Share

3. Kehidupan Baru

Author: Ayang Ara
last update Last Updated: 2025-10-25 08:41:53

Delapan tahun kemudian...

“Ayo! Oper bolanya ke sini!”

“Ian! Kasih ke aku!”

"Rafa! Tendang sini!"

Bugh!

“Aduh!”

Anak laki-laki berambut crew cut itu menendang bola cukup keras, tapi arah tendangannya meleset dan justru mengenai kaki temannya. Bocah itu terjatuh sambil meringis kesakitan.

“Woi! Kamu bisa main nggak sih!?”

“Maaf… tadi katanya aku disuruh tendang,” katanya gugup.

“Tapi kamu nendangnya kenceng banget! Tuh, si Adit jadi nangis! Nanti dia ngadu lagi ke mamanya, kita semua yang kena marah!”

Anak itu hanya menunduk. Kedua jemarinya dimainkan pelan-pelan — kebiasaannya kalau sedang cemas.

Ia menatap ke arah Adit yang masih duduk di tanah, memegangi kakinya sambil menangis. Beberapa anak yang lebih tua berusaha menenangkan Adit.

“Sakit banget… kakiku… pasti patah ini!” rintih Adit, wajahnya meringis kesakitan saat salah satu orang membopongnya ke kursi taman.

Anak laki-laki yang menendang tadi mendekat, matanya berkaca-kaca. “Maaf… aku nggak sengaja,” katanya pelan.

Adit menatapnya dengan tatapan penuh kesal. “Aku udah bilang kamu nggak usah main. Kamu tuh nggak bisa main bola. Nih, jadinya malah kena aku!”

“Maaf, Adit…” ucapnya lagi.

Adit mendengus keras. “Aku aduin ke Mama aku habis kamu!”

Anak itu langsung gelagapan. “Jangan! Aku minta maaf, beneran aku tadi nggak sengaja.”

Tapi Adit tak menjawab, anak itu menatapnya dengan pandangan tak suka. Sejak dulu, Adit memang tak pernah terlalu akrab dengan anak itu. Bukan karena dia pernah berbuat salah, tapi karena entah kenapa anak yang berusia 7 tahun lebih itu selalu menarik perhatian semua orang.

Baik di sekolah maupun di lingkungan rumah, semua orang selalu memujinya — anak yang tampan, pintar, dan sopan. Sekarang, kekesalan Adit semakin bertambah ketika bola itu mengenai kakinya.

Sepak bola yang mereka mainkan di lapangan sekolah akhirnya bubar saat Pak RT datang sambil membawa tongkat kayu di tangannya.

Sementara itu, di sebuah rumah sederhana, seorang wanita tampak gelisah di teras. Ia mondar-mandir tak karuan sambil sesekali menggerutu.

“Duh… anak itu ke mana sih? Dibilangin juga, kalau main jangan sampai senja!” gumamnya kesal tapi nadanya terdengar khawatir.

Ia akhirnya memutuskan untuk menurunkan motor dari dalam rumah.

“Mamaaaa! Rafa pulang!!”

Wanita itu langsung menegakkan tubuhnya. Napasnya lega. Ia segera kembali ke teras.

Begitu sampai, bocah itu langsung merentangkan tangan, bersiap memeluk.

“Eits! Jangan peluk-peluk Mama dulu,” ucap wanita itu. “Mama udah wangi dan harum. Nih, lihat deh, tubuh kamu penuh debu, bajunya juga kotor banget, bau keringat juga. Sana mandi dulu, baru setelah itu boleh peluk Mama.”

Rafa mendengus kecil sambil manyun. Tapi Tak urung anak itu menuruti perintah ibunya.

“Rafa udah pulang, Nduk?” suara lembut terdengar dari arah kamar. Seorang wanita paruh baya keluar dengan tongkat di tangannya.

“Udah, Bi. Tadi aku udah mau nyusul ke lapangan, untung dia keburu pulang,” jawabnya sambil menghela napas lega.

“Bibi mau makan apa malam ini? Aku tadi banyak beli sayur sama ikan. Alhamdulillah, dagangan laris manis, Bi. Bahkan orderan juga makin banyak,” katanya lagi.

“Apa aja, Bibi suka. Masakan kamu selalu enak, Nduk,” jawab wanita paruh baya itu sambil tersenyum.

Wanita itu ikut tersenyum kecil. Setelah menunaikan salat Magrib, ia mulai memasak sambil bersenandung pelan.

“Mama!!!”

“Rafa!!”

Refleks wanita itu menoleh cepat. Untung saja wajan di tangannya tidak jatuh.

Rafa hanya nyengir lebar, memperlihatkan giginya yang putih bersih.

Putranya ini memang suka jahil dan mengagetinya. Ia lalu berjongkok di depan putranya, menatap sejajar.

“Putraku yang ganteng, Mama lagi masak, jadi duduk dulu, ya? Tunggu beberapa menit lagi baru boleh makan. Sabar dikit, oke?” katanya sambil mengusap pipi Rafa pelan.

Rafa mengangguk dan duduk manis di kursi kayu dekat meja makan.

Tiba-tiba Rafa teringat sesuatu. “Mama…” panggilnya pelan.

“Hm?” sahutnya tanpa menoleh, tangannya masih sibuk memotong bawang.

“Lusa, kata Bu Guru, hari Ayah,” katanya hati-hati. “Terus… kata Bu Guru juga bakal ada lomba ayah dan anak. Tahun ini Rafa nggak bisa ikut lagi, ya?”

Pisau di tangan wanita itu langsung berhenti. Hening sesaat.

Tahun lalu Rafa cuma duduk di tribun, menonton teman-temannya lomba bersama ayah mereka. Ia ingat bagaimana anak itu berusaha tetap tersenyum walau matanya berkaca.

Belum sempat ia menjawab, Rafa buru-buru berdiri dan menghampiri.

“Nggak apa-apa kok, Ma. Kalau Rafa nggak bisa ikut lagi tahun ini…” katanya pelan.

Wanita itu tersenyum lalu berjongkok di depan putranya.

“Maaf Sayang…” katanya lirih.

Rafa tersenyum tipis, lalu langsung memeluk leher ibunya erat-erat. “It’s okay, Mama,” katanya lembut.

Anak itu memang belum benar-benar mengerti. Yang ia tahu, kata Mamanya, ayahnya sedang pergi jauh dan belum bisa pulang. Bukan karena ayahnya sudah tiada — hanya pergi, dan mungkin suatu hari akan kembali.

Itulah sebabnya Rafa selalu berharap. Mungkin tahun ini ayahnya akan datang, dan mereka bisa ikut perayaan Hari Ayah bersama seperti teman-teman lainnya. Tapi kalau pun tidak, Rafa tidak ingin memaksa.

Selama ini, ia sudah merasa cukup bahagia. Ia punya Mama yang selalu menyayanginya, dan Nenek yang selalu ada untuk menemaninya setiap hari. Bagi Rafa, mereka sudah lebih dari cukup.

“Ayo!!”

“Ayo!!!”

Rafa berdiri di antara kerumunan, melompat-lompat kegirangan sambil memegang bendera kecil di tangannya. “Ayo! Cepet, cepet!!” teriaknya semangat.

“Sayang, udah, jangan teriak terus. Nanti tenggorokan kamu sakit,”

“Enggak apa-apa, Ma—uhuk! uhuk!”

Benar saja setelahnya anak itu batuk-batuk. Wanita itu khawatir karena putranya memang tipe orang yang gampang sakit.

Pulang dari acara festival father's day. Badan Rafa panas, saat sampai di rumah, Rafa terlihat lesu. Pipi dan telinganya mulai memerah. Memang tadi juga sedikit ada hujan turun mungkin itu juga jadi penyebabnya

“Rin, gimana? Panasnya udah turun belum?” tanya Indah, bibinya.

“Belum, Bi…” jawab Sherina pelan, wajahnya cemas. Ia menatap termometer di tangannya yang menunjukkan suhu masih tinggi.

Dari tadi ia tak berhenti mengompres dahi Rafa dengan handuk kecil. “Kalau tahu gini, aku nggak bakal ajak dia ke sana,” gumamnya penuh penyesalan.

“Biar Bibi beliin obat, ya? Pasti kamu belum sempet kasih.”

“Tapi, Bi—”

“Udah, nggak apa-apa. Dekat sini kok.” Indah berjalan pelan keluar kamar dengan tongkat kayu di tangan.

Sherina menatap putranya yang terbaring lemah. Ia mengelus lembut rambut Rafa pelan.

Anak itu menggeliat kecil, lalu menggumam pelan.

“Papa…”

Sherina tertegun. Jemarinya yang sedang mengelap keringat di dahi Rafa berhenti.

“Main… Pa…” gumam Rafa lirih.

Sherina menahan air matanya yang hendak keluar, dia tahu pasti putranya ingin sekali bermain seperti anak-anak tadi.

"Mama ada disini...sayang.... " Katanya sembari menggenggam tangan Putranya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aktor Panas itu Mantan Suamiku   5. Mantan Istri

    "Ka, apa benar orang yang di restoran itu adalah Narendra? Mohon klarifikasinya, ka?""Sejauh ini, apa hubungan kalian masih sebatas HTS?""Ka, kakak nggak ingin minta kepastian dari Narendra? Soalnya banyak fans kalian di luar sana berharap kalian setidaknya jadian atau tunangan!"Beberapa wartawan berebut mengulurkan mikrofon ke arah seorang wanita berusia dua puluh tujuh tahun yang baru saja turun dari mobil hitam mewah. Wanita itu-Arabella-hanya tersenyum tipis, berusaha tetap tenang di tengah serbuan pertanyaan yang bertubi-tubi. "Ka, tolong jawab, biar di luar sana nggak ada lagi fitnah atau spekulasi!" Arabella menatap mereka sejenak, lalu berkata pelan tapi tegas,"Maaf, saya tidak bisa menjawabnya sekarang. Kalau kalian ingin bertanya lebih lanjut, silakan tanyakan langsung pada aktor yang bersangkutan.""Tolong menyingkir. Beri nona kami jalan," ucap salah satu bodyguard agensinya sambil menahan para wartawan yang semakin mendesak.Arabella segera melangkah masuk ke dalam

  • Aktor Panas itu Mantan Suamiku   4. Kehidupan Rendra

    AKTRIS TERKENAL ARABELLA JOLIE DIKABARKAN TERCIDUK DATING DI SALAH SATU RESTORAN TERNAMA BERSAMA SEORANG PRIA YANG TAK DIKETAHUI WAJAHNYA.PRIA ITU TERLIHAT MEMAKAI MASKER DAN KACAMATA HITAM. NAMUN, BANYAK FANS YANG BERSPEKULASI BAHWA PRIA TERSEBUT ADALAH NARENDRA ARVANKA, LAWAN MAINNYA SENDIRI, YANG SUDAH BEBERAPA KALI TERLIBAT DALAM SATU PROJECT. TAPI SAMPAI SAAT INI, AGENSI EUNOIA ENTERTAINMENT BELUM MEMBERIKAN KLARIFIKASI RESMI MENGENAI HUBUNGAN KEDUANYA.Suara reporter wanita itu terdengar jelas dari layar televisi di ruang tamu. Rafa bersandar di sofa, lalu memencet remot. “Nggak seru…,” gumamnya pelan. Ia lebih suka acara kartun daripada gosip artis. Pagi ini, Rafa memang tidak masuk sekolah. Badannya memang sudah mulai membaik, tapi Sherina memintanya istirahat di rumah. Di rumah hanya ada dirinya dan nenek yang sedang tidur di kamar.Sementara itu, Sherina baru saja pergi mengantar beberapa pesanan pelanggan langganannya ke desa sebelah.“Kayaknya seru deh di kota…,” Rafa b

  • Aktor Panas itu Mantan Suamiku   3. Kehidupan Baru

    Delapan tahun kemudian...“Ayo! Oper bolanya ke sini!”“Ian! Kasih ke aku!”"Rafa! Tendang sini!"Bugh!“Aduh!”Anak laki-laki berambut crew cut itu menendang bola cukup keras, tapi arah tendangannya meleset dan justru mengenai kaki temannya. Bocah itu terjatuh sambil meringis kesakitan.“Woi! Kamu bisa main nggak sih!?”“Maaf… tadi katanya aku disuruh tendang,” katanya gugup.“Tapi kamu nendangnya kenceng banget! Tuh, si Adit jadi nangis! Nanti dia ngadu lagi ke mamanya, kita semua yang kena marah!” Anak itu hanya menunduk. Kedua jemarinya dimainkan pelan-pelan — kebiasaannya kalau sedang cemas.Ia menatap ke arah Adit yang masih duduk di tanah, memegangi kakinya sambil menangis. Beberapa anak yang lebih tua berusaha menenangkan Adit.“Sakit banget… kakiku… pasti patah ini!” rintih Adit, wajahnya meringis kesakitan saat salah satu orang membopongnya ke kursi taman.Anak laki-laki yang menendang tadi mendekat, matanya berkaca-kaca. “Maaf… aku nggak sengaja,” katanya pelan.Adit menat

  • Aktor Panas itu Mantan Suamiku   2. Resmi Bercerai

    Usai palu diketuk di ruang sidang. Resmi sudah — perceraian antara Sherina dan Rendra disahkan oleh hakim. Seketika dada Sherina terasa sesak, kini dia menyandang status janda. Sherina menatap Aron dan Marisa, kedua orang tua Rendra, yang kini ada di hadapannya. Tatapan mereka—terutama Marisa—penuh penilaian dan sinis.“Sudah saya bilang dari awal. Pernikahan kalian nggak akan awet. Terbukti, kan, sekarang?” katanya dengan nada sinis.“Ma, sudah,” ucap Aron pelan. “Kita nggak usah memperkeruh suasana.”“Aku cuma bicara apa adanya. Anak kita pantas dapat yang lebih baik dari perempuan kayak dia.”Sherina terdiam. Ia menunduk, menggenggam tangannya.Pandangan Sherina lalu terarah ke Rendra yang berdiri agak jauh, bersama pengacaranya. Tatapan pria itu sayu. Hanya mata mereka yang saling berbicara, ada sedih dan ada penyesalan. Sherina menarik napas dalam-dalam, lalu menoleh ke arah Aron dan Marisa.“Ma… Pa…” panggilnya pelan. “Setelah ini, aku bakal pergi. Aku cuma mau bilang… maaf k

  • Aktor Panas itu Mantan Suamiku   1. Pertengkaran dan Perceraian

    Sherina menutup matanya saat melihat potongan-potongan video adegan mesra di layar ponselnya—adegan yang diperankan oleh suaminya sendiri bersama lawan mainnya. “Itu cuma adegan, Rin. Kamu kan sudah biasa lihat hal kayak gitu. Nggak usah cemburu,” “Suami kamu itu setia dan profesional. Buktinya, selama satu tahun kalian menikah, dia nggak pernah melakukan hal-hal yang aneh.” Hari demi hari berlalu, dan nama Narendra serta Arabella, lawan mainnya semakin melambung. Hingga akhirnya, setelah dua minggu menjalani jadwal syuting padat, Narendra pulang ke rumah. “Kapan kamu umumin pernikahan kita? Sudah satu tahun, loh. Aku juga ingin dikenal sama fans-fans kamu,” kata Sherina lirih, saat mereka berbaring berpelukan di atas kasur. Narendra mengusap punggung polos istrinya pelan, lalu mengecup lembut kening wanita itu. “Maaf, nggak bisa sekarang, sayang. Agensiku minta aku tetap nyembunyiin status pernikahan kita, apalagi proyek filmku lagi naik-naiknya.” Suara Rendra terdengar pel

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status