Share

Tawaran Gila

Author: Astika Buana
last update Huling Na-update: 2025-01-08 21:10:21

Ada apa lagi ... ini!?

Aku dan Widya memang berteman dari sekolah, bahkan pernah bersahabat. Kemana-mana selalu bersama. Bahkan di sekolah pun juga duduk di satu meja. Tidak hanya di sekolah, di rumah kami sering bergantian tidur di rumahku atau di rumah Widya. Kebetulan rumah kami tidak jauh.

Kami pribadi yang sangat berbeda, tetapi kami bisa saling melengkapi dan menutupi kekurangan. Aku yang pendiam, kutu buku dan kurang bisa bergaul berbanding dengan Widya yang cerewet, banyak teman walaupun kurang pintar pada pelajaran.

Keakraban kami mulai retak, semenjak kami mengenal cinta monyet. Penyakit sahabat, jatuh cinta kepada laki-laki yang sama. Keretakan menjadi pecah setelah aku yang terpilih menjadi labuhan cintanya. Widya yang merasa lebih mempesona, menganggap ini penghinaan baginya. Kami tidak bersua tanpa ada kata perpisahan.

Cerita cinta dimulai, diiringi usainya cerita persahabatanku dengan Widya. Itu awal kisahku dengan Mas Danang yang sekarang menjadi mantri di Puskesmas kampung ini.

"Ada apa Widya?!" tanyaku heran. Sudah lama tidak bertemu walaupun hanya bertukar kabar, datang-datang menangis dan menawari bantuan. Bantuan apa?

"Kita bicara di kamar, yuk," ucapnya seraya menarikku ke dalam kamar, tempat kami dulu sering bercengkrama.

"Suti, maaf aku tidak pernah menanyakan kabar kepadamu. Tidak memperdulikan kamu, walaupun kamu selalu di hati ini. Maaf, aku tidak tahu kalau kamu berakhir seperti ini. Harusnya aku bisa menjagamu," ucapnya dengan menatapku iba, seperti ada penyesalan yang dalam di sana. Aku semakin bingung dibuatnya.

Memang, sejak kami bersama di sekolah dia seperti penjagaku. Aku yang polos, lebih tepatnya cupu sering menjadi sasaran olok-olokan teman lainnya. Kalau seperti itu, Widya dengan lantangnya akan menghadapi mereka.

"Suti, aku tahu kamu perempuan pintar yang sekarang meniti karir, tetapi jangan abaikan keluargamu. Bagaimanapun, tujuan menikah itu punya anak. Iya, kan?" 

Aku mengangguk menyetujui apa yang diucapkan, dan masih tidak mengerti arah tujuan pembicaraannya.

"Kalau kamu masih belum ingin memiliki anak, jangan mengambil jalan perceraian. Itu dilaknat Tuhan. Aku bisa membantumu," ucapnya dengan memegang kedua lenganku.

"Maksudnya?"

"Mungkin ini takdirku, kenapa belum menikah sampai detik ini. Suti, sahabatmu ini  bisa membantu memiliki anak tanpa kamu bercerai dengan suamimu," katanya yakin. 

Aku menyerngitkan dahi semakin tidak mengerti dengan apa yang dimaksud. Perceraian? 

Siapa yang akan bercerai?

"Kamu bicara apa,  Wid?"

"Aku bersedia jadi madumu, supaya kalian mendapatkan anak," ucapnya dengan tersenyum yakin. 

Jeder ...! 

Mataku membulat terkejut dengan tawaran gila ini. Dimadu dan rela berbagi suami tidak pernah terbersit dipikiranku. 

Satu lagi korban omong kosong di kampung ini. Widya, mantan sahabat melamar menjadi madu.

Gosip bergulir semakin liar, aku mencari madu untuk mendapatkan anak supaya tidak diceraikan suami.

Gila!

***

"Suti, kenapa Widya ke sini? Bukannya kalian sudah en, ya?" 

"Maksud Emak, end berakhir? Widya hanya bertanya kabar saja, Mak," jelasku tanpa memberi tahu yang sebenarnya terjadi. 

Jujur kepada Emak sama saja bicara curhat pakai toa musholla, satu kampung dengar. Cukup antara aku dan Widya yang meluruskan cerita bengkok ini, walaupun berakhir kesalahpahaman dengan Widya terulang kembali. 

"Kok dia mukanya cemberut. Sampai Pakde sapa saja, diem aja. Marahan lagi?" tanya Pakse Jangin.

" Ya biasalah, perempuan kalau sudah berumur tidak kawin-kawin, bawaannya sensi! Maklum perawan tua. Gitu aja, dia masih milih-milih. Minggu kemarin dilamar Parjo Hansip, dia tolak. Mbok ya diterima, tidak usah lihat karir yang penting kan laki-laki. Yo, to?" cerita Emak mulai gibahin orang.

Untung, aku tidak cerita kalau Widya ingin jadi maduku. Bisa jadi, Emak nerocos ngomel tiada henti.

"Sudah lah, Mak. Itu urusan dia. Kita kan tidak tahu isi hatinya. Jangan suka ngomingin orang, lah," ucapku tidak nyaman.

"Ah, Suti. Dari dulu tidak asik kalau di ajak cerita!" ucap Emak menggeloyor pergi ke luar rumah. Pasti ke tetangga sebelah, melanjutkan gibahan yang tertunda.

***

Klunting ....  Klunting ....

Panggilan cinta dari Mas Joni. 

VC.

Wajah suamiku terpampang di sana, dia sudah di rumah tepatnya di ruang kerja kami.

"Halo Mas Joni. Kok ngubungi lagi. Masih kangen?" 

"Always, Dek Tia. Mas di sini sendiri tidak enak. Seperti separuh jiwaku hilang," gombalan Mas Joni mulai beraksi. Pasti ini ada maunya.

"Ada apa? Jujur aja. Jangan ngegombal, aku sudah kenyang!" 

"Hehehe, tahu aja. Tolong cek email, ya. Daftar order Mr William. Sudah aku kasih note di sana. Nanti hubungi aku, ya."

"Iya." 

"Iyanya sambil tersenyum dong. My lovely honey bunny. Kiss bye, dong."

"Muach"

Layar ponselku menggelap sudah. Aku buka email, daftar order dan catatan dari Mas Joni.

What ...!

Hampir separuh dari order harus aku cari di kampungku ini dan beberapa di kampung sebelah. Artinya, masa tinggalku di perpanjang?

Aduh! Semoga tidak ada drama lagi, atau petualangan sebenarnya baru dimulai?

****

Extra part

Sesaat sebelum Widya keluar dari kamarku

"Widya, aku dengan Mas Joni baik-baik saja. Tidak ada rencana perceraian diantara kami. Kami tidak ada masalah. Aku tidak mencari madu, berfikir saja tidak," terangku kepada Widya. Tangannya yang semula memegang kedua lenganku, seketika luruh. Wajah yakinnya lenyap, terganti ekspresi yang mengeras.

"Suti, aku meletakkan egoku demi menolongmu, dan kamu menolakku? Kurang apa aku ini. Cantik, putih, sexy!" 

"Widya, kamu salah paham," ucapku dengan menggapainya. Tanganku ditepisnya dan dia berdiri.

"Ini penghinaan untukku!" desisnya dan langsung keluar dari kamarku.

Aarrgg .... 

Stres, aku!

********

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Kawatirnya Mas Joni

    Katanya kalau wanita seperti aku sekarang ini pasti dimanja suami. Namun, yang aku rasakan justru omelan dan anjuran yang bikin kepala semakin pusing. Alih-alih merasa dimanja, aku justru seperti dipenjara.“Jangan loncat!”“Awas kesandung. Tunggu sebentar batunya Mas sisihkan.”“Hati-hati!”Dan, peringatan-peringatan yang lain. Rumah biasanya tenang, sekarang berisik.Kemerdekaanku terasa dirampas tuntas. Kebiasaanku yang suka berkelana dengan motor kesayanganku pun tidak diizinkan lagi. “Jangan naik motor. Berbahaya! Mas antar pakai mobil.”Tidak hanya itu, kesukaanku jajan rasa micin pun tidak diperbolehkan lagi. Aku hanya bisa menelan ludah menatap pedagang cilok yang mengguyur saus kacang dan sambal super pedas.“Tahan, Dek. Mulai sekarang harus makan makanan sehat. Karena makananmu itu lah yang nantinya untuk bayi kita. Hindari yang banyak mengandung micin apalagi bahan pengawet dan bahan sintetis,” ucapnya sambil memalingkan wajah ini dari jendela mobil.Ingin rasanya menyelina

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Tuduhan yang Bisa Terkabul

    Walaupun di Bali itu everyday is holiday, tapi bagi kami tetap hari minggu lah hari kemerdekaan. Gimana, wong kami di sini untuk bekerja dan malah sampai lembur-lembur.Seperti minggu-minggu kemarin, selain mengurus pekerjaan juga disibukkan menyiapkan kebutuhan si Eliana nya Jonathan. Sekarang semua sudah aman. Tempat tinggal sudah lumayan nyaman, dengan pembantu dan Jonathan menyewakan mobil bulanan.“Pokoknya Mas Joni, ya. Kita hanya bantu Jonathan sebatas itu saja. Aku tidak mau lagi urusan dengan pasangan selingkuh!” ucapku sambil menyelusup di ketiaknya, tempat ternyaman bagiku. Usai subuhan tadi, kami pun bergelung kembali sampai sinar matahari menyelusup dari sela-sela tirai. “Iya, Dek Tia. Aku mengerti. Tapi kita juga menyelesaikan kewajiban yang sudah dibayarkan Jonathan.”“Tapi, Mas. Pekerjaan ini bertentangan dengan hati nurani. Terkesan kita mendukung orang kumpul kebo. Ogah aku.”“Ya, anggap saja kita handle tamu bule. Kita kan juga tidak tahu yang dibawa itu istrinya

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Bab. Pamali

    Benar kata orang, kalau kebohongan akan memicu kebohongan lain. Aku harus bersandiwara bak artis saja. Walaupun itu membuatku cepat lapar. Emak begitu antusias mengatur ini dan itu. Ada saja yang disarankan tapi tidak masuk di otakku. Secara logika kok aneh.“Pokoknya yo, Nduk. Orang hamil itu ada pamali yang tidak boleh dilanggar. Ini wejangannya simbah dulu. Jangan duduk di depan pintu, jangan keluar malam, terus kalau ada baju yang sobek tidak usah dijahit.”“Loh, kenapa, Mak?” Dahiku berkerut. Aku yang mempunyai kesukaan baju tertentu, walaupun lusuh tapi membuatku nyaman. Bahkan sobek sana-sini pun aku belani jahit sendiri.“Kenapa? Kamu lebih sayang celana batikmu yang tembelan itu ketimbang anakmu, hah? Buang sana, beli lagi di pasar banyak!”“Bukan gitu, Mak. Maksudku apa hubungannya.”Wajah Emak di layar ponsel terlihat tegang, dia menoleh kanan-kiri sebelum mendekat dan berbisik. “Ini dipercaya menyebabkan bayinya cacat,” ucapannya berhenti untuk mengetuk meja tiga kali, “a

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Semangatnya Emak

    “Emak tadi nelpon? Aku….”“Alhamdulillah, Nduk! Akhirnya apa yang Emak inginkan terkabul! Sudah tidak sabar Emak menggendong cucu.” Perkataanku terpotong oleh Emak. Aku menghela napas menuai sabar.Kebiasaan.“Mak. Emak jangan salah----”“Kamu ini bagaimana, sih. Tidak ada yang salah kalau orang tua itu bangga. Kamu tahu tidak, selama ini kalau arisan Emak itu mlipir kalau orang-orang cerita bagaimana lucunya cucu mereka. Diem saja, la wong apa yang diceritakan. Tapi sekarang kan lain. Emak sudah ___”“Salah paham, Mak. Perlengkapan bayi yang kita belanja itu bukan---”“Iya, Emak mengerti. Bukan pemborosan, kok. Biasa kalau anak pertama itu ingin beli ini dan itu. Wajar. Tidak apa-apa lanjutkan saja. Yo wes, Emak mau metik bayam untuk urap-urap, bikin selamatan cucu,” sahutnya kemudian layer ponsel menggelap sebelum aku menjawab.“Gimana Emak, Dek?” tanya Mas Joni yang sedari tadi memperhatian perkacapan lewat telpon ini. Aku menggeleng dan menaikkan kedua bahu.“Emak mikirnya aku ham

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Merasa

    Sesekali aku mengelus perutku yang berisi karena kekenyangan. Dari hari ke hari tidak ada perubahan. Perut membuncit selalu karena makanan.Awal menikah dulu, aku sampai menyetok alat test kehamilan dengan berbagai merk. Katanya, kalau menikah biasanya langsung hamil. Hampir setiap bulan aku menjalankan test dan hasilnya zonk.Kapan aku bisa mendapat kepercayaan mendapat momongan? Kenapa orang lain dimudahkan? Malah yang tidak mengharapkan diberi kepercayaan berkali-kali. Pertanyaan senada berkutat dan berujung kata tidak adil.“Sabar, Dek Tia. Tuhan bukan tidak percaya sama kita, tapi kita dikasih kesempatan untuk pacaran,” ucap Mas Joni setiap aku merasa putus asa. Terlambat haid bukan karena hamil, tapi karena siklus yang tidak normal.“Apa aku ada masalah, ya?” tanyaku merasa kawatir. Mungkin saja aku tidak mampu menghasilkan sel telur yang sehat, sehingga proses pembuahan pun tidak berhasil.“Jangan terlalu dipikirkan. Banyak faktor yang menjadikan usaha kita belum berhasil. Bisa

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Kita yang Urus

    Mengurusi anak ABG yang puber itu susah, tapi lebih rumit menyelesaikan masalah lelaki yang katanya puber ke-dua.Kata Mas Joni, Jonathan itu dari masa sekolah terkenal anak yang rajin, patuh, dan tidak neko-neko. Jauh dari kata nakal.“Tapi pacarnya banyak,” sahutku.“Boro-boro pacarana, Dek. Temenan sama cewek saja bisa dihitung jari. Dia itu kalau pas istirahat sekolah, bukannya ke kantin atau nongkrong tapi ke perpustakaan. Entah apa yang dipelajari sampai bisa dikibuli cewek.”“Nah itu, Mas. Teori bisa dikalahkan pengalaman.”“Bener juga. Ayoook kita berangkat!”Kami pun pergi untuk survey villa yang akan dihuni buaya wanita itu. Aku sebut pelakor atau wanita simpanan kok rasanya tidak tepat. Dia kan bukan kekasih yang disembunyikan karena pacarana, tetapi wanita sewaan yang kebetulan kecelakaan.Aduh! Bingung mikirnya.Beberapa tempat sudah kami kunjungi. Belum ada yang pas sesuai keinginan wanita itu dan cukup dengan budget yang disebutkan Jonatahan. Memang teman Mas Joni itu b

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status