Part 18Pagi-pagi sekali kulihat Dani datang kesini sebelum berangkat bekerja."Ada apa dek?" tanyaku penasaran. Dani menyalami tanganku dan mas Aris."Gak ada apa-apa mbak, cuma ingin tahu keadaan kalian gimana.... Jadi mampir dulu kesini sebelum berangkat kerja," jawabnya."Alhamdulillah kami baik-baik saja. Kalian di rumah bagaimana? Ibu? Arin?""Kami juga baik, cuma sekarang ibu sering terlihat murung..." jawab Dani. Aku mengerutkan kening tanda tak mengerti."Murung? Kenapa?" tanyaku lagi."Entahlah, aku juga gak tahu mbak. Oh iya, ibu sering tanya-tanya tentang mbak, kenapa mbak gak pernah pulang...."Aku tersenyum. "Masa ibu ngomong gitu..." Rasanya tidak mungkin ibu bicara seperti itu. Dia kan menganggap aku adalah musuh bebuyutannya."Beneran mbak..." tegas Dani."Bukannya ibu lebih senang ya kalau mbak gak ada? Ibu kan suka marah-marah kalau mbak disana...""Haha, ibu udah sadar kali mbak dan mungkin ibu kangen sama kalian...."Aku dan mas Aris tersenyum lagi. syukurlah k
Part 19POV IBUSudah lima bulan berlalu semenjak kematian Reza, cucuku. Ah ya, cucuku yang bahkan sejak dia lahir aku selalu mengabaikannya. Aku tak pernah menggendongnya satu kalipun, meski anakku, Dewi sangat kerepotan menjaganya. Aku memang tak peduli padanya. Hanya amarah yang aku lampiaskan padanya. Seakan masih belum terima kejadian yang menimpaku berpuluh-puluh tahun silam. Aku tak bisa menerima. Dewi memang tak bersalah tapi gara gara dia kehidupanku berubah.Tapi kini setelah mereka semua pergi, sudut hatiku merasa sepi. Ada rasa sesal yang menggerogoti hatiku. Betapa selama ini aku telah menjadi ibu yang kejam dan nenek yang tak peduli terhadap cucunya. Tak terasa air mataku menitik. Rasanya penyesalan ini sudah sangat percuma, karena itu takkan bisa mengembalikan Reza ke pangkuanku. Pangkuanku? Hah, konyol. Mungkin ini hanya impianku saja. Semua sudah terjadi dan aku sudah sangat terlambat menyadarinya. Reza tidak mungkin kembali, Reza sudah tidak mungkin hidup lagi. Bocah
Part 20Sesampainya di rumah, aku mengambil air putih lalu kuminum dengan sekali tegukan. Kesal juga mendengar ocehan para tetangga. Apa yang harus aku masak siang ini? Aku cuma membeli kentang satu bungkus saja? Apa aku masak perkedel kentang saja? Arin pasti ngambek lagi dan gak mau makan di runah. Harusnya tadi aku memilih sayur yang lain biar kentang itu ada temannya. Tapi aku sudah tidak tahan mendengar sindiran mereka. Meskipun mereka memang benar. Aku menghela nafas panjang. Aku membuka tudung saji, dan waow... Ada makanan. Seperti sulap, padahal tadi tak ada makanan apapun di atas meja. Mataku berbinar melihat hidangan yang cukup istimewa. Nasi, ayam goreng, terong balado, peyek udang sudah tersedia disana, membuat air liurku menetes tanpa sadar. Apa ini mimpi? Siapa yang mengirim ini semua? Samar-samar aku dengar suara seseorang sedang mengobrol dari arah belakang. Siapa ya? Suaranya mirip Dewi. Tapi tak mungkin mereka kesini, ah mungkin ini hanya halusinasiku aja. Tapi un
Part 21Pagi ini, aku sudah sibuk memasak. Masakan sederhana tapi sangat disukai ibu. Terong balado dan peyek udang, aku juga masak ayam goreng untuk Arin. Ya, gadis itu paling suka ayam goreng bikinanku. "Masak apa, dek?" tanya mas Aris ingin tahu. "Seperti yang kau lihat mas, ibu pasti akan suka ini kan?" Jawabku sembari tersenyum lebar. Ya, ada rasa bahagia menelusup di hati ini. Kala kami akan pergi menemui ibu, setelah berbulan-bulan aku tak kunjung pulang, hati ini beneran rindu. Rindu pada sosok ibu yang cerewet itu. "Ya, tentu saja. Masakanmu kan enak dek..." sahut Mas Aris. Ya hanya dia yang selalu memuji kalau masakanku enak."Apa ibu akan menerima kita?" tanyaku ragu. Ya sedikit ragu, takutnya seperti waktu itu, kami diusir tanpa ampun."Insyaallah... Gak usah khawatirin hal seperti itu, yang penting kita usaha dulu, minta maaf sama ibu... Soal hasilnya nanti, kita serahkan sama Allah," sahut lelakiku yang manis ini."Hmmm... Terima kasih mas, kau selalu menyemangatiku.
Part 22 Untuk pertama kalinya kami makan bersama, dengan kondisi ibu yang sudah menerima kami. Karena biasanya aku lebih memilih makan sendirian, itupun nanti kalau ibu dan anggota lain sudah makan lebih dulu. Ya, dulu aku terlalu takut menjadi bulan-bulanan ibu."Dengar-dengar sekarang Aris jadi mandor? Dan kamu juga ikut kerja, wi?" tanya ibu. Sebuah senyuman mengembang di wajah tuanya. "Oh iya, Bu. Alhamdulillah, mas Aris ditunjuk sebagai mandor proyek. Dan aku juga kerja di tempat mas Aris, ya walaupun cuma jadi tukang masak..." jawabku sambil tersenyum."Alhamdulillah, ibu ikut senang dengarnya...." lanjut ibu. Kali ini suaranya benar benar lembut. Entah apa yang membuatnya berubah. Tapi aku senang sekali. Akhirnya ibu menyayangi kami dan tak membedakan kami lagi.Aku tersenyum begitu juga mas Aris."Doakan kami Bu, agar kami bisa sukses seperti yang ibu inginkan...""Iya nak, semoga kalian bahagia ya...""Terima kasih, Bu..."Aku bahagia mendengar doa ibu. Doa kebaikan yang ta
Part 23Malam itu Arin pergi menemui pacarnya. Pacar yang dia kenal dari dunia maya, yaitu facebook. Dia sudah berkenalan dengan pacar sosmednya itu dari beberapa bulan terakhir. Pacaran, kirim pesan dan juga video call. Arin merasa sangat cocok berteman dengnnya. Maka dari itu dia mau menerima diajak pacaran secara online. Toh gak ngapa-ngapain, pikirnya. Namun, baru beberapa hari ini Arin mulai setuju menemui lelaki itu. Ya, lelaki itu selalu meminta untuk bertemu."Kalau kamu beneran sayang dan cinta, kita ketemuan ya nanti sore," lelaki itu kirim pesan pada Arin.Degup kencang yang tak beraturan, apalagi menilik perhatiannya selama ini, kata kata romantisnya dan juga suaranya yang merdu membuay Arin terbuai. Akhirnya dia menyetujui idenya tersebut. Bertemu di dunia nyata. Mereka pun janji temu dimana dan akan menggunakan baju apa semuanya dibahas. Kali ini Aron bertekaf pergi keluar menemui pacarnya yang bernama Zaky.Apalagi dipicu oleh pertengkarannya dengan ibu membuat Arin tak
Part 24"Tidak...! Tolooooong...." teriak Arin. Namun tak ada sahutan, sepi. Hanya terdengar suara binatang malam, jangkrik mengerik. Dan selebihnya tak ada siapapu. Hutan dan jalanan ini begitu gelap tanpa penerangan."Percuma saja kau berteriak sayang, tidak akan ada yang mendengarmu. Daerah ini jauh dari permukiman warga, juga tidak akan ada yang lewat sini. Percayalah malam ini kau hanya milikku!" pungkas Zaky. Ia benar benar sudah dikuasai oleh nafsu. Tak tahan melihat kemolekan tubuh Arin. Ya, Arin pacar onlinenya seolah secara sengaja mempertontonkan tubuhnya yang hanya berbalut tanktop dan mini hotpants membuai siapapun yang lihat."Jadi, kau sengaja lakukan ini?" tanya Arin dengan nada parau. matanya sudah basah oleh butiran bening itu. Ia tak pernha menyangka pacarnya justru akan merusaknya. Orang yang dia percaya akan melindunginya, orang yang dia percaya akan selalu menjaga dan mencintainya. Justru ia merusak kepercayaan dengan lakukan hal sebejat dan sepicik ini."Hahahah
Part 25Rambut Arin terlihat acak-acakan, dan bajunya sudah tidak karuan lagi."Arin, kamu keluar dengan baju mini seperti ini?" tanya mbak Ayu lagi dengan nada tinggi. Ia begitu shock melihat penampilan Arin yang begitu terbuka.Sungguh sangat disayangkan, Arin, adik bungsuku memang memakai pakaian yang kurang layak bagi seorang perempuan, tanktop dan mini hotpants, hanya dibagian atas tertutup karena dia memakai jaket mas Aris. Ada apa sebenarnya? Aku yakin pertanyaan kami semua sama."Tunggu mbak, sebentar. Tolong jangan marah-marah. Arin masih syok..." ucap mas Aris menengahi. Sedangkan Arin dia masih terus menangis sesenggukan. Ia menundukkan kepala, tak berani menatap ke arah kami."Mas, ini ada apa? Arin kenapa? Apa yang terjadi dengannya?" tanyaku penasaran."Emmh... begini dek, tadi di tengah jalan Mas lihat Arin mengalami pelecehan seksual...""Apaa...?!" Shock, tentu saja. Kami saling berpandangan dengan mata yang terbuka lebar. Rasa kantuk lenyap seketika seiring berita y