GARA GARA M4NDUL 4
"Kamu Daren?" tanyaku saat mengingatnya
Dia teman saat SMA, tidak kusangka akan bertemu di tempat seperti ini. Lalu, kami pun berbincang-bincang.
"O, jadi begini kelakuan kamu bila diluar rumah?"
Sontak aku mendongak, nasi yang belum ketelan tiba-tiba muntah.
"Ibu," gumamku pelan
Beliau berkacak pinggang sambil menatap ta jam. "Di rumah suami kelaparan, kamu malah enak-enak makan bersama pria lain. Dasar menantu durha ka, mertua sendiri dianggap pemb4ntu."
Semua mata pengunjung menatapku dengan ta jam, bahkan mereka berbisik-bisik. Seenaknya mulut mertuaku bicara begitu.
"Dasar wanita tukang s*lingkuh," cibir salah satu pengunjung. Rasanya ingin kusumnpal, lagian kalau tidak tahu apa masalahnya jangan ikut campur.
"Maaf Bu," hanya itu yang mampu kuucapkan.
Rasa lapar mendadak hilang. Di tempat umum seperti ini tidak etis kalau membahas masalah keluarga. Aku pun meninggalkan kedai walaupun nasi yang dimakan belum habis. Daren hanya menatapku dengan iba. Malu sekali padanya baru pertama kali bertemu sudah seperti ini.
"Ayu tunggu, Ibu belum selesai bicara!" teriaknya dengan lantang. Aku pun hanya mengusap da da.
Terlihat Ibu membeli nasi beserta lauk-pauknya. Memang benar beliau tidak akan mau memasak. Kutunggu diluar sampai selesai memba yar.
"Ayu, siapa lelaki tadi?" tanyanya penuh selidik "sebenarnya kamu tidak kerja 'kan? Itu hanya alibi agar kamu bisa berduaan dengan pria lain!"
Astaghfirullah kenapa mempunyai mertua seperti ... arggh. Kalau saja ada maunya beliau manis seperti gula, awas saja setelah ini pasti akan nangis.
"Aku kerja, Bu. Beliau teman yang tidak sengaja bertemu."
"Halah, alasan saja. Ibu sudah bilang tadi. Aldi marah-marah, bahkan sampai menyalahkan Ibu. Dia dipe cat dari kantor katanya gara-gara kamu."
Kenapa menyalahkan aku? Lagian salah sendiri kenapa juga bermain cur ang. Seperti kata pepatah, sepintar-pintarnya tupai melompat pasti akan terjatuh. Bukannya yang dialami mas Adi begitu?
"Kok gara-gara aku, Bu?"
"Sudahlah cepat pulang, Aldi kelaparan ini semua gara-gara kamu."
Bodo amat bukannya dia mempunyai istri lain? Kenapa juga harus aku yang repot, toh sebentar lagi kami akan berpisah.
Aku tak tanggapi Ibu yang terus cerocos sepanjang jalan. Tidak terasa kami sampai di rumah segera kumasukan mobil di garasi.
Saat aku masuk rumah terdengar suara mas Aldi. "Bu, kenapa lama aku sudah lapar."
Pasti akan ada drama aku harus sabar jangan sampai bukti pernikahan itu kuberikan sekarang karena belum saatnya.
"Di, Ayu s*lingkuh," ucap Ibu tanpa basa-basi
"Uhuk," Mas Aldi menyemburkan makanan yang ada di mulutnya. Dia pun menatap dengan nya lang dan mengahampiriku.
"Apa itu benar?" ujarnya
Aku hanya mengedikkan bahu acuh lalu, naik ke atas menuju kamar. Tubuhku sangat lengket dengan keringat. Mas Aldi masih berteriak memanggilku.
Terserah kalian mau menganggapku apa, yang penting aku sudah mempunyai bukti kalau mas Aldi telah menghia nati pernikahan dan sangat jelas dalam surat perjanjian. Barang siapa yang menghianati akan dipastikan harus keluar rumah tanpa membawa apapun.
"Ayu kamu benar s*lingkuh?" Mas Aldi ternyata mengikuti bukannya dia kelaparan?
"Kamu percaya sama ibumu? Apa ada buktinya?" cecarku
"A-aku percaya. Dan kalau benar kamu harus memenuhi surat perjanjian kita," ujarnya dengan wajah berbinar.
Heii, enak saja kalau bicara kalau aku tidak mempunyai rencana, pastinya yang berbicara seperti itu aku.
"Kalau ada bukti silakan, Mas. Aku bukan orang yang ingkar janji."
Kulangkahkan kaki menuju kamar mandi. Menyalakan air hangat untuk berandam sampai bathtub penuh. Kupejamkan mata merilekskan pikiran aroma vanila menyeruak di indra penciuman.
Sekitar lima belas menit lekas kubilas seluruh tubuh. Namun, sial aku lupa membawa pakain ganti.
Terpaksa keluar kamar mandi hanya menggunakan handuk pendek yang memperlihatkan keindahan tubuhku.
"Semoga mas Aldi tidak ada di kamar," gumamku pelan.
Memang dia suamiku dan sah saja. Akan tetapi, setelah mengetahui dia menikah secara diam-diam aku merasa ji jik.
"Syukurlah dia tidak ada."
Buru-buru kuambil baju di lemari dan lekas memakainya. Setelah selesai, tiba-tiba kudengar suara seseorang yang tengah marah-marah. Namun, tidak begitu jelas. Gegas ku mendekati sumber suara.
"Kamu kenapa sih memintaku terus membelikan rumah, aku sedang stres."
Apa maksudnya? Mas Aldi mau membelikan rumah untuk siapa? Buat Mila? Kudengarkan lagi percakapannya, meskipun tidak terlalu jelas.
"Bagaimana keadaan anak kita?" Kini suaranya lembut tidak marah-marah.
Tubuhku lemas mendengar mas Aldi mengatakan anak kita? Apa mereka berhubungan telah lama? Begitu bo dohnya aku selama ini. Mungkin u ang perusahaan dia berikan pada pela kor itu.
Segera kupergi dari sana karena takut ketahuan. Sebaiknya rencanaku dipercepat saja agar mereka segera pergi dari rumah ini.
"Ayu apa tidak ada makanan di kulkas?" tanya Ibu mertua saat aku tengah menonton televisi.
Anak sama Ibu sama saja. Aku pun mengacuhkan dan fokus pada drama korea di n*t TV. Memang jam 19.00 sudah mulai acaranya.
"Astaga punya menantu tidak tahu diri, sudah numpang di rumah suami. Mertua tanya baik-baik malah diacuhkan. Apa dia tu li?" pekiknya dengan berkacak pinggang.
Kupingku rasanya panas sekali dari pagi dia terus saja marah dan menghina. Kali ini akan kubalas mungkin ini yang mereka mau.
"Bu, apa tidak capek dari tadi ngoceh terus. Kalau Ibu tidak suka tinggal di sini lebih baik pulang saja."
Wajah Ibu terlihat merah, matanya menatap nyalang mungkin tidak suka dengan jawabanku.
"Dasar wanita tu kang s*lingkuh." Tuduhnya dia pun mendekatiku dan memu kul tubuh kurus ini dengan bantal sofa.
Aku pun sama mengambil bantal dan memu kul badan gemuknya. Tidak ada rasa hormat lagi, kalau saja tidak ada api mungkin aku tak akan bersikap seperti ini.
"Ibu! Ayu! Apa yang kalian lakukan?" teriak mas Aldi. Dia melerai kami, tetapi Ibu dan aku malah memu kulnya. Syukurin mas, ku pu kul dengan keras bagian punggung serta dada bidangnya.
"Eh, berhenti. Kok malah memu kul aku," ujarnya
Rasakan mas, aku juga sudah muak bersikap manis padamu. Sekarang saatnya kalian harus pergi dari rumah ini.
Aku pun menghentikan memu kul mas Aldi nafas terengah-engah karena lelah juga ternyata.
"Ayu kenapa kamu tega memukul Ibu, akhir-akhir ini sikapmu bar-bar sekali. Sangat berbanding terbalik dengan dulu, dan kenapa juga posisiku kamu ambil."
Hah? Enggak salah, mas. Posisi mana yang kuambil bukannya itu hakku yang dititipkan Papa selama dia masih menjadi suamiku. Namun, kalau dia berbuat cur ang untuk apa dipertahankan?
"Mas, aku sudah muak kamu dan ibumu selalu mengh inaku. Sekarang aku akan ambil semuanya."
"Maksud kalian apa?" tanya Ibu
Aku pergi ke kamar mengambil surat perjanjian. Pun dengan foto pernikahan mas Aldi.
"Ayu mau ke mana kamu?" teriak Ibu
Setelah mendapatkan apa yang kucari, gegas turun dan mendekati mereka yang tengah kalut. Terlihat mas Aldi frus tasi, rambutnya sangat kusut. Kulemparkan beberapa foto pernikahan dan surat perjanjian.
Mertuaku langsung pingsan setelah membaca surat perjanjian pra nikah juga beberapa foto. Jangan tanya suamiku, dia bagai patung tidak bergerak sama sekali, hanya mulutnya yang menganga. Rasakan mas, ini belum seberapa dengan rasa sakit yang kamu torehkan.
Bab 5 Selama satu jam Ibu tidak sadarkan diri. Mungkin beliau sangat terkejut. Bagaimana kalau tahu perusahaan tempat anaknya bekerja adalah milikku. Pasti sikapnya akan berubah seratus delapan puluh derajat. "Ayu maafkan Ibu, Nak. Selama ini selalu bersikap kasar. Sebetulnya Mila sudah hamil. Jadi, Ibu menyetujui karena ingin menimang cucu," ujarnya dengan lembut. Aku tidak akan luluh dengan kata-katanya. Enak saja setelah apa yang dilakukan selama ini padaku dengan entengnya meminta maaf. Apalagi wanita yang telah merebut suamiku tengah hamil. Jadi, mereka sudah melakukan hubungan terlarang. "Aku bukan wanita baik, Bu. Jadi, untuk saat ini simpan saja kata-kata itu." "Yu, apa kamu tega mengusir kami di saat malam begini?" ucap mas Aldi dengan sendu. Aku tidak akan terpedaya dengan wajah sendu itu. Selama ini kalian tidak pernah tega sama aku. Dia mengambil uang perusahaan sampai milyaran apa memikirkan aku? ibunya juga selalu meminta uang dan ternyata dia sawer kepada tamu und
Part 6 "Halo kita bertemu kembali," ujarnya dengan tersenyum. Mengapa harus dia sih, sebenarnya aku tak mau bertemu lagi dengannya. Sudah cukup kemarin pertemuan terakhir. Aku tak mau membawa dirinya dalam masalah. Pasti Ibu mertua akan mencari bukti kalau aku selingkuh, padahal kami bertemu secara tak sengaja. Lalu? Sekarang malah bekerja sama dengannya. Apa yang harus kulakukan? Sebelumnya kami pernah bertemu dan tak sengaja mertuaku melihat kami sedang berdua. "Ja-jadi kamu," kataku sedikit tercekat. Ini seperti mimpi. Tuhan, mengapa aku harus dipertemukan lagi dengannya. Dia Daren temanku. Apa tidak ada orang lain selain dia? Daren duduk, kini kami saling berhadapan tatapannya terus mengarah padaku. Sorot matanya seperti menyimpan kerinduan. Ah jangan berpikiran yang aneh. Sadar Ayu dia itu sekarang rekan kerja. Jadi, kamu harus tersenyum ramah. "Yu, maaf soal kemarin. Pasti mertuamu mengira yang tidak-tidak. Aku sangat menyesal memaksamu untuk makan bareng." Daren tertundu
Part 7Dia mertuaku, kenapa bisa ada dia sini. Apa disuruh mas Aldi?"Heh Ayu, dasar wanita licik. Sudah mengambil rumah sekarang perusahaan juga kau ambil!" serunya sambil berkacak pinggang. Sorot matanya menyimpan kebencian terhadapku. Lalu, mertuku mendekat dan menjambak rambut ini. Rasanya sakit, pak Sekuriti kewalahan dengan tenaga mertuaku.Karyawan lelaki pun ikut membantu menenangkan mertuaku. Namun, tak berhasil beliau terus menerus mengeluarkan kata pedasnya."Bu, lebih baik tanyakan saja pada mas Aldi kalau ini perusahaan siapa? Dan soal rumah memang kami sebelumnya sudah membuat surat perjanjian."Wajah mertuaku merah padam mungkin tak suka dengan jawabanku.k"Awas ya Ayu, urusan kita belum selesai!"Mertuaku berlalu sambil terus ngerocos."Bu Ayu, tidak apa?" tanya Mira dengan mimik wajah khawatir karena penampilan ku saat ini acak-acakan. Aku hanya mengangguk lalu masuk ruangan. Mataku menatap langit ruangan kubuang nafas kasar saat membayangkan mertuaku barusan. Harga d
part 8Aku terbangun di sebuah ruangan yang serba putih. Saat membuka mata, aroma khas yang tercium di indera penciuman. Mataku terbuka secara perlahan, masih terasa pening yang kurasa. "Ayu, kamu sudah sadar?" tanya seorang wanita yang kukenal suaranya. Namun, penglihatanku belum jelas siapa itu. "maaf aku terlambat." "Aku tidak apa jangan merasa bersalah." Kupegang tangannya dan menatap wajah itu dengan jelas. Ternyata dia Syasya sahabat yang kuhubungi tadi. "Jangan bangun dulu enggak apa, kamu istirahat saja." Ah, dia lebay sekali lagian hanya bagian tengkuk saja yang sakit, aku bukan habis perang atau melakukan hal ekstrim lainnya."Sebenarnya siapa sih yang sudah melakukan ini padamu, apa punya musuh? Syukurnya aku segera datang, dia berhasil kabur. Kalau saja bisa kutangkap akan dipastikan masuk penjara." Syasya mengepalkan kedua tangannya. Ada kilatan marah di wajah cantik itu. Rasanya sangat senang memiliki sahabat yang ada saat suka maupun duka. Kami berteman dari SMP, s
Part 9Pagi-pagi terdengar riuh dari luar rumah, kami yang tengah sarapan saling pandang."Ada apa?" tanya Syasya kepadakuAku pun bangkit dan menuju pintu kenapa seperti banyak orang. Saat pertama kali keluar, aroma busuk menyeruak di indra penciuman sontak menutup hidung.Bau apa ini? Kenapa begitu menyengat sekali. Kuhampiri Ibu-Ibu yang berkumpul di depan rumah jumlahnya sekitar lima orang."Eh, Mbak Ayu," tanya si Ibu gemuk dengan tangan yang sama sepertiku"Bu, ini bau apa ya, kok sampai tercium sampai ke dalam," balasku yang langsung pada intinya."Entahlah Bu, kami semua sedang belanja sayur tiba-tiba mencium aroma busuk dan berasal dari sini. Saya mau mengetuk pintu, tetapi ... sukurlah kalau Mba sudah keluar."Rumahku berada di komplek. Jadi, tiap pagi pasti ada Ibu- Ibu yang membeli sayur kepada pedagang gerobak. Aku jarang nimbrung karena mas Aldi melarang katanya mereka suka gosip."Eh, pantas saja baunya sangat menyengat," ujarku dengan tersenyum.Tiba-tiba salah satu dar
Part 10Suara seseorang yang ingin kuhindari saat ini ternyata ada di hadapanku. Saking tidak ingin bertemu, aku lupa kalau dia investor terbesar di perusahaan ini. Kalau saja mas Aldi tidak melakukan kecurangan mungkin tak akan menerima tawaran dari Daren. Aku menghela nafas panjang menetralkan degup jantung yang tak beraturan entah mengapa saat bertemu dengannya ada rasa gugup. "Hari ini saya mau melihat perkembangan proyek yang kita jalankan," ucapnya membuyarkan lamunanku. Dia sangat profesional saat bekerja tidak berbasa-basi. "Baik," jawabku singkat. Lalu, mengambil tas kecil dan beberapa berkas lainnya. Tidak lama kami meninggalkan ruangan. Tiba-tiba terdengar suara wanita yang tengah marah-marah membuatku penasaran dan mempercepat langkah. Saat tiba di lobi, aku melihat pak sekuriti tengah memegang kedua tangan wanita itu, dia meronta-ronta ingin dilepaskan. "Apa kalian tidak tahu kalau saya istri dari pemilik perusahaan ini dan saya akan pastikan kalian dipecat," ungkapn
Part 11Aku masih berpikir positif mungkin ada yang korslet. Setelah kepergian mas Aldi dan ibunya banyak kejadian janggal di rumah ini. Apa jangan-jangan ini ulah mantan mertuaku. Akan tetapi, aku belum menemukan bukti. Aku membuka pintu secara perlahan untuk menghidupkan saklar. Belum sempat dinyalakan, tiba-tiba mulutku ada yang membekap."Mmmmhhhh!" jeritku yang tertahanOrang itu tetap tidak melepaskan tangannya yang berada di mulut. Aku memberontak sekuat tenaga tubuh digerakkan. Namun, nihil usahaku sia-sia. "Kamu tidak akan bisa lepas." Suara itu seperti orang yang kukenal. Siapa dia? Aku Menggeleng pelan tidak mungkin dia."Awww," pekikku saat bahu ini ada yang memukul pandangan mulai kabur dan terkulai lemas. ****"Siram dia!" Samar-samar mendengar suara yang tak asing di telinga sebelum mereka menyiram, mata ini berhasil terbuka dengan lebar. "O, bagus kamu sudah sadar," ucapnya sambil menyilangkan tangan di atas dada. Aku membalalakan mata saat melihatnya. Kenapa ha
Part 12Syasya terus saja mendorong tubuhku ke pinggir jurang. "Sya aku mohon jangan lakuin ini padaku," ujarku dengan tubuh bergetar"Apa kamu takut hah?" jawabnya. Terlihat mata dia merah rambut panjangnya acak-acakan menutupi sebagian wajah. Aku sungguh tak percaya kalau di hadapanku saat ini Syasya orang yang sudah kuanggap seperti keluarga sendiri. Seandainya kalau aku tahu mas Aldi tungannganya tak akan pernah mau menikah dengannya. "Sebelum kau tiada, apa ada kata-kata yang ingin disampaikan?" Syasya kembali berkata entah mengapa melihat tatapannya bulu kudukku meremang. "Sya, ingat kamu orang baik. Kita pernah saling menyanyangi satu sama lain." "Jangan lanjutkan. Sekarang enyahlah!" teriaknya menggelegar"Aaaa arrrggghhh, tolong!" teriakku dengan kencang. Satu tanganku berhasil memegang akar pohon yang tidak terlalu besar. Suara air begitu jelas di telinga membuatku makin takut. "Mati saja dirimu. Ini yang aku tunggu- tunggu." Setelah berucap demikian aku tak lagi mel