Pitaloka sekarang sedang berada di balkon kelasnya. Ia menutup mata sambil menikmati setiap hembusan angin yang berhembus. Perlahan ia membuka mata, seiring dengan hembusan angin yang mulai perlahan menghilang. Matanya tertuju kepada salah satu orang murid yang sedang duduk di bawah pohon.
"Wajah lama," ucap Pitaloka. Ia melihat seksama muka laki-laki tersebut. Walau dari kejauhan masih terlihat jelas bentuk wajah laki-laki itu. Ia sangat ingin berada di samping itu lalu menyenderkan kepalanya di bahu laki-laki itu.
"Kayaknya ada yang belum move on nih," sindir Azkia sambil berdiri di kiri Pitaloka. Ia tau kalau Pitaloka masih mencintai Cakra, tetapi ia juga tidak bisa membiarkan sahabatnya itu terus-menerus bersedih.
"Apa gua salah kalau masih cinta sama dia?"
"Entah lah, tapi gua akan langsung bertindak kalau lo mulai deketin Cakra lagi. Gua nggak mau lo jadi alatnya." Azkia masih ingat betul saat-saat itu. Di saat sahabatnya diperlakukan seperti alat oleh Cakra. Sebuah masa yang sangat ia benci.
"Maaf, bukanya gua nggak mau lo jadiin si Aksa sebagai pelampiasan. Tapi, gua nggak suka sama sifat dia," sahut Fanny.
"Gua tau kalau lo khawatir sama gua. Tapi, ini hidup gua, jadi lo nggak berhak ngatur perasaan gua."
"Oke! Gua kasih satu kesempatan. Tapi, kalau dia bikin lo nangis, gua langsung bertindak."
Fanny mungkin akan menyesali perkataannya tadi. Tetapi, ia juga tidak bisa membiarkan Pitaloka selalu berada dalam bayang-bayang Cakra. Ia ingin Pitaloka melupakan Cakra, tetapi ia juga tidak mau kalau Pitaloka dekat dengan Aksa.
"Kalau emang ini jalan satu-satunya, gua ikhlas," gumam Fanny. Ia tidak akan membiarkan satu tetes air mata jatuh begitu saja dari mata Pitaloka. Ia tau seberapa berat beban hidup yang sedang ditanggung oleh Pitaloka. Ia ingin dengan kehadirannya di hidup Pitaloka bisa membuat beban-beban perempuan itu sedikit ringan.
*****
Bel pulang sekolah telah berbunyi. Semua murid langsung berhamburan keluar dari kelas mereka masing-masing. Ada yang langsung menuju parkiran untuk mengambil kendaraannya, dan ada juga yang langsung ke depan sekolah untuk menunggu jemputan.
Pitaloka masih duduk di atas motor matic. Tentu saja itu bukan motornya. Ia duduk di atas motor itu agar ia bisa bertemu dengan sang pemilik motor tersebut. Ia tau kalau ini adalah satu-satunya cara agar ia bisa bertemu dengan laki-laki itu.
Ternyata rencana berhasil. Ia melihat satu sosok laki-laki sedang berjalan ke arahnya. Laki-laki yang sudah ia tunggu selama 5 menit. Ia tersenyum melihat laki-laki itu sudah berada tepat di depannya.
"Berani-beraninya lo telat," ucap Pitaloka sambil berdiri.
"Emang kita punya janjian?" tanya Aksa. Seingatnya ia tidak memiliki janji dengan senior perempuannya itu. Tetapi, kenapa seniornya itu sekarang berada di dekat motornya.
"Harus berapa kali gua bilang. Lo itu tukang ojek pribadi gua."
"Ngaco, saya nggak pernah ngelamar kerja jadi ojek pribadi Anda."
"Hmm, apa lo yakin mau nolak pekerjaan ini," ucap Pitaloka sambil mendekatkan kepalanya ke kepala Aksa.
"Saya sama nggak tertarik dengan penawaran yang Anda tawarkan."
"Gua tau lo lagi butuh uang buat biaya sekolah, sama keperluan toko," bisik Pitaloka di telinga Aksa. Ia tersenyum puas saat melihat Aksa diam terpaku. Tak ada hal yang paling menyenangkan selain melihat orang lain terkejut.
"Saya nggak butuh rasa kasihan Anda," bisik Aksa di telinga Pitaloka. Ia tidak suka kalau ada orang lain merasa kasihan padanya. Selagi ia masih punya kekuatan untuk berdiri, ia akan berusaha sendiri tanpa pertolongan belas kasih seseorang.
"Lo bisa pikir-pikir dulu, pokoknya sekarang lo anterin gua."
Aksa hanya bisa pasrah, ia tidak ingin melanjutkan perdebatan dengan seniornya itu. Ia memilih untuk mengantar seniornya itu, dari pada harus berdebat tidak jelas.
"Pakai," ucap Aksa sambil menyodorkan sebuah helm ke Pitaloka.
"Kalau gua pakai ini, lo pakai apa?" tanya Pitaloka. Ia tau kalau Aksa hanya membawa satu helm, jadi jika ia memakai helm ini, berarti Aksa tidak mengenakan helm.
"Kepala saya lebih keras dari pada kepala Anda," ucap Aksa sambil memasangkan helm ke kepala Pitaloka. Tangannya masih sibuk mengunci tali helm.
Saat selesai ia menjauhkan tangannya dari kepala Pitaloka. Saat itu juga ia sadar kalau Pitaloka sedang memandanginya. Mereka saling bertatapan hingga beberapa detik, dan akhirnya Aksa memilih untuk menghadap ke arah lain.
"Besok-besok kalau mau gonceng, bawa helm sendiri," ucap Aksa sambil menutup kaca helm yang digunakan Pitaloka.
"Gua kira lo orangnya nggak pekaan," sindir Pitaloka.
"Anda bilang seperti itu, karena Anda belum tau sedikit pun tentang saya," ucap Aksa sambil naik ke motornya.
"Kalau gitu, kasih tau gua semua tentang lo," ucap Pitaloka sambil naik ke motor Aksa.
"Saya nggak tau alasan Anda mendekati saya apa, tapi lebih baik Anda tidak terlalu dekat dengan saya."
"Kenapa? Lo takut baper ya,"
"Saya nggak mungkin suka sama Anda."
"Kenapa nggak suka? Gua cantik, gua kaya, body gua lebih bagus dari semua perempuan yang pernah lo temuin. Kurang apa gua coba?"
"Baru pertama kali ini, saya bertemu dengan orang yang muji dirinya sendiri."
"Kan emang benar."
"Iya, semua yang Anda katakan benar, tapi Anda kekurangan satu hal, yaitu senyuman."
"Apa pentingnya senyuman?"
"Sangat penting, bahkan saya bisa saja jatuh cinta kepada Anda, jika saya melihat senyuman Anda."
Pitaloka tersenyum mendengar itu. Ia tidak tau apa yang membuat senyumannya merekah. Tetapi, ia benar-benar bahagia mendengar perkataan Aksa. Mungkin itu hanyalah ucapan simple, tetapi belum tentu bisa membuat Pitaloka sebahagia sekarang.
"Kalau gua tersenyum terus, lo bakal cinta sama gua?"
"Enggak akan, saya nggak mau cinta sama perempuan yang masih menunggu orang di masa lalunya kembali," ucap Aksa sambil melajukan motornya. Ia tau benar kalau Pitaloka masih sangat mencintai Cakra, karena itulah ia ingin sebisa mungkin jaga jarak dengan perempuan yang sedang ia bonceng, agar perasaan cinta tidak tumbuh.
Aksa tau kalau sebanyak apapun dirinya menolak keberadaan Pitaloka, tetap saja Pitaloka akan terus mengganggu hidupnya. Ia tidak ingin merasakan cinta lagi. Baginya sudah cukup perempuan itu saja yang pernah menghadirkan warna dalam hidupnya. Ia ingin menutup hatinya agar dirinya tidak melupakan perempuan itu. Ia tidak rela kalau semua kenangan bersama perempuan itu tergantikan dengan kehadiran Pitaloka di hidupnya.
Kamu terlihat cantik ketika tersenyum
Jadi, kamu tau harus apa sekarang?Aksa berada di sebuah gudang tua yang tidak terpakai. Gudang tua yang sudah dipenuhi oleh sampah-sampah. Ia kemari karena selalu melihat tempat ini di mimpinya. Sudah 5 hari ia mencari gudang ini, dan akhirnya ketemu.Ia melangkah ke bagian paling dalam dari gudang tersebut. Karena masih siang dan atap-atap gudang ini bolong-bolong Aksa tidak perlu khawatir akan kegelapan. Ia melihat sekitar, walau tidak begitu mirip dengan gedung yang ada di mimpinya, tetapi ia yakin kalau ini adalah gedung yang selama ini ia cari.Saat Aksa sedang melihat keadaan sekitar, tiba-tiba kakinya menendang sebuah benda. Aksa melihat benda tersebut dengan seksama. Sebuah flashdisk yang dikemas di dalam sebuah plastik bening.Tiba-tiba terdengar banyak suara langkah kaki, dengan cepat Aksa mengambil flashdisk tersebut lalu bersembunyi di dalam sebuah tong. Suara langkah kaki itu semakin terdenga
"Sa, lo dicariin tuh," ucap Raka sambil melihat ke arah seorang perempuan yang berdiri di depan kelas. Ia tidak berani menunjuk perempuan itu, karena ia tau perempuan itu adalah orang yang paling ditakuti di sekolah ini.Perlahan Aksa mulai membuka matanya. Dengan perasaan kesal ia mengucek matanya. Setelah itu ia melihat ke arah seorang perempuan yang berani-beraninya mengganggu waktu tidurnya. Dan, ia langsung menghela nafas panjang setelah tau siapa perempuan itu."Sebaiknya lo bicara di luar, semuanya udah ketakutan," ucap Raka dengan suara kecil, agar perempuan yang sedang ia bicarakan tidak mendengar ucapannya.Kehadiran perempuan itu menghadirkan sebuah rasa takut kepada semua orang yang ada di sekitarnya. Rasa takut akan ditindas, dibentak, dan segala hal yang paling ditakutkan oleh para murid lain. Bahkan hanya dengan sebuah tatapan dari perempuan itu bisa membu
Pitaloka tersenyum saat melihat Gino sudah pulang ke rumah. Ia menyambut kedatangan Gino dengan senyuman dan pelukan. Ia sangat ingin mendengar berita baik dari hasil pertemuan Ayahnya dengan Aksa."Gimana, Yah?" tanya Pitaloka dengan semangat.Sudah lama Gino tidak melihat Pitaloka sesemangat ini, ia bahagia karena bisa melihat senyuman Pitaloka walau senyuman itu, dan ia akan berusaha agar senyuman itu tidak pernah pudar dari wajah putrinya itu."Dia setuju, jadi mulai besok pagi kamu akan diantar kemanapun kamu mau sama dia," jawab Gino dengan perasaan lega, karena hasil dari pertemuannya dengan Aksa berakhir dengan hasil yang ia inginkan."Makasih, Yah," ucap Pitaloka sambil memeluk Gino dengan erat."Sama-sama."Kebahagiaan menurut Gino adalah saat ia bisa melihat putri semata wayangnya tersenyum. Walau, tanpa sosok
Pagi hari yang sangat menyibukkan. Mulai pagi hari ini jadwal rutinitas Aksa bertambah, karena ia harus menjemput Pitaloka dulu sebelum ia berangkat sekolah.Aksa memandang rumah Pitaloka sedari tadi. Ia menunggu perempuan itu keluar dari singgasananya, tetapi batang hidungnya tak kunjung kelihatan.Pandangan Aksa beralih ke arah seseorang yang baru saja keluar dari gerbang rumah. Ia sempat berharap kalau orang tersebut adalah Pitaloka, tetapi harapannya pupus saat ia melihat kalau orang tersebut adalah Bapak-bapak."Nggak mungkin juga, makhluk secantik Pitaloka berubah jadi Bapak-bapaknya kumisan," gumam Aksa dengan pelan agar orang yang sedang ia bicarakan tidak mendengar ucapannya.Seketika Aksa langsung ketakutan saat melihat Bapak-bapak tersebut mendekat ke arahnya. Ia takut kalau orang tersebut mendengarkan ucapannya lalu mengamuk. Jantungnya
Aksa sudah berada tepat di sebuah gudang kosong yang sering disebut oleh warga sekitar dengan sebutan 'Markas Iblis'. Sebuah markas para iblis yang paling ditakuti di kota ini. Tidak ada orang asing yang bisa selamat setelah masuk ke dalam gudang tersebut. Karena gudang tersebut memiliki penjaga, yaitu para anggota Laskar.Ia tau kalau sudah ada beberapa orang yang mengawasinya dari atas gedung. Tetapi, ia hanya berlagak biasa saja. Ia masuk ke dalam gudang tersebut. Sesekali ia menghentikan langkahnya saat ia merasakan ada orang yang mengikutinya, tetapi saat ia melihat ke arah belakang tidak ada seorang pun di sana."Waktunya lo muncul," ucap Aksa sambil memejamkan matanya.Ia sudah handal dalam memanggil jiwa Evan yang tertidur di dalam tubuhnya. Ia sudah bisa mengatur kapan ia harus bertukar dan kapan harus muncul. Dan ia pun sudah tau kalau la
Dipertandingan tadi tidak ada menyangka kalau Aksa akan mengalahkan Elvano. Jadi mau tidak mau para anggota Laskar harus memanggil semua mantan anggota Heaven, kecuali geng para anggota Salamander.Sekarang semuanya sudah berkumpul di ruang tengah gedung. Semua anggota berdiri di pinggir, sedangkan para ketua berdiri di tengah-tengah ruangan."Jadi? Kenapa lo manggil kita ke sini?" tanya Putra sambil memandang Elvano.Bagas Putra Prakasa. Ia adalah ketua geng yang bernama Natch. Nama geng tersebut diambil dari sebuah bahasa Jerman yang berarti malam. Putra terkenal dengan gerakannya yang sangat cepat. Dan ia memiliki satu kelebihan lagi, yaitu ia adalah anak indigo. Ia juga punya satu temen dari sebangsa makhluk halus yang bernama Zilka.Dulu saat ia mengungkapkan kalau dirinya anak indigo semua orang menertawainya. Tetapi, saat itu juga Evan datang
Pertandingan persahabatan diadakan hari ini. SMA Nusa Bangsa lah yang akan menjadi tuan rumah, karena mereka lah yang memenangkan pertandingan sebelumnya.Semakin lama semakin banyak orang berdatangan ke SMA Nusa Bangsa. Sekarang semua murid sudah berbaur dengan murid-murid SMA lainnya. Sekarang hanyalah seragam yang membedakan mereka.Seperti biasanya, pertandingan yang akan diselenggarakan adalah pertandingan voli, basket, badminton, cerdas cermat, dan lain-lainnya. Karena acaranya yang begitu banyak pembelajaran hari ini pun ditiadakan, agar para siswa fokus melihat pertandingan dan menyemangati para atlit.Ketika ada pengumuman bahwa pertandingan hampir dimulai, para suporter pun langsung menempatkan diri. Mereka menyanyikan yel-yel sekolah sekeras mungkin, memberikan semangat kepada atlit mereka masing-masing, dan begitu banyak lagi.Acara yang sangat ditunggu-tunggu oleh para kepala sekolah. Karena, acara ini
Semua anggota Natch sedang berkumpul di sebuah warung kecil di dekat SMA Pelita. Mereka sedang menghabiskan waktu bersama, cuma sekedar bercerita, bermain kartu, dan ada juga yang sedang tidur di sebuah kursi panjang.Tetapi, semua kegiatan itu berhenti ketika Beno datang membawa sebuah informasi tentang geng Dixie. Laki-laki itu bercerita tentang ada sebuah geng motor yang tiba-tiba menyerang geng Dixie.Sebuah berita yang cukup menarik banyak perhatian para anggota Natch. Bagas hanya tersenyum tipis mendengar itu, karena ia tau siapa kelompok yang berani-beraninya menyerang Dixie. Ia melihat ke arah langit. Memikirkan apa yang harus ia lakukan sekarang. Apa ia diharus diam saja, atau kah ikut membantu Dixie."Kalau gua biarin, pasti Nova akan ngamuk dan bunuh orang. Kalau gua ikutan pasti anggota gua akan terluka." suatu pilihan yang sulit bagi P