Aksa berada di sebuah gudang tua yang tidak terpakai. Gudang tua yang sudah dipenuhi oleh sampah-sampah. Ia kemari karena selalu melihat tempat ini di mimpinya. Sudah 5 hari ia mencari gudang ini, dan akhirnya ketemu.
Ia melangkah ke bagian paling dalam dari gudang tersebut. Karena masih siang dan atap-atap gudang ini bolong-bolong Aksa tidak perlu khawatir akan kegelapan. Ia melihat sekitar, walau tidak begitu mirip dengan gedung yang ada di mimpinya, tetapi ia yakin kalau ini adalah gedung yang selama ini ia cari.
Saat Aksa sedang melihat keadaan sekitar, tiba-tiba kakinya menendang sebuah benda. Aksa melihat benda tersebut dengan seksama. Sebuah flashdisk yang dikemas di dalam sebuah plastik bening.
Tiba-tiba terdengar banyak suara langkah kaki, dengan cepat Aksa mengambil flashdisk tersebut lalu bersembunyi di dalam sebuah tong. Suara langkah kaki itu semakin terdengar jelas, pertanda kalau mereka berada di dekatnya.
"Sial! Kita kehilangan Flashdisk itu, kalau diambil orang lain, tamat riwayat kita."
Suara orang itu terdengar serak, seperti orang yang sudah berumur 20 tahun lebih. Aksa meremas flashdisk tersebut dengan erat. Ia yakin flashdisk ini ada hubungannya dengan mimpinya selama ini. Jadi, ia tidak menyerahkan flashdisk ini kepada orang lain.
"Nanti malam kita rubuhkan gedung ini, biar nggak ada yang nemuin flashdisk itu."
Aksa tidak tau kalau dengan menyimpan flashdisk itu, bisa membuatnya dalam masalah besar. Masalah yang akan merambat ke geng-geng motor yang ada di lingkungan.
Flashdisk itu bisa memberi tau Aksa tentang semuanya hal yang selama ini menjadi beban pikirannya. Tentang kematian ketua Heaven dan tentang siapa orang yang pernah mengendalikan tubuhnya saat ia bertarung melawan butterfly.
Setelah sekian lama Aksa bertahan di dalam sebuah tong, akhirnya orang-orang itu pergi dari gedung ini. Aksa keluar dari tong lalu berlari ke pinggir gudang. Ia melihat mobil baru saja melenggang pergi meninggalkan gudang tersebut. Ia akan mengingat mobil tersebut, karena mobil itu bisa menjadi petunjuk untuknya.
Aksa menyimpan flashdisk tersebut di kantong bajunya. Lalu berjalan keluar dari gedung tersebut. Tetapi, saat ia kira keadaannya sudah aman, ternyata salah besar. Ada satu orang dari jauh sedang mengawasinya.
Aksa hanya berjalan seperti biasa. Berusaha agar tidak menampilkan gelagat yang mencurigakan. Ia melenggang pergi dari area gedung. Ia tau kalau orang yang mengawasinya tadi akan memberikan sebuah masalah, tetapi ia hanya bersikap bodo amat.
*****
Aksa menghembuskan nafas kasar, saat ia melihat ada senior perempuannya sedang berkunjung ke toko roti Ibunya. Bukan cuma itu, seniornya itu sedang bersenda gurau dengan Fitri. Ia tidak tau pasti apa yang mereka bicarakan, tetapi ia yakin kalau mereka sedang membahas tentang dirinya.
Aksa tetap memutuskan untuk masuk ke dalam toko, walau sebenarnya ia sangat malas bertemu dengan seniornya itu. Ia langsung menghampiri Fitri, walau terpaksa ia tetap menunjukan senyumannya. Ia tidak ingin Fitri tau kalau ia tidak suka dengan keberadaan Pitaloka.
"Pas banget kamu udah datang. Temenin Pitaloka, ibu mau bikin roti dulu," ucap Fitri. Ia langsung berdiri lalu meninggalkan Aksa dan Pitaloka.
Setelah Fitri pergi, Aksa pun duduk di kursi depan Pitaloka. Ia memandang Pitaloka dengan perasaan curiga. Karena, tidak mungkin seorang perempuan berpenampilan sangat rapi hanya untuk membeli sebuah roti.
"Gimana? Gua cantikan?" tanya Pitaloka. Ia sengaja berpenampilan rapi agar bisa menarik perhatian Aksa.
"Jujur. Anda lebih cantik jika tersenyum dari pada berpakaian seperti ini. Cantik anda natural, jadi walau menggunakan pakaian biasa, Anda pasti akan tetap kelihatan cantik," jawab Aksa.
Aksa tersenyum tipis saat melihat Pitaloka tiba-tiba menunduk setelah mendengar ucapannya. Ia sangat menikmati saat-saat seniornya tersipu malu.
Sedangkan, Pitaloka masih menunduk sambil tersenyum. Ini berbeda dengan rencana awalnya. Ia ke sini untuk melihat Aksa tersipu malu saat kepergok menikmati kecantikannya, tetapi kenapa sekarang malah ia yang tersipu malu.
"Langsung ke intinya saja. Anda ke sini bukan hanya untuk sekedar membeli kue kan?" tanya Aksa. Ia tidak suka berbelit-belit, ia tau benar dengan sifat-sifat orang seperti Pitaloka.
Pitaloka tersenyum mendengar itu. Ia sebenarnya ingin sedikit berbasa-basi agar Aksa tidak meninggalkannya begitu cepat. Tetapi, ternyata laki-laki itu sendiri yang langsung memintanya untuk to the point.
"Gimana? Lo mau jadi ojek pribadi gua?" tanya Pitaloka.
"Harus berapa kali saya bilang. Saya nggak mau," jawab Aksa.
"Semester depan lo butuh banyak uang buat biaya sekolah, dan gua tau kalau lo nggak akan tega minta semua biaya itu ke ibu lo."
"Anda lupa kalau saya adalah murid beasiswa?"
"Beasiswa hanya akan memberi keringanan 50%, jadi lo masih perlu 50% lagi untuk melunasi semuanya."
"Kenapa Anda begitu memaksa saya untuk jadi ojek pribadi Anda?"
"Gua cuma pengen sedikit bermain dengan lo."
"Anda terlalu sering mempermainkan orang lain, hati-hati dengan karma."
"Kenapa? Lo khawatir gua kena karma?"
Aksa merasa kalau otak seniornya itu bermasalah. Jelas-jelas kalimat yang ia ucapkan itu kalimat peringatan bukan kalimat khawatir. Ia menggeleng pelan, sebagai tanda kalau ia tidak mengkhawatirkan seniornya itu.
"Boleh saya tanya satu hal?" tanya Aksa.
"Apa?"
"Anda berniat menjadikan saya pelampiasan bukan? Anda berniat menjadikan saya menjadi pengganti Cakra bukan?" tanya Aksa secara beruntun.
"Lo lebih pinter dari yang gua pikirkan," jawab Pitaloka. Ia tidak berpikir kalau Aksa bisa menebak dirinya sejauh itu. Ia semakin tertarik menjadikan Aksa sebagai pelampiasannya.
"Lebih baik Anda jauhi saya."
"Lo nggak berhak nentuin itu."
"Saya nggak mau ngejalanin hubungan beda agama."
Aksa tau rasa betul gimana rasa sakitnya ngejalanin sebuah hubungan beda agama. Rasa perihnya saat tidak diizinkan oleh orang tua untuk menjalani hubungan tersebut. Luka itu masih terasa di hati Aksa, dan ia tidak ingin merasakan luka itu untuk kedua kalinya.
"Kenapa? Kita punya Tuhan, jadi kita hanya perlu ngejalanin, kalau lo cemas sama hal akan terjadi berarti lo nggak percaya dengan takdir Tuhan."
Pitaloka mungkin orang yang tidak begitu taat dalam beribadah, tetapi bukan berarti ia bukan orang yang tak percaya dengan takdir Tuhan. Ia sangat percaya kalau di dunia ini semuanya sudah diatur oleh sang pencipta, makanya ia menjalani semua kegiatannya tanpa mencemaskan apapun. Ia tidak pernah takut akan hal yang terjadi, karena ia tau kalau Tuhan tidak akan memberikan sebuah cobaan yang tidak bisa dilalui oleh hambanya.
"Takdir Tuhan itu semuanya indah,
cuma cara penyampaiannyaaja yang berbeda,""Sa, lo dicariin tuh," ucap Raka sambil melihat ke arah seorang perempuan yang berdiri di depan kelas. Ia tidak berani menunjuk perempuan itu, karena ia tau perempuan itu adalah orang yang paling ditakuti di sekolah ini.Perlahan Aksa mulai membuka matanya. Dengan perasaan kesal ia mengucek matanya. Setelah itu ia melihat ke arah seorang perempuan yang berani-beraninya mengganggu waktu tidurnya. Dan, ia langsung menghela nafas panjang setelah tau siapa perempuan itu."Sebaiknya lo bicara di luar, semuanya udah ketakutan," ucap Raka dengan suara kecil, agar perempuan yang sedang ia bicarakan tidak mendengar ucapannya.Kehadiran perempuan itu menghadirkan sebuah rasa takut kepada semua orang yang ada di sekitarnya. Rasa takut akan ditindas, dibentak, dan segala hal yang paling ditakutkan oleh para murid lain. Bahkan hanya dengan sebuah tatapan dari perempuan itu bisa membu
Pitaloka tersenyum saat melihat Gino sudah pulang ke rumah. Ia menyambut kedatangan Gino dengan senyuman dan pelukan. Ia sangat ingin mendengar berita baik dari hasil pertemuan Ayahnya dengan Aksa."Gimana, Yah?" tanya Pitaloka dengan semangat.Sudah lama Gino tidak melihat Pitaloka sesemangat ini, ia bahagia karena bisa melihat senyuman Pitaloka walau senyuman itu, dan ia akan berusaha agar senyuman itu tidak pernah pudar dari wajah putrinya itu."Dia setuju, jadi mulai besok pagi kamu akan diantar kemanapun kamu mau sama dia," jawab Gino dengan perasaan lega, karena hasil dari pertemuannya dengan Aksa berakhir dengan hasil yang ia inginkan."Makasih, Yah," ucap Pitaloka sambil memeluk Gino dengan erat."Sama-sama."Kebahagiaan menurut Gino adalah saat ia bisa melihat putri semata wayangnya tersenyum. Walau, tanpa sosok
Pagi hari yang sangat menyibukkan. Mulai pagi hari ini jadwal rutinitas Aksa bertambah, karena ia harus menjemput Pitaloka dulu sebelum ia berangkat sekolah.Aksa memandang rumah Pitaloka sedari tadi. Ia menunggu perempuan itu keluar dari singgasananya, tetapi batang hidungnya tak kunjung kelihatan.Pandangan Aksa beralih ke arah seseorang yang baru saja keluar dari gerbang rumah. Ia sempat berharap kalau orang tersebut adalah Pitaloka, tetapi harapannya pupus saat ia melihat kalau orang tersebut adalah Bapak-bapak."Nggak mungkin juga, makhluk secantik Pitaloka berubah jadi Bapak-bapaknya kumisan," gumam Aksa dengan pelan agar orang yang sedang ia bicarakan tidak mendengar ucapannya.Seketika Aksa langsung ketakutan saat melihat Bapak-bapak tersebut mendekat ke arahnya. Ia takut kalau orang tersebut mendengarkan ucapannya lalu mengamuk. Jantungnya
Aksa sudah berada tepat di sebuah gudang kosong yang sering disebut oleh warga sekitar dengan sebutan 'Markas Iblis'. Sebuah markas para iblis yang paling ditakuti di kota ini. Tidak ada orang asing yang bisa selamat setelah masuk ke dalam gudang tersebut. Karena gudang tersebut memiliki penjaga, yaitu para anggota Laskar.Ia tau kalau sudah ada beberapa orang yang mengawasinya dari atas gedung. Tetapi, ia hanya berlagak biasa saja. Ia masuk ke dalam gudang tersebut. Sesekali ia menghentikan langkahnya saat ia merasakan ada orang yang mengikutinya, tetapi saat ia melihat ke arah belakang tidak ada seorang pun di sana."Waktunya lo muncul," ucap Aksa sambil memejamkan matanya.Ia sudah handal dalam memanggil jiwa Evan yang tertidur di dalam tubuhnya. Ia sudah bisa mengatur kapan ia harus bertukar dan kapan harus muncul. Dan ia pun sudah tau kalau la
Dipertandingan tadi tidak ada menyangka kalau Aksa akan mengalahkan Elvano. Jadi mau tidak mau para anggota Laskar harus memanggil semua mantan anggota Heaven, kecuali geng para anggota Salamander.Sekarang semuanya sudah berkumpul di ruang tengah gedung. Semua anggota berdiri di pinggir, sedangkan para ketua berdiri di tengah-tengah ruangan."Jadi? Kenapa lo manggil kita ke sini?" tanya Putra sambil memandang Elvano.Bagas Putra Prakasa. Ia adalah ketua geng yang bernama Natch. Nama geng tersebut diambil dari sebuah bahasa Jerman yang berarti malam. Putra terkenal dengan gerakannya yang sangat cepat. Dan ia memiliki satu kelebihan lagi, yaitu ia adalah anak indigo. Ia juga punya satu temen dari sebangsa makhluk halus yang bernama Zilka.Dulu saat ia mengungkapkan kalau dirinya anak indigo semua orang menertawainya. Tetapi, saat itu juga Evan datang
Pertandingan persahabatan diadakan hari ini. SMA Nusa Bangsa lah yang akan menjadi tuan rumah, karena mereka lah yang memenangkan pertandingan sebelumnya.Semakin lama semakin banyak orang berdatangan ke SMA Nusa Bangsa. Sekarang semua murid sudah berbaur dengan murid-murid SMA lainnya. Sekarang hanyalah seragam yang membedakan mereka.Seperti biasanya, pertandingan yang akan diselenggarakan adalah pertandingan voli, basket, badminton, cerdas cermat, dan lain-lainnya. Karena acaranya yang begitu banyak pembelajaran hari ini pun ditiadakan, agar para siswa fokus melihat pertandingan dan menyemangati para atlit.Ketika ada pengumuman bahwa pertandingan hampir dimulai, para suporter pun langsung menempatkan diri. Mereka menyanyikan yel-yel sekolah sekeras mungkin, memberikan semangat kepada atlit mereka masing-masing, dan begitu banyak lagi.Acara yang sangat ditunggu-tunggu oleh para kepala sekolah. Karena, acara ini
Semua anggota Natch sedang berkumpul di sebuah warung kecil di dekat SMA Pelita. Mereka sedang menghabiskan waktu bersama, cuma sekedar bercerita, bermain kartu, dan ada juga yang sedang tidur di sebuah kursi panjang.Tetapi, semua kegiatan itu berhenti ketika Beno datang membawa sebuah informasi tentang geng Dixie. Laki-laki itu bercerita tentang ada sebuah geng motor yang tiba-tiba menyerang geng Dixie.Sebuah berita yang cukup menarik banyak perhatian para anggota Natch. Bagas hanya tersenyum tipis mendengar itu, karena ia tau siapa kelompok yang berani-beraninya menyerang Dixie. Ia melihat ke arah langit. Memikirkan apa yang harus ia lakukan sekarang. Apa ia diharus diam saja, atau kah ikut membantu Dixie."Kalau gua biarin, pasti Nova akan ngamuk dan bunuh orang. Kalau gua ikutan pasti anggota gua akan terluka." suatu pilihan yang sulit bagi P
Semua anggota Laskar dan Natch sudah berkumpul di markas Heaven. Mereka berkumpul untuk membahas tentang pertarungan. Sekarang, semua keputusan ada di tangan Putra, Elvano, dan Aksa."Kita masih punya 5 menit," ucap Putra. Waktu mereka sedikit untuk membuat sebuah taktik agar bisa memenangkan pertarungan kali ini."Kita nggak bisa berangkat, kalau rencana belum ada," sahut Beno. Tadi, ia sempat memikirkan rencana, tetapi ia tidak yakin kalau rencana itu bisa berhasil."Langsung eksekusi, kita nggak punya banyak waktu untuk berdiskusi." Elvano sudah tidak bisa merancang strategi, makanya itu ia mengusulkan untuk langsung bertarung saja.Tiba-tiba ada satu buah truk berjenis Colt Diesel Engkel berwarna hitam datang. Di dalam bak tersebut terdapat banyak orang."Geng Devil," gumam Laskar.Geng Devil.