Share

Aku Di Sebelahmu, Tapi Jiwamu Tak Bersamaku
Aku Di Sebelahmu, Tapi Jiwamu Tak Bersamaku
Penulis: Arjana

Bab 1

Penulis: Arjana
Suamiku, Tristan, memiliki gangguan obsesif-kompulsif. Segala sesuatu di rumah harus benar-benar mengikuti jadwal yang dia buat. Namun pada hari ulang tahun putri kami, dia malah datang terlambat sambil membawa asistennya, Rayna.

Putri kami bahkan tersenyum sambil menarik mereka berdua untuk memotong kue. Melihat foto mereka berdua bersama Rayna yang tertawa ceria dengan wajah penuh krim kue, hatiku langsung membeku.

Keesokan harinya, aku melemparkan surat cerai ke hadapan Tristan. Dia tampak bingung.

"Cuma karena putri kita nggak memotong kue bersamamu?"

"Benar."

....

Tristan mengejek sinis dan melirik sekilas surat cerai itu, wajahnya menunjukkan ketidaksabarannya. "Wilda, menurut jadwal, seharusnya kamu sedang berada di luar negeri melakukan negosiasi kerja sama, bukan di sini membuat keributan."

"Aku akan rapat dalam tiga menit. Kamu boleh pergi."

Melihat sikapnya yang sama sekali tidak menganggap serius, tiba-tiba aku merasa semuanya sangat menggelikan. Baru saja aku hendak berbicara, pintu tiba-tiba didorong dari luar.

"Pak Tristan, aku sudah siap! Kita bisa ke .... Ah? Bu Wilda juga di sini, kalau begitu aku permisi dulu."

Melihat Rayna tampak kecewa dan hendak berbalik keluar, Tristan langsung menahannya. "Nggak perlu. Dia akan pergi sebentar lagi."

Tristan mengernyit dan memandangku dengan jelas ingin mengusirku. Aku membuka surat cerai itu dengan tenang dan menunjuk bagian yang harus ditandatangani. "Kamu tanda tangan, aku akan pergi sekarang juga."

Tristan berdiri dengan alis mengernyit. Matanya menatapku tajam, penuh dengan amarah yang hampir meluap. Suasana seketika membeku.

Di ambang pintu, Rayna tampak menyadari ada yang tidak beres. Dia lalu buru-buru menunduk dan meminta maaf padaku. "Maaf, Bu Wilda. Saya tidak tahu kalian sedang membahas kontrak. Saya yang mengganggu. Saya pergi sekarang!"

Setelah berkata demikian, dia menatap Tristan dengan ekspresi sedih, lalu berlari keluar.

Ekspresi Tristan langsung berubah drastis penuh kepanikan. Dia mengambil pena dan menorehkan tanda tangannya dengan cepat.

"Kamu melanggar aturan. Terima hukumannya sendiri!"

Setelah meninggalkan sepatah kalimat yang ketus untukku, dia tidak peduli lagi dengan citranya dan langsung mengejar keluar. Aku melihat kantor yang kini kosong dan tertawa pelan.

Tristan memiliki gangguan obsesif-kompulsif yang sangat parah, dan dia sangat menjunjung tinggi aturan. Sejak kami menikah, semua hal di rumah harus mengikuti jadwal yang ditetapkannya. Jika ada yang meleset sedikit saja dan tidak menyelesaikan sesuatu tepat waktu, hukumannya adalah berlutut.

Awalnya, hukuman itu ditujukan untuk aku dan putri kami. Belakangan, setelah putriku menjadi sama seperti dia, hukuman itu hanya tertuju padaku.

Selama tujuh tahun menikah, aku tidak pernah melihat Tristan menunjukkan sedikit pun kehilangan kendali. Namun di pesta kemarin, ketika dia merangkul Rayna dengan wajah mabuk sambil memasuki ruangan dan putri kami malah menarik kedua orang itu untuk memotong kue dengan gembira ... otakku langsung terasa kosong.

Setelah itu, semua terasa kabur. Melihat bekas merah di leher Tristan dan melihat putri kami mencium pipi Rayna dengan bahagia, hanya satu hal yang tersisa di pikiranku.

Cerai.

Kata-kata Tristan sebelum dia pergi tadi, hanya terasa menyindir bagiku. Aturan? Dia sendiri yang jelas sudah lupa semuanya!

Dia bilang padaku bahwa dia akan rapat, tapi ternyata pergi bermain bersama Rayna. Aku harus memberi kabar sebelumnya jika ingin bertemu dengannya, tapi Rayna bisa menerobos langsung ke kantornya.

Dengan membawa surat cerai yang sudah ditandatangani di tanganku, aku berbalik dan pergi.

Setelah duduk di dalam mobil, aku melonggarkan dasiku dan membiarkan pikiranku kosong. Sampai nada dering ponsel tiba-tiba berbunyi keras dan menyentakku kembali.

Melihat panggilan dari wali kelas putriku, aku mengangkatnya.

"Apakah ini orang tua Reisha? Reisha terburu-buru saat pulang sekolah, tasnya tertinggal. Mohon orang tua datang mengambilnya."

....

Mendengar kabar itu, hatiku dipenuhi tanda tanya. Menurut jadwal, saat ini putriku seharusnya masih berada di sekolah untuk persiapan lomba matematika. Bagaimana mungkin dia pulang lebih awal?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Aku Di Sebelahmu, Tapi Jiwamu Tak Bersamaku   Bab 8

    Karena Tristan curiga aku menyelidikinya, maka aku sekalian saja mewujudkan tuduhan itu.Dua puluh menit kemudian, layar akhirnya berhenti memutar. Namun, lokasi konferensi pers tetap sunyi. Para wartawan saling memandang, tetapi tak ada satu pun yang bersuara. Informasi di layar terlalu banyak, bahkan beberapa hal terasa tidak masuk akal.Aku mengambil mikrofon, mulai menjawab pertanyaan wartawan sebelumnya. "Pertama, aku dan Pak Tristan memang dalam proses bercerai. Alasan perceraian juga sudah kalian lihat.""Kedua, Reisha sendiri yang menghancurkan harta miliknya. Kalau dia mau menuntut, aku akan layani. Bagaimanapun, aku nggak ingin membesarkan seorang pengkhianat yang menikamku dari belakang.""Terakhir, soal menindas orang dan meremehkan rakyat biasa? Para karyawan di perusahaanku semuanya orang biasa. Perusahaan berjalan karena mereka. Atas dasar apa aku meremehkan mereka?""Jadi, jangan menyamakan beberapa orang berbuat salah dengan orang biasa. Jangan juga memutarbalikkan fak

  • Aku Di Sebelahmu, Tapi Jiwamu Tak Bersamaku   Bab 7

    Dia mengenakan gaun putih. Dengan mata memerah, dia berlutut di depan Tristan. Wajahnya penuh permohonan."Pak Tristan, aku benar-benar nggak bisa hidup lagi! Setelah dipecat, aku ingin cari kerja, tapi semua perusahaan menolakku. Ibuku mengalami kecelakaan, butuh uang segera. Bahkan dokter pun nggak bisa kami panggil!""Aku mohon, tolong selamatkan aku! Aku benar-benar nggak bersalah!" Rayna berkata sambil sesekali menatapku dengan mata ketakutan, seolah-olah semua penderitaannya adalah salahku.Tristan pun terbawa arus. Dengan penuh rasa iba, dia membantu Rayna berdiri, lalu memandangku dengan jijik. "Wilda, aku bilang semuanya hanya salah paham! Kalau kamu marah, tujukan ke aku. Apa menyeret orang yang nggak bersalah itu menyenangkan? Hidup Rayna sudah cukup sulit. Apa kamu mau memaksanya sampai mati?"Reisha yang merasa tidak tega pun memegang saputangan, lalu menghapus air mata Rayna tanpa sekali pun memandangku.Aku melihat jam, lalu berkata dengan tidak sabar, "Mau cerai atau ng

  • Aku Di Sebelahmu, Tapi Jiwamu Tak Bersamaku   Bab 6

    "Perlu aku ingatkan kamu, apa yang kamu tanda tangani kemarin?"Wajah Tristan langsung memucat. Aku melambaikan tangan. Segera, ada satpam yang mengusirnya keluar.Sejak diusir dari rumah, Tristan dan Reisha mencoba berbagai cara untuk menghubungiku."Kami butuh kamu menjadi penghubung di proyek dengan Pak Zidan. Demi hubungan kita selama bertahun-tahun, bantu aku sekali ini.""Sekolah kasih PR, kamu cepat pulang bantu! Aku bahkan nggak mempermasalahkan kamu yang terakhir kali nggak nurut."Aku sangat jengkel, jadi langsung mengganti nomor telepon.Di pesta ulang tahun istri Zidan, aku kembali bertemu dengan mereka. Tristan yang dulu selalu percaya diri, kini tampak agak berantakan. Kantong matanya yang hitam bahkan tak bisa ditutupi. Kesombongan Reisha yang dulu seperti tuan putri pun lenyap.Mereka mengadangku di balkon tempat pesta berlangsung. Tristan tidak berbicara, hanya mendorong Reisha maju.Reisha mengernyit. Dengan enggan, dia bertanya, "Mama, jangan cerai, boleh?"Aku menat

  • Aku Di Sebelahmu, Tapi Jiwamu Tak Bersamaku   Bab 5

    Herman adalah kepala pelayan yang merawatku sejak kecil. Dia bekerja dengan cepat dan tegas. Aku sama sekali tidak perlu khawatir tentang cara dan kemampuannya menangani sesuatu.Aku berbaring di tempat tidur, mengingat koper yang Reisha sendiri lemparkan ke dalam api di ruang penyimpanan. Aku tertawa kecil.Di dalamnya semuanya adalah jaminan yang aku tinggalkan untuknya. Saham perusahaan properti di berbagai tempat, pulau di luar negeri, dan dana perwalian. Awalnya aku takut dia akan diperlakukan buruk setelah perceraian, jadi semua itu adalah bekal untuk hidupnya ke depan.Tak kusangka, dia justru membuang sendiri sandarannya, bahkan ingin memakai itu untuk membalas dendam padaku. Benar-benar bodoh. Aku pun tidak mungkin menyiapkan kembali barang yang dia buang sendiri.Aku tidur sampai pagi hari berikutnya. Telepon dari guru kembali membangunkanku."Apa ini orang tua Reisha? Reisha lupa membawa tas sekolah. Tolong diantar ya."Aku memutar bola mata dan menahan amarah sambil bangkit

  • Aku Di Sebelahmu, Tapi Jiwamu Tak Bersamaku   Bab 4

    Tatapan Tristan sempat bergetar sedikit, lalu dia kembali berbicara dengan nada penuh keyakinan, "Pegawai yang berprestasi harus dikasih hadiah. Aku merasa jam itu paling cocok untuknya. Kamu punya begitu banyak jam mewah, nggak perlu sepelit itu!"Setelah berkata demikian, dia berbalik menuju rekan bisnisnya sambil tersenyum dan mencoba meredakan suasana.Rayna sengaja berjalan paling belakang. Berbeda dari kelemahannya tadi, kini dia menatapku dengan penuh tantangan. "Terima kasih kepada Pak Lucas yang berhasil mendapatkan proyek itu. Aku jadi ikut mendapat keuntungan!"Melihat tatapan puas di matanya, aku langsung menampar wajahnya tanpa ragu.....Suasana langsung membeku. Seluruh pesta seketika menjadi sunyi senyap.Terdengar teriakan Rayna. Tristan segera memapahnya bangkit, lalu menatapku dengan marah. "Wilda, apa yang kamu lakukan!"Bahkan putriku ikut berdiri di depan Rayna. "Mama jahat! Aku benci Mama!"Aku mengabaikan pertanyaan Tristan. Aku mengambil gelas anggur dan melang

  • Aku Di Sebelahmu, Tapi Jiwamu Tak Bersamaku   Bab 3

    "Nyonya, Nona bersikeras masuk ke gudang untuk mencari boneka masa kecilnya. Kami benar-benar nggak bisa menahannya.""Ruangan itu sangat berdebu. Kalau sampai memicu asmanya ...."Aku menutup koper dan menghela napas. "Aku yang cari. Kalian tahan dia."Namun begitu aku masuk ke ruang penyimpanan, pintu tiba-tiba tertutup rapat. Suara putriku terdengar dari luar dengan penuh kepuasan."Mama, hari ini Mama melanggar aturan dan jadwal. Mama harus menerima hukuman. Kalau Mama minta maaf padaku, aku akan membukakan pintu. Kalau nggak, malam ini Mama hanya boleh tinggal di gudang."....Melihat aku tidak menjawab, suara Reisha mulai terdengar cemas. "Ponsel Mama ada di luar. Nggak ada yang bisa menyelamatkan Mama."Aku menyalakan lampu gudang dan menjawab dingin, "Terserah kamu.""Malam ini Papa akan bawa Bibi Rayna pulang untuk merayakan pesta kemenangan. Mama tinggal di sini saja, jangan mengganggu!"Mendengar jawabanku, suara putriku berubah tajam. Lalu, dia menendang pintu dengan keras

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status