas panjang, satu yang tidak suka dari Yohan adalah anak ini selain pemarah juga sering menyalahkan dirinya sendiri, susah menerima masukan dari orang lain juga.

***

Yohan berada di rumah sakit sekitar lima hari saja, ibunya tidak mengizinkan untuk kembali ke apartemen, Yohan harus pulang ke rumah sampai keadaannya benar-benar pulih.

Sebenarnya Yohan malas sekali harus pulang dan bertemu dengan Pak Darius setiap hari, namun tidak ada pilihan lain daripada ibunya curiga.

“Yohan, sayang! Ke marilah, rekan kerja papa ada yang ingin menjengukmu!”

Yohan menarik nafas panjang dan segera menuruni tangga, setelah makan malam tadi Yohan memang buru-buru untuk masuk ke dalam kamar menghindari sang ayah.

“Yohan, bagaimana kabarnya? Sudah sembuh?”

“Sudah, saya baik-baik sa-,”

Ucapan Yohan terhenti dan matanya terbelalak kaget saa t melihat siapa yang ada di hadapannnya itu. “Anda?” gumamnya seraya mengepalkan tangan.

Bagaimana tidak kaget jika Bu Fiona, selingkuhan dari ayahnya itu berdiri di samping sang ibu sembari membawa keranjang buah. Pak Darius juga berdiri di sana dengan canggung.

“Ini Bu Fiona rekan bisnis, papa. Ayo disapa dulu,” ujar Bu Stefani. “Kalian mengobrol dulu, ya. Mama keluar sebentar mengecek pelayan baru.”

Sesaat setelah Bu Stefani keluar rumah, Yohan dengan emosi maju merebut keranjang buah itu dan melemparkannya ke lantai. “Beraninya kau ke sini!” bentaknya marah.

“Santai, Yohan. Sedang sakit tidak boleh marah-marah,” ujar Bu Fiona dengan nada yang mengejek.

Yohan memandang ayahnya, “Papa benar-benar keterlaluan! Bagaimana bisa papa membawa wanita ini ke sini!! Papa ingin membunuhku dan juga mama?” gertaknya dengan kemarahan luar biasa.

“Tidak seperti itu,” ujar Pak Darius. Bu Fiona segera menyela, “Yah, jika memang harus jujur pada ibumu kenapa tidak?

“Diam!!” bentak Yohan. “Aku tidak bicara denganmu. Papa sudah di bawah kontrol wanita ini, papa menjadi budaknya!”

“Jaga bicaramu!” Pak Darius mendekat. “Bukankah papa sudah berulang kali mengatakan padamu, jaga sikap jika ingin semuanya baik-baik saja!”

Yohan tertawa sinis, “Jaga sikap? Bagaimana bisa aku menjaga sikap saat papa sendiri melakukan hal ini! Wanita itu tidak diharapkan di sini!”

“Wah, sebaiknya papa jujur saja,” sahut Bu Fiona. “Katakan jika dia bukan satu-satunya anak papa, bukankah dia anak yang lahir karena tidak diharapkan?”

Yohan mengepalkan tangan, “Jadi, kau sedang mengarang cerita?”

“Tidak, sayang. Kau pikir ayahmu ini tulus mencintai ibumu? Dia menikahinya karena harta yang dimiliki dia. Tidak lebih. Kau lahir karena ketidaksengajaan!”

“OMONG KOSONG!”

Bu Fiona tersenyum lagi, “Sangat masuk akal karena buktinya sampai sekarang kau tidak memiliki saudara lain, bukan? Hanya kebetulan? Tentu saja tidak. Karena keluarga ayahmu yang sesungguhnya adalah aku dan juga anak-anakku!”

Pak Darius kemudian menatap Yohan lagi. “Dengar, papa mungkin memiliki keluarga lain, kehadiranmu mungkin tidak pernah papa rencanakan, tapi papa tidak pernah sedikitpun tidak menyayangimu!”

“Jadi semuanya benar?” tanya Yohan dengan darah terasa begitu mendidih. “Semua yang diucapkan wanita itu tidak bohong?”

“Semua itu ada alasannya, Yohan. Papa tidak mungkin melakukan sesuatu tanpa alasan!”

“Tidak ada alasan bagi seseorang untuk berselingkuh kecuali orang itu sama-sama pengecut dan munafik!” seru Yohan.

 “Kami tidak berselingkuh!” Bu Fiona membentak. “Aku adalah istri pertama dari ayahmu! Aku lebih berhak bersama dengan dia, bukan kau dan ibumu!”

Yohan menyingkirkan tangan Bu Fiona yang menunjuknya, “Wanita bodoh mana yang mengizinkan suaminya untuk menikah dengan wanita lain, hah??”

“Kami menginginkan harta ibumu, Yohan. Kau pikir karena apa lagi?”

“SINTING!!”

Pak Darius mencoba merengkuh lengan anaknya, “Papa bisa jelaskan, kita bicara baik-baik, ya.”

“Tidak!” lagi-lagi Yohan melepaskan tangan ayahnya itu. “Aku tidak ingin mendengar apapun lagi! Lebih baik papa usir selingkuhan papa ini keluar dari rumah sekarang juga!”

“Kau bilang apa, Yohan? Selingkuhan papa?”

Yohan begitu terkejut mendengar suara itu, ia buru-buru menengok dan lututnya terasa begitu lemas. “Mama?”

Bu Stefani berdiri di sana, menatap ke arah mereka semua dengan pandangan yang shock, wajahnya pucat serta tangannya gemetar. Seolah tidak mempercayai apa yang sudah dia dengar barusan.

“MAMA!!” Yohan berlari terseok saat wanita itu tiba-tiba terkulai jatuh ke lantai.  

***

Bu Stefani memang memiliki kondisi jantung yang lemah, sehingga tidak bisa jika mendengar sesuatu yang mengejutkan. Karena kejadian itu Bu Stefani harus dirawat di rumah sakit.

“Maaf, tuan. Tapi tidak bisa, semua aksesnya ditolak.”

Yohan meraih kembali semua kartunya itu dengan kasar, ia tidak bisa menggunakan apapun padahal ia butuh sejumlah uang untuk membayar rumah sakit Bu Stefani. Asuransi milik ibunya itu juga tidak bisa dipakai.

Bukan hanya itu, Yohan juga kehilangan atas semua fasilitas yang sudah dimilikinya selama ini, Pak Darius menarik kembali apapun yang sudah diberikan padanya termasuk uang kuliah.

“Perusahaan, mobil, dan rumah ini semua sudah atas namaku!” ujar Bu Fiona bersedekap tangan angkuh. “Kau dan ibumu tidak berhak untuk tinggal. Kalian harus angkat kaki!”

Yohan merasakan dunianya runtuh dalam sekejab, ia tidak ingin mempercayai Bu Fiona, namun faktanya selalu lebih mengejutkan. Pak Darius menikahi Bu Fiona karena harta saja.

Kelahiran Yohan sama sekali bukan rencana mereka. Bu Fiona benar, Yohan adalah anak yang tidak diharapkan oleh Pak Darius.

“Yohan!!” suara itu cukup keras sehingga membuat semuanya menengok. Terlihat Daniel berlari menghampiri Yohan dengan wajah yang panik.

“Ada apa?”

“Kau harus …, ikut aku ke rumah sakit. Ini tentang ibumu!” ujar Daniel yang seketika membuat raut wajah dari Yohan berubah. “Ada apa dengan mama?”

Daniel menggeleng, “Kita harus cepat!” lelaki itu kemudian segera berbalik dan mendahului pergi. Tentu saja Yohan tidak ingin membuang waktu dan berlari menyusul Daniel.

***

Tubuh Yohan seakan melemas, jantungnya berdetak dengan begitu kencang melihat sosok tubuh yang sangat ia cintai itu tertutup dengan kain putih, diam tanpa pergerakan apapun.

“Apa yang terjadi? Kenapa kalian ingin membawa mama?” tanya Yohan menatap Pak Darius, Bu Fiona dan orang lain di sana. Yohan tentu saja sudah tahu jawabannya, namun ia menolak untuk percaya.

Pak Darius kemudian mendekat, “Yohan, mama sudah pergi dengan tenang. Papa harap kau ikhlas, ya. Mama sudah tidak merasakan sakit lagi.”

Dengan cepat Yohan menangkis tangan ayahnya, “DIAM!! Aku tidak akan me-,” ucapan Yohan terhenti saat melihat kertas di tangan Bu Fiona, ia buru-buru merebutnya.

Dan amarah lelaki itu mendidih seketika, “Papa ingin menceraikan mama setelah menguras habis harta mama?” serunya. “Kalian membunuh mama!! Kalian pembunuh!”

“Yohan, papa bisa jelaskan. Ini semua tidak seperti yang kamu pikirkan.”

“LEPASKAN!” Yohan berontak, air matanya mulai mengalir. “KALIAN PEMBUNUH!! KEMBALIKAN IBUKU!!” bentaknya mendorong tubuh ayahnya dengan kasar.

Lelaki itu kemudian berhambur ke tempat Bu Stefani terbaring dan membuka kembali kain pembunuhnya, “Tidak!! Mama aku mohon buka matamu!! Mama!!”

“Nak Yohan, sabar, ya. Ibu anda mengalami serangan jantung yang fatal sehingga tidak bisa tertolong lagi.” Dokter mencoba menjelaskan.

 “TIDAK!! MEREKA MEMBUNUH MAMA!! AKU TAHU ITU!”

Bu Fiona geram. “Berhentilah merengek dan kita harus cepat mengkremasi tubuh ibumu itu!”

“MAMA TIDAK AKAN PERGI KE MANAPUN! AKU TIDAK MENGIZINKAN KALIAN MEMBAWA MAMA!!!”

Yohan memeluk Bu Stefani dengan air mata yang mengalir sangat deras. Ia tidak akan rela melihat tubuh orang yang ia sayangi dikremasi. Tidak akan pernah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status