Share

Akibat Mertua Gila Harta
Akibat Mertua Gila Harta
Penulis: Novia Ummu Zahra

Bab 1. Mertua Jahat

“Ratmi! Mi! Tolong aku!“ teriak Audrey dari toilet di dalam kamarnya.

Dia adalah istri Edwin dan kini sedang hamil sembilan bulan.

Seorang ART bernama Ratmi tergopoh-gopoh naik ke kamar utama. “Iya, Nyonya! Ada apa?“

“Sini, Rat! Bantu aku!“ teriak Audrey lagi.

Tanpa pikir panjang, Ratmi masuk dan mencari majikannya.

“Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun. Nyonya!“ Ratmi terbelalak melihat Audrey yang terjatuh di lantai kamar mandi.

Audrey mengaduh kesakitan. Beberapa menit kemudian, pingsan.

“Nyonya! Aduh, gimana ini?“ seru Ratmi dengan panik, apalagi dia melihat ada darah yang mengalir di punggung kaki majikannya, yang memakai celana panjang.

“Telepon Tuan Edwin!“ gumamnya sendiri, lalu menelepon tuannya.

Tak ada jawaban. Edwin sedang bekerja di kantor, karena dia adalah CEO PT. Makmur Sejahtera. Mungkin saja ponselnya sedang dalam mode hening.

“Ya Allah!“ Ratmi mondar-mandir.

“Apa minta bantuan Tuan Juna atau Nyonya Zofia, ya?“ gumam Ratmi, menyebut kedua orang tua Edwin.

ART itu segera turun, lalu menuju rumah Juna dan Zofia yang ada di samping rumah Edwin.

“Tuan Juna! Nyonya Zofia!“ teriak Ratmi, sambil memencet bel.

Seorang pria berbadan tegap, berusia mendekati kepala enam, membukakan pintu. “Sudah ada bel, tak perlu berteriak!"

Ratmi menunduk, merasa bersikap lancang. “Maaf, Tuan. Itu, Nyonya Audrey pingsan di kamar mandi. Saya tidak kuat membopong beliau sendiri."

Belum sempat Juna menjawab, terdengar suara langkah kaki bersepatu hak tinggi mendekati pintu.

“Siapa, Pa?"" tanya perempuan itu, yang tak lain adalah Zofia.

“I-itu. Nyonya Audrey pingsan. Ada darah yang keluar, mengalir di kakinya. Tolong bantu saya membantu beliau berbaring di ranjang. Apa mungkin, akan segera melahirkan?“ jelas Ratmi, sangat khawatir.

Juna dan Zofia tak menyukai Audrey, hanya karena Audrey berasal dari keluarga miskin. Mendengar kabar itu pun, hanya ditanggapi dengan santai.

“Oh. Kamu pikir, kami peduli? Mengganggu saja! Waktuku terbuang sia-sia, padahal sedang kerja dari rumah!“ kesal Juna, lalu melenggang ke dalam rumahnya.

Zofia menyunggingkan salah satu sudut bibirnya. “Tenang, Pa! Biar aku yang urus!"

'Mengapa mereka begitu tega pada menantunya sendiri, ya Allah?' batin Ratmi, sambil menatap heran pada Zofia yang membuka ponselnya.

“Halo, Bu Zofia!“ Terdengar sapaan dari seberang telepon.

“Galang! Ini gawat! Au-drey … Au-drey ….“ ujar Zofia, pura-pura panik.

Pria bernama Galang itu menjawab, "Ada apa dengan Audrey, Bu?"

“Sepertinya dia mau melahirkan. Tolong jemput dia, bawa ke rumah sakit! Edwin gak bisa dihubungi, sibuk di kantor. Kami sedang tidak ada di rumah,” jelas Zofia, berbohong.

Ratmi bertambah heran dengan ucapan nyonya besarnya.

“Baik, Bu. Saya akan segera ke sana,” jawab Galang.

Zofia tersenyum puas, lalu menutup telepon. "Kamu tunggu saja. Nanti ada temannya Edwin, namanya Galang, datang dan membawa Audrey ke rumah sakit. Pergi sana!“

Ratmi mengelus dadanya, lalu membatin, 'Ya Allah. Ada, ya, mertua jahat begitu!'

Dia segera menemui Audrey yang masih tak sadarkan diri, dan berusaha menyeretnya ke atas karpet tebal di samping ranjang, lalu memakaikan jilbab pada majikannya itu.

Setelah itu, Ratmi mengecek pakaian di dalam sebuah tas besar di dekatnya. Ternyata Audrey sudah menyiapkan semuanya jauh-jauh hari, dan sudah lengkap.

**

Galang mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dia sangat khawatir dengan keadaan Audrey, dan menganggap Edwin keterlaluan, sampai-sampai pekerjaan di kantor lebih penting daripada keselamatan istrinya.

“Tahu begitu, tidak kukenalkan Audrey pada Edwin! Seharusnya aku dulu yang menikahinya, pasti tidak ada kejadian seperti ini! Sayang sekali, terlambat menyadari perasaan cinta, setelah mereka sah menjadi suami-istri. Kau payah, Galang!“ umpatnya.

Tak lama kemudian, dia sampai di depan rumah Edwin. Galang memencet bel, dan Ratmi membukakan pintu.

“Aku Edwin. Di mana Audrey?“ kata Galang, panik.

“Nyonya ada di kamar. Ayo, Pak, cepat!" jawab Ratmi, lalu berlari menuju tangga.

Galang mengikutinya, lalu merasa terkejut sekaligus prihatin pada keadaan Audrey.

“Bantu aku mengangkatnya ke mobil!“ pinta Galang pada Ratmi.

ART yang mengenakan hijab itu mengangguk. Dia dan Galang bekerja sama mengangkat badan Audrey yang berat, perlahan menuruni tangga, lalu segera menuju mobil. Setelah Audrey berhasil didudukkan di jok mobil, Ratmi mengambil dua tas milik majikannya.

“Bismillaah. Selamatkan wanita yang akan berjuang melahirkan ini, ya, Allah,” doa Galang, lirih, saat mobil sudah setengah perjalanan.

Sampai di depan UGD sebuah rumah sakit, Galang dan Ratmi turun. Seorang perawat mendatangi mereka. Ratmi menceritakan kejadian di toilet tadi. Para tenaga kesehatan segera memindahkan Audrey ke ranjang pasien, untuk diambil tindakan.

“Silakan tunggu di luar, ya, Pak, Bu,” kata perawat tadi, sambil menutup pintu IGD.

Galang tampak mondar-mandir, sementara Ratmi duduk dengan perasaan gelisah.

**

Di kantor PT. Makmur Sejahtera, sebuah perusahaan yang memproduksi berbagai macam kue, Edwin baru selesai meeting bersama para bawahannya. Tiba-tiba, Sinta--kakak kandungnya sekaligus salah satu Manajer--menemuinya.

“Edwin! Bisa pinjam ponselmu sebentar? Punyaku low bat. Lupa tidak bawa charger. Aku harus menghubungi klien,” pinta Sinta.

CEO itu memberikan ponselnya tanpa ragu. “Pinjam saja, Kak. Setelah ini, aku mau bertemu investor. Mereka tidak mentolerir bunyi ponsel saat meeting.“

Sinta tersenyum, seraya menerima ponsel Edwin. “Oke. Terima kasih!"

“Sama-sama. Nanti setelah selesai, aku ambil lagi!“ pesan Edwin, lalu menuju ruangannya.

Sinta masuk ke ruangannya, dan mengunci pintu. Dia menonaktifkan ponsel Edwin, dan memasukkannya ke laci, lalu menelepon Zofia.

“Ma, aku sudah berhasil mendapatkan gawai milik Edwin,” lapor Sinta.

Zofia tersenyum licik. “Bagus, Sayang! Dengan begini, Ratmi atau Galang tak bisa menghubungi Edwin. Audrey akan semakin sengsara, melahirkan tanpa ada suami di sisinya!"

Sinta ikut tertawa. Mereka memang tidak suka pada Audrey.

“Aku akan kabari Joe, Ma. Dia pasti sangat senang, dan akan meningkatkan mood kerjanya,” sahut Sinta.

Zofia mengiyakannya, lalu menutup telepon. Sinta segera mengabari Joe, yang tak lain adalah suaminya. Joe juga seorang CEO, di PT. Jaya Sentosa, yang memproduksi minuman kemasan.

“Kamu cerdas, Sayang! Weekend nanti, aku kasih hadiah shopping!" kata Joe, di seberang telepon.

Sinta menyahut, “Makasih, Sayang. I love you!“

“I love you too," sahut Joe.

Mereka saling menutup telepon, lalu kembali bekerja.

Beberapa jam kemudian, Edwin selesai meeting, lalu menuju ruangan Sinta, untuk mengambil ponsel.

“Kak, sudah HP-nya?” tanya Edwin.

Sinta tersenyum, sambil mengembalikan gawai itu pada pemiliknya. “Sudah. Makasih banyak, ya. Pekerjaanku jadi tidak terbengkalai.“

Edwin tidak curiga sama sekali. “Sama-sama.“ Dia segera kembali ke ruangannya, lalu membuka ponsel.

“Hah? Audrey?“ Edwin kaget setengah mati melihat puluhan chat dari Ratmi yang memberitahukan keadaan istrinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status