Share

PERGI

Penulis: galuchfema
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-25 17:45:48

Koper kecil yang biasa tergeletak di atas lemari, terpaksa diturunkan Ceisya untuk mengemasi pakaian yang akan dibawa.

Beberapa pakaian dilempar kasar di atas koper yang sudah terbuka. Kali ini Sentari merasa di atas awan karena sudah berhasil membujuk Ramon. Ceisya merasa kesal, sedih, marah dikarenakan ayahnya lebih membela wanita itu dibandingkan anaknya sendiri.

Ditarik koper sampai roda berputar. Saat membuka pintu, Ceisya masih melihat kedua orang tuanya di ruang tengah. Sayangnya, Ayah Ceisya masih perang batin dan memilih memalingkan wajah saat anaknya berdiri dekat dengan dirinya.

Ceisya menatap ayahnya yang masih tidak mau melihat ke arah dirinya.

"Jika ini memang keputusan ayah, aku akan pergi dari sini."

Suara Ceisya terdengar parau seperti orang hendak menangis. Setelah ditunggu beberapa detik, ternyata tidak ada balasan dari Ramon.

"Sampai kapanpun, aku akan menunggu ayah meminta maaf jika tuduhan yang ayah berikan kepada aku itu tidak benar," lanjut Ceisya menarik koper agak jauh dan memutuskan pergi dari rumah ini.

Ceisya adalah termasuk anak yang menurut kepada orang tua, meskipun harus pergi dari rumah ini juga.

Langkah Ceisya terus berjalan, meski tidak tahu arah dan tujuan.

Sementara itu, Ramon terus memandangi putrinya dari balik gorden. Ia merasa menjadi manusia yang paling jahat karena sudah menyakiti dan menyuruh Ceisya untuk pergi. 

"Kenapa kamu tidak mengejarnya?" tanya Sentari merasa pura-pura ikut bersedih atas kejadian ini.

"Biarkan dia menemukan jati dirinya sendiri." Ramon sendiri ragu mengatakan hal itu. Ceisya tidak pernah bisa hidup selain di rumah ini.

"Dia anak kamu satu-satunya."

Ramon menghela napas panjang. "Sekalinya bersalah dan tidak minta maaf, maka perlu diberikan hukuman yang setimpal."

"Atau aku yang mengejarnya?" Sentari bersiap pergi, tetapi dicegah oleh Ramon. Tangan Ramon menahan tangan istrinya.

"Tidak perlu. Rumah ini selalu terbuka untuk orang bersalah yang sudah minta maaf."

Ramon melepaskan tangan Sentari dan bersiap pergi dari ruangan yang sudah tidak lagi hangat akibat pertengkaran.

"Aku izin pergi sebentar," ucap Sentari agak ragu di situasi yang dirasakan sekarang.

Ramon yang masih membelakangi istrinya pun menjawab. "Kemana?"

"Aku akan jenguk Ibas di rumah sakit. Aku juga akan membujuk dia agar tidak melaporkan kasus ini ke kantor polisi.

Ramon tertunduk. "Aku akan mentransfer sejumlah uang untuk biaya pengobatan Ibas."

"Dua puluh lima juta." Sentari langsung menyebutkan nominal.

"Pergilah! Uang itu akan sampai ke rekening kamu sebelum sampai rumah sakit." Ramon pergi menjauh, bukan ke kamarnya, tetapi ke kamar Ceisya.

Sentari langsung menyambar tas kecil karena sudah mempersiapkan pergi menemui Ibas. 

"Pergi dengan sopir. Jangan sendirian," ucap Ramon menutup pintu kamar Ceisya. Ia ingin memeriksa apa saja yang sudah dibawa putrinya.

Napas Ramon tersendat ketika melihat kartu ATM milik Ceisya sengaja ditinggalkan di atas meja. 

Rencana awal, Ramon akan tetap bertanggung jawab kebutuhan Ceisya di luar sana. Namun, nyatanya putus sudah.

Sementara itu di koridor rumah sakit, Sentari melenggang dengan tenang. Beban di pundak telah sirna sudah.

Di depan sana, sudah ada sosok yang menunggu Sentari. Siapa lagi kalau bukan Ibas.

"Yakin Ceisya memukulimu seperti ini?" Sentari ragu ketika melihat Ibas dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Ibas berdecak sambil memegang pipi kanan yang lebam.

"Aku sewa preman untuk memukuli aku," ucap Ibas.

"Apa kamu yakin jika seorang perempuan bisa memukul separah itu?" Sentari bingung.

"Soalnya luka di perut kurang membuat gadis itu dinyatakan bersalah. Jadi aku sewa preman."

"Hemm."

"Sekarang di mana Ceisya? Apa gadis itu bersalah setelah Ramon memarahinya?" tanya Ibas penuh percaya diri.

Sentari diam. Tidak tahu harus menjelaskan pembicaraan dari mana. Ia pun berpikir keras untuk mengalihkan topik masalah.

"Berapa biaya perawatan di rumah sakit dan sewa preman?" 

Ibas menghitung semua pengeluaran. "Sepuluh juta."

Dalam hati, Sentari bersorak. Ia masih punya sisa uang pemberian Ramon. Wanita ini langsung mengambil ponsel dan segera mengutak-atik ponselnya.

"Sudah aku transfer sebelas juta."

Ibas terbelalak. "Uang siapa?"

"Pastinya bukan uang aku. Melainkan uang Ramon."

"Kelebihan satu juta."

"Tidak apa," balas Sentari karena masih untung banyak.

"Apakah Ramon memarahi Ceisya gara-gara hal ini?" Ibas kembali mengulang pertanyaan karena tadi belum ada jawaban.

"Iya. Ramon mengusirnya." Sentari memasang wajah datar.

Bukan main terkejutnya mendengar akan hal itu. "Apa? Gadis itu diusir oleh ayahnya?"

Sentari mengangguk.

"Tidak mungkin." Ibas belum bisa percaya.

"Ya. Ceisya sudah pergi. Sekarang tidak ada lagi yang mengganggu aku untuk menguasai harta Ramon."

Raut wajah Ibas tidak bahagia. Tidak seperti wajah Sentari saat ini.

"Kenapa malah sedih? Bukankah ini tujuan utama kita dengan menyingkirkan Ceisya? Kita tidak akan lagi hidup susah. Kamu tidak perlu lagi kerja keras di proyek." Sentari berbicara panjang lebar.

"Aku terlanjur jatuh cinta kepadanya," ujar Ibas secara lirih.

Sentari sekarang menjadi merasa bersalah karena dia adalah dalang dibalik ini semua.

"Sekarang tunjukkan kepada Ceisya jika kamu peduli dan perhatian kepadanya, di saat orang tua menyuruhnya pergi."

"Di mana sekarang aku harus mencari dia?" Ibas bingung. Apalagi fisiknya yang sekarang sedang babak belur.

"Ceisya pergi tanpa membawa mobil. Mungkin saja dia belum jauh dari kota ini."

Tanpa permisi, Ibas langsung berlari meninggalkan Sentari.

"Semoga kalian tidak bertemu," ucap Sentari kepada diri sendiri.

***

Seorang gadis sedang menempelkan ponsel di telinga sebelah kanan. Wajahnya sangat murung.

"Jadi aku tidak bisa tinggal di tempat kamu hanya beberapa hari saja?"

"Maaf, Sya. Rumah aku sempit dan tidak ada kamar kosong. Kalau kamu mau nanti aku minta izin kepada bibi. Kebetulan di rumah dia ada kamar kosong."

"Tidak, Ya. Aku bisa cari kos dengan harga murah. Terima kasih." Ceisya menutup teleponnya.

Sudah tiga jam berjalan tanpa arah. Awalnya Maya yang bisa membantunya, tetapi ternyata tidak. 

Mana uang tinggal beberapa lembar saja. Entah cukup untuk hari ini atau malah kurang.

Jalan terakhir adalah menghubungi Rayanka. Siapa tahu dia bisa membantunya. Komitmen dari Rayanka adalah hubungan mereka hanya melalui chat, tidak ada telepon atau pun video call.

Namun, hari ini Ceisya memberanikan diri untuk video call Rayanka.

"Angkat. Aku mohon," pinta Ceisya yang sudah buntu.

Di luar dugaan, Rayanka di seberang tanpa sengaja menekan tombol panggilan telepon. Alhasil mereka saling terkejut melihat wajah mereka masing-masing. Terutama Ceisya yang kedua lututnya mendadak lemas karena di layar telepon menampilkan laki-laki yang sangat tampan.

"Ada apa menelepon?" tanya Rayanka enggan melihat wajah di sana. Sebenarnya ini bukan pertama kali karena Ceisya sering mengirimkan foto gadis itu.

"Ray, tolong jemput aku. Ayah telah mengusir aku dari rumah. Aku tidak tahu harus kemana."

Rayanka mendengar jika gadis yang amat dicintainya sedang menangis terisak.

"Aku tidak bisa menolong atau menjemput kamu."

Bukan main terkejutnya Ceisya mendengar akan hal itu. "Ray? Please? Jemput aku. Aku tidak tahu harus berlindung kepada siapa. Ibas bisa kapan saja menangkapku."

Rayanka menghirup napas panjang dan menatap gadis yang tengah bersedih. "Maaf. Aku tidak bisa. Aku mohon setelah ini jangan menghubungi aku lagi."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Aktor Tampan itu Suamiku   PERJUANGAN BERAT UNTUK KEMBALI

    Ceisya masih berusaha keras membuka pintu dengan bantuan paku itu. Peluh bercucuran ketika otak berkonsentrasi keras bagaimana pintu bisa terbuka."Cring."Bunyi berasal dari paku yang jatuh ke bawah menimbulkan suara. Ceisya sangat panik. Mata langsung menatap ke bawah. Tepatnya paku yang menggelinding keluar melalui celah."Tidak! Jangan!" pekik Ceisya karena benda yang akan menolongnya malah menggelinding keluar melalui celah.Teriakan Ceisya berakhir sia-sia. Benda itu sekarang berada di luar dengan ujung paku yang sedikit menyembul ke dalam.Jari tangan perempuan yang sedang panik berusaha menarik keras agar ujung paku bisa disentuh.Usaha tetap sia-sia. Benda itu semakin menjauh."Bodoh. Bodoh," rutuk Ceisya kepada diri sendiri. Lama-lama air mata itu turun.Mata mengamati ruangan sempit. Sekarang ia bakal bertahan dan sendirian di sini. Ke depannya bakal menjadi sanderaan Ibas. Malang betul nasibnya.Bagaimana dengan Kaivan? Pasti aktor itu sedang kebingungan mencarinya. Setel

  • Aktor Tampan itu Suamiku   INCARAN WARTAWAN

    "Aku ambil," ucap Ibas setelah berhasil mengambil ponsel dan tas. Laki-laki ini belum paham kalau di dalam sana terdapat uang lumayan banyak.Ponsel itu kembali berdering. Ceisya dan Ibas sama-sama menatap asal bunyi."Sepertinya pacar kamu menginginkan kamu segera datang." Senyum licik Ibas terpancar di wajahnya."Lepaskan. Aku harus pergi."Ceisya bisa menebak kalau Kaivan sangat khawatir sampai harus dua kali menelepon."Jangan harap," jawab Ibas merasa menang. "Kita tunggu saja apa yang akan terjadi dengan pacar kamu di rumah sakit."Ceisya terbelalak. "Jangan apa-apakan dia."Meski Randi hanya sebatas teman, tetapi Ceisya tidak ingin laki-laki itu mendapat kekerasan lagi dari Ibas."Begitu cintanya hah kamu sama dia!" bentak Ibas dengan sangat keras. Disusul dengan tamparan di pipi. Ceisya terjatuh karena Ibas kembali berbuat kasar kepadanya. Tanpa sadar tangan kanan memegang pipi yang terasa sangat perih. Sementara itu Adi yang berada di luar merasa ketar-ketir. Ia sangat paha

  • Aktor Tampan itu Suamiku   PENCULIKAN

    "Yakin dengan rencana yang mau kamu lakukan?" tanya seorang pria kepada temannya dengan ragu. Masalahnya ini baru pertama."Ya.""Apa yakin akan berhasil?""Pastinya.""Apa kamu gak takut ditangkap polisi?" Pria yang membantu temannya juga ragu dengan rencana yang sudah menyerempet ke hal kriminalitas."Gak akan."Pria itu menggeleng karena sifat temannya yang keras kepala."Perempuan itu yang membuat gue brutal seperti ini. Jika cara halus tidak bisa buat dapetin dia, maka terpaksa pakai cara kasar.""Kalau misal lo sampai tertangkap polisi, tolong jangan bawa-bawa gue."Ibas mendelik ke arah temannya."Lo percaya sama gue saja." Ibas meyakinkan temannya."Kita tidak hanya akan ketahuan polisi. Tapi juga bos akan marah gara-gara kita bolos.""Tenang saja. Cuma satu hari. Semoga saja kita berhasil."Keduanya lama termenung. "Yakin Perempuan itu di rumah sakit?" Lagi-lagi Pria yang bernama Adi merasa bimbang. Ia tidak tahu mau sampai kapan bertahan di halaman rumah sakit. Sudah dua jam

  • Aktor Tampan itu Suamiku   RANDI YANG MALANG

    Kaivan masih membuka tirai untuk memastikan Ceisya pergi dengan aman-aman. Entah mengapa jantung Kaivan mendadak berdetak lebih kencang ketika melihat perubahan Penampilan perempuan itu.'Kenapa aku jadi seperti ini?' batin Kaivan sembari menurut tirai. Kalau Ceisya beneran pergi ke Jawa, pasti semua nanti akan berjalan seperti biasa. Kaivan harus pulang syuting pagi hari dan siangnya harus kembali ke lokasi.Sekarang Kaivan teringat akan satu hal sebelum dirinya terjatuh."Kapan aku bisa istirahat panjang?" Dan sekarang Tuhan mengabulkan entah sampai kapan.Kata-kata Randi sekarang bagai kembali terekam di telinga Kaivan. Ceisyalah yang menjadi penyebab semuanya. Seharusnya Kaivan membenci perempuan itu."Apakah aku harus mengikuti kata-kata Randi untuk membenci Ceisya?" Kaivan bertanya kepada diri sendiri.Kaivan benar-benar seperti harus mengulang yang sudah-sudah. Jika tadi kata-kata Randi, sekarang raut wajah Ceisya yang ketakutan di tepi jembatan sangat membebas di ingatan Kaiv

  • Aktor Tampan itu Suamiku   BAJU BABY PINK

    "Siapa yang menyerang Randi?" tanya Ceisya terbata-bata. Wajah pun tiba-tiba memucat."Entahlah! Aku tidak paham," balas Kaivan bingung. Pertemanan Kaivan dan Randi sudah cukup lama dan Kaivan paham betul siapa teman-teman Randi."Apa kita harus lapor polisi?" saran Ceisya. Siapa tahu kalau orang yang beneran menyerang Randi adalah Ibas maka itu akan sangat menguntungkan Ceisya."Kita belum cukup bukti. Tidak ada rekaman CCTV saat Randi diserang. Kalau tidak kita tunggu Randi sadar untuk menemukan pelakunya."Ceisya mengangguk paham."Bu dhe tolong ambilkan jaket di kamar!"Orang yang dipanggil merasa kaget. "Mas Kaivan mau kemana?""Mau jenguk Randi di rumah sakit."Jawaban itu cukup mengejutkan Ceisya dan Bu dhe. "Tapi kan Mas Kaivan baru pulang dari rumah sakit?" protes wanita itu."Kasihan Randi." Pikiran Kaivan langsung tertuju kepada Randi. Seharusnya Kaivan selalu berada di sisi Randi tidak sadarkan diri. Sama seperti Kemarin-kemarin saat Kaivan di ruang sakit."Sebaiknya jang

  • Aktor Tampan itu Suamiku   PENYERANGAN

    Randi merasakan kepalanya sangat sakit. Apalagi sempat merasakan bagian punggungnya ada yang bolak-balik menendang."Bangun! Tidak perlu pura-pura pingsan segala!" gertak orang itu terus menendang Randi yang masih mengumpulkan nyawa.Berhubung suasana petang, tidak ada orang yang melihat. Meski masih area rumah sakit, tetapi Randi tadi membeli buah di toko paling ujung. Dan Randi memarkir mobi di lahan kosong karena jalanan depan toko buah hanya muat untuk satu mobil."Kalau gue bilang bangun ya bangun!" gertak orang tersebut karena sama sekali tidak melihat pergerakan orang yang dihajar.Dengan tenaga kuat, ditariknya kemeja belakang milik Randi. Dibaliknya tubuh tidak berdosa itu menjadi terlentang."Bangun!" teriak Ibas dengan napas tersendat karena berhasil mengeluarkan tenaga untuk membalikkan tubuh laki-laki dewasa.Tangan Ibas sekarang digunakan untuk menampar pipi Randi dengan keras.Randi berusaha membuka mata. Ia merasakan seluruh tubuhnya terasa sakit. Entah bagaimana nasib

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status