Share

Jiwa Yang Tak Seharusnya Ada

Mata Aksa perlahan memulai terbuka. Suara-suara sorakan mulai terdengar jelas. Sedikit demi sedikit ia mulai berdiri. Ia melihat kalau Raka sedang melawan dua orang. Senyuman terukir jelas di wajahnya.

"Geng Salamander, waktunya gua balas dendam," ucap Aksa. Memang benar kalau itu adalah raga Aksa, tetapi jiwa yang terdapat di dalam raga itu bukan lah jiwa Aksa.

Aksa mulai berlari dengan cepat. Ia langsung menendang tubuh Tio dengan keras, membuat lawannya itu terhempas ke belakang dengan cepat. Ia tersenyum saat melihat Tio merintih kesakitan.

Aksa mulai menghadap ke arah Raka. Ia tersenyum sinis melihat laki-laki itu sudah tidak bisa mengontrol nafas. Aksa lalu mendorong Raka sampai keluar dari area pertarungan.

"Raka, di-diskualifikasi," ucap Gani selaku wasit di pertandingan ini.

"WOI GOBLOK, KOK LO MALAH NGELUARIN GUA DARI ARENA!" bentak Raka. Ia tidak terima kalau dirinya dinyatakan kalah hanya gara-gara didorong oleh Aksa.

"Anuu ... Raka tolong diam sebentar," ucap Aksa sambil menatap Raka. Tatapan Aksa seperti memberikan tanda peringatan. Tatapan yang sangat mengerikan, atau lebih seperti sedang mengancam.

Aksa langsung melangkah maju. Saat Tito melayangkan sebuah tendangan dengan cepat Aksa menangkis tendangan itu, lalu ia melakukan sebuah pukulan keras tetap di betis laki-laki tersebut. Bukan cuma itu, ia pun langsung menendang dada Tito, membuat sang musuh langsung terhempas.

Aksa langsung lari ke arah Tito. Saat ada di depan laki-laki itu ia langsung loncat lalu melakukan tendangan dengan keras, tubuh Tito langsung terhempas jauh keluar dari arena.

"Tito, didiskualifikasi."

Sekarang hanya tersisa Aksa dan Tio. Tetapi, sudah kelihatan jelas hasil dari pertandingan ini. Aksa tersenyum sinis saat melihat Tio mulai berusaha berdiri. Ia tidak akan membiarkan orang tersebut berdiri dengan mudah. Ia langsung mendekat lalu menatap Tio.

Plakk...

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Tio. Saking kerasnya membuat tubuh Tio ikut terhempas. Terlihat jelas ada sebuah darah segar mulai keluar dari sudut bibir Tio.

"Hoi, jangan mati dulu," ucap Aksa dengan nada lembut.

Tio tidak percaya dengan kekuatan orang yang ada di hadapannya ini. Ia tau kalau laki-laki ini adalah orang yang lemah, tetapi kenapa sekarang menjadi sangat kuat.

Tio bukan lah orang bodoh. Ia tau kalau saat ini ia tidak akan bisa menang melawan sosok laki-laki yang ada di hadapannya sekarang ini. Ia pun memilih untuk lari ke luar arena. Sekarang hanya Aksa yang tersisa di atas arena. Dan, sudah di tentukan siapa pemenang duel kali ini.

"Ini terlalu mudah," gumam Aksa.

Raka menatap Aksa tidak percaya. Ia bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi dengan sosok laki-laki itu. Aura laki-laki itu berbeda dengan saat pertama kali ia bertemu dengannya. Ia merasa kalau tatapan laki-laki itu dipenuhi oleh kemarahan.

Belum sempat ia bertepuk tangan, tiba-tiba tubuh Aksa ambruk. Dengan perasaan khawatir, ia langsung naik ke atas panggung untuk memastikan laki-laki itu tidak apa-apa. Ia menampar pelan pipi Aksa, tetapi laki-laki itu juga tidak kunjung bangun. Akhirnya ia pun menggotong tubuh Aksa ke UKS.

*****

Bau-bau obat-obatan mulai menusuk penciuman Aksa. Matanya mulai terbuka perlahan, ia melihat ruangan sebar putih, ia langsung menebak tempat ini adalah UKS saat melihat di tembok depannya ada sebuah kotak P3K.

"Akhirnya lo sadar," ucap Raka sambil duduk di pinggiran kasur yang ditempati Aksa.

"Gimana duelnya?" tanya Aksa. Ia hanya ingat saat ia dikalahkan oleh Tio, lalu ia bertemu dengan laki-laki tidak ia kenal di mimpi.

"Lo lupa ingatan atau gimana? Lo sendiri yang ngalahin mereka berdua, dan sekarang lo yang nanya hasil duel?" Raka curiga dengan Aksa. Ia menatap laki-laki itu dengan seksama. Tidak ada satu pun luka di kepala Aksa, berarti tidak mungkin Aksa lupa ingatan.

Izinkan gua buat nguasai tubuh lo, gua janji kalau gua akan ngehabisin semua musuh lo

Aksa teringat dengan kalimat itu. Ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri siapakah laki-laki itu sebenarnya. Tak begitu lama, ia langsung sadar kalau ada sebuah organ yang tak seharusnya ada di dalam tubuhnya.

"Oh, gua lupa." Aksa bertingkah seperti biasa. Agar laki-laki yang ada di sampingnya ini tidak curiga dengan dirinya.

"Nama gua Raka. Gua dari geng Laskar." Raka mengulurkan tangan sebagai tanda perkenalan.

"Gua Aksa." Aksa menjabat tangan Raka dengan erat.

"Lo dari geng motor mana?"

"Gua nggak ikut geng motor."

Kecurigaan Raka semakin menjadi-jadi. Tidak mungkin seorang yang ahli dalam bela diri tidak mengikuti salah satu geng motor. Dan, tidak mungkin kalau tidak ada satu pun geng motor yang mengincar Aksa.

"Tadi lo ngalahin Tito, dan Tio. Sama aja lo cari masalah sama geng Salamander. Gua saranin lo ikut salah satu geng yang ada di kota ini. Biar lo bisa aman."

"Nggak perlu, gua nggak tertarik sama pertarungan. Gua tadi bantuin lo karena ingin cepat-cepat pulang."

"Oh, gitu."

"Iya."

"Tadi kepala sekolah nyuruh lo ke kantornya."

"Iya, nanti gua ke sana."

"Ini hari terakhir MOS, dan semuanya bisa tenang gara-gara lo. Tadi sebelum mereka pulang, mereka nyuruh gua ngucapin terima kasih buat lo."

"Harusnya ucapan itu buat lo, dipertarungan tadi tokoh utamanya lo bukan gua," ucap Aksa sambil turun dari kasur.

"Gua ke ruang kepala sekolah dulu," lanjut Aksa sambil melangkah pergi meninggalkan Raka.

Raka tidak tau siapa sebenarnya Aksa. Tetapi, ia tau kalau dipertarungan tadi sikap laki-laki itu berubah drastis menjadi sebuah monster yang haus akan darah, penuh dengan kebencian, seakan pertarungan tadi berubah menjadi medan pembunuhan.

"Untuk sekarang, gua cuma perlu jadi temen deketnya, kalau ada celah gua bongkar semua rahasianya." Raka tidak mungkin akan membiarkan Aksa lepas dari jangkauannya begitu saja. Ia akan membuat laki-laki itu menuruti semua perkataannya dan menjadikan laki-laki itu salah satu anggota Laskar.

"Kau tidak perlu mempercayai omonganku

Kau hanya perlu menuruti kata hati mu

Kalau pun kamu salah

kamu tidak akan menyesal

Karena keputusan mu itu sudah tepat,"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status